Senin, 29 Februari 2016
REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menjamin seluruh gabah petani mampu dibeli Perum Bulog menjelang dan selama panen raya yang diperkirakan akan terjadi Maret 2016.
"Saya sudah minta agar Bulog mau membeli gabah petani yang akan alami panen sehingga produksinya meningkat dalam waktu dekat dan Buloh sanggup," kata Mentan Amran kepada pers di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (29/2).
Dikatakan mentan, memasuki masa panen raya Maret- April ini menyebabkan pasokan beras di pasar melimpah sehingga pemerintah mengharapkan Bulog segera menyerap gabah langsung ke petani. "Hal ini dilakukan guna mencegah harga gabah petani tidak anjlok sehingga petani rugi," kata Amran.
Pemerintah telah menetapkan harga patokan pembelian Gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700 per kilogram. "Untuk itu Pemerintah menjamin harga gabah/beras tidak turun pada saat musim panen raya," tegasnya.
Mentan mengingat mulai saat ini sudah terjadi panen maka Bulog harus beli langsung gabah lima juta ton dalam dua bulan. Karena ini momentun terbaik dimana harga turun dan produksi puncak.
Keberhasilan panen serentak, dikatakan Amran, antara lain disebabkan adanya sejumlah perubahan regulasi terkait dengan irigasi, alat mesin pertanian (alsintan), dan pupuk. Khusus pupuk, katanya, pemerintah setidaknya sudah memenjarakan 40 orang yang tertangkap memainkan pupuk tidak sesuai peruntukan, seperti menimbun.
"Saya janjikan akan ada tindakan tegas yang ketahuan memainkan pupuk sehingga langka dipasaran," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/16/02/29/o3ag4p383-mentan-minta-bulog-beli-5-juta-ton-gabah-petani
Senin, 29 Februari 2016
Disharmoni Pengembangan Sapi
Senin, 29 Februari 2016
Hiruk-pikuk masalah daging sapi seperti tak kenal hentinya sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga kini.
Di awal pemerintahan Jokowi, gejolak harga daging yang tinggi terutama disebabkan pemangkasan izin impor sapi bakalan di triwulan-III dari 250.000-an ekor menjadi 50.000-an ekor.
Para pengusaha penggemukan sapi potong dituduh melakukan kartel dan penimbunan sapi. Mereka didatangi Bareskrim Polri dan hingga kini hampir setiap minggu para pengusaha sapi penggemukan beralih kantor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, karena masalah utamanya tak diselesaikan secara tuntas, muncul lagi persoalan lain, yaitu kapal ternak yang tidak mampu beroperasi secara maksimal, disusul kebijakan Permenkeu 267/2016 tentang Pemberlakuan PPN yang melukai bisnis peternakan sapi potong nasional.
Kebijakan ini hanya berumur 15 hari dan dicabut kembali oleh pemerintah. Ada lagi kebijakan Permentan 58/2015 yang membebaskan impor daging variety meat. Komoditas ini nyata-nyata mendistorsi pasar daging sapi lokal. Semua kebijakan itu didasarkan argumen untuk melindungi peternak sapi lokal, tetapi faktanya pemerintah justru membuka peluang impor sebebas-bebasnya sehingga peternak lokal tak berdaya dan harga daging tetap tinggi.
Maksimum sekuriti
Hiruk-pikuk ini sesungguhnya berpangkal pada kebijakan yang disharmoni dan juga pemahaman terhadap kemungkinan yang terjadi pasca implementasi kebijakan tersebut. Para pelaku bisnis peternakan sadar betul bahwa akar masalah utamanya diawali dengan ketidaksempurnaan UU 41/2014 yang direvisi DPR di penghujung masa jabatan SBY sehingga UU ini tak dibahas para pemangku kepentingan yang turut menyusun UU 18/2009.
Di dalam konsiderannya, UU 41/2014 ditujukan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dengan upaya "maksimum sekuriti" terhadap pemasukan dan pengeluaran ternak, hewan dan produk hewan, dan upaya melakukan pencegahan penyakit hewan. Namun, realitasnya dalam pasal-pasal pada batang tubuh yang diubah dalam UU ini justru sebaliknya, yaitu menjadi "minimum sekuriti". Misalnya Pasal 59 Ayat 2 pada UU 18/2009 bahwa produk hewan yang dimasukkan ke Indonesia boleh dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan.
Pasal ini telah diubah MK menjadi "berasal dari suatu negara" bukan berasal dari zona dalam suatu negara, dan dengan mempertimbangkan "maksimum sekuriti". Namun dalam UU 41/2014 hal itu muncul kembali di Pasal 36C: Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.
Pasal ini jelas-jelas tak memperhatikan keputusan judicial review yang dilakukan MK tahun 2009 walaupun dalam perubahan ini terdapat perbedaan antara komoditas produk hewan dan ternak ruminansia indukan. Perbedaan komoditas pada UU 18/2009 dengan UU 41/2014 tidak serta-merta menyebabkan rendahnya risiko yang akan terjadi terhadap berjangkitnya suatu penyakit hewan menular bagi ternak ruminansia.
Waktu penggemukan sapi
Disharmoni berikutnya mengenai perkembangan inovasi teknologi feedlot yang tertera pada Pasal 36B Ayat 5, yaitu: bahwa setiap orang yang memasukkan bakalan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) wajib melakukan penggemukan di dalam negeri untuk memperoleh nilai tambah dalam jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak dilakukan tindakan karantina berupa pelepasan.
Ayat ini menunjukkan pemerintah seolah tak menghendaki usaha peternakan di dalam negeri berkembang secara layak bahkan merugikan pengusaha penggemukan sapi potong. Kemajuan teknologi membuat penggemukan sapi potong dapat dilakukan dalam dua atau tiga bulan. Putaran investasi yang ditanam akan memberikan dampak putaran finansial, dan jadi melambat karena aturan di atas.
Uji materi ulang
Berdasarkan beberapa pasal yang disharmoni tersebut, UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) layak dilakukan uji materi ulang yang kini tengah dilakukan para pemangku kepentingan.
Kebijakan zona base bisa diterapkan bila pemerintah melakukan tahapan sesuai saran Tim Analisis Risiko Independen (TARI) yang ditunjuk pemerintah tahun 2008, sebagai berikut; (1) perlu dilakukan analisis akademik silang terhadap risiko dan manfaat dari zona base ataupun country base. (2) Adanya kesiapan SDM, sarana dan prasarana, serta sistem kesehatan hewan yang mampu mendukung program mitigasinya. (3) Kelayakan ekonomi finansial ditinjau dari biaya transportasi, loading dan unloading, karantina, pengawasan, dan lainnya.
Kemudian, (4) faktor keamanan, yaitu jaminan terhadap lalu lintas keluar masuk wilayah/trace ability secara berkeberlanjutan, termasuk perangkat SPS dan ALOP (acceptable level of protection) untuk penyakit mulut dan kuku (PMK), dan (5) ketersediaan dana tanggap darurat siap pakai, jika terjadi wabah PMK, serta peningkatan kemampuan surveilans dan pelimpahan wewenang surveilans PMK dari Pusvetma di Surabaya ke laboratorium veteriner regional (BPPV/BB Vet) di seluruh Indonesia. Semua saran dan tindakan tersebut tentunya berpegang kepada konsep maksimum sekuriti terhadap kemungkinan peluang terjadinya wabahpenyakit hewan menular bila negeri ini mengadopsi zona based.
Sampai saat ini seluruh saran tim TARI masih belum dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Bahkan, yang mengagetkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX, pemerintahan Jokowi telah menetapkan akan membuka masuknya importasi sapi indukan dari negara zona bebas penyakit PMK. Padahal, sebagaimana diketahui, uji materi terhadap pasal ini tengah berlangsung di MK.
Rancangan pembangunan
Masih banyak kebijakan disharmoni yang harus diharmonisasi baik internal maupun antar kementerian. Misalnya, tentang istilah sapi indukan dan lembu yang tak terdapat dalam nomenklatur standar sehingga mengakibatkan kerugian bagi pelaku bisnis. Kebijakan larangan penggunaan hormon pertumbuhan di dalam negeri, sementara pemerintah membolehkan impor ternak yang menggunakan hormon itu. Tampaknya pembangunan peternakan sapi di era Jokowi dilakukan tanpa konsep baku yang terstruktur dan terukur.
Selain itu, yang paling memilukan, sikap pemerintah terhadap para pelaku bisnis, yakni mereka tak lagi dianggap sebagai mitra kerjanya, malahan sepertinya sebagai "musuh" yang mengganggu jalan roda pembangunan. Sesungguhnya, untuk keluar dari kemelut ini, langkah awal adalah melakukan harmonisasi seluruh kebijakan dan perlakuan yang disharmoni selama ini dengan konsep lugas yang berpihak pada kemampuan produksi sapi lokal di dalam negeri.
ROCHADI TAWAF
Dosen Laboratorium Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Unpad
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160229kompas/#/7/
Hiruk-pikuk masalah daging sapi seperti tak kenal hentinya sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga kini.
Di awal pemerintahan Jokowi, gejolak harga daging yang tinggi terutama disebabkan pemangkasan izin impor sapi bakalan di triwulan-III dari 250.000-an ekor menjadi 50.000-an ekor.
Para pengusaha penggemukan sapi potong dituduh melakukan kartel dan penimbunan sapi. Mereka didatangi Bareskrim Polri dan hingga kini hampir setiap minggu para pengusaha sapi penggemukan beralih kantor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, karena masalah utamanya tak diselesaikan secara tuntas, muncul lagi persoalan lain, yaitu kapal ternak yang tidak mampu beroperasi secara maksimal, disusul kebijakan Permenkeu 267/2016 tentang Pemberlakuan PPN yang melukai bisnis peternakan sapi potong nasional.
Kebijakan ini hanya berumur 15 hari dan dicabut kembali oleh pemerintah. Ada lagi kebijakan Permentan 58/2015 yang membebaskan impor daging variety meat. Komoditas ini nyata-nyata mendistorsi pasar daging sapi lokal. Semua kebijakan itu didasarkan argumen untuk melindungi peternak sapi lokal, tetapi faktanya pemerintah justru membuka peluang impor sebebas-bebasnya sehingga peternak lokal tak berdaya dan harga daging tetap tinggi.
Maksimum sekuriti
Hiruk-pikuk ini sesungguhnya berpangkal pada kebijakan yang disharmoni dan juga pemahaman terhadap kemungkinan yang terjadi pasca implementasi kebijakan tersebut. Para pelaku bisnis peternakan sadar betul bahwa akar masalah utamanya diawali dengan ketidaksempurnaan UU 41/2014 yang direvisi DPR di penghujung masa jabatan SBY sehingga UU ini tak dibahas para pemangku kepentingan yang turut menyusun UU 18/2009.
Di dalam konsiderannya, UU 41/2014 ditujukan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dengan upaya "maksimum sekuriti" terhadap pemasukan dan pengeluaran ternak, hewan dan produk hewan, dan upaya melakukan pencegahan penyakit hewan. Namun, realitasnya dalam pasal-pasal pada batang tubuh yang diubah dalam UU ini justru sebaliknya, yaitu menjadi "minimum sekuriti". Misalnya Pasal 59 Ayat 2 pada UU 18/2009 bahwa produk hewan yang dimasukkan ke Indonesia boleh dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan.
Pasal ini telah diubah MK menjadi "berasal dari suatu negara" bukan berasal dari zona dalam suatu negara, dan dengan mempertimbangkan "maksimum sekuriti". Namun dalam UU 41/2014 hal itu muncul kembali di Pasal 36C: Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.
Pasal ini jelas-jelas tak memperhatikan keputusan judicial review yang dilakukan MK tahun 2009 walaupun dalam perubahan ini terdapat perbedaan antara komoditas produk hewan dan ternak ruminansia indukan. Perbedaan komoditas pada UU 18/2009 dengan UU 41/2014 tidak serta-merta menyebabkan rendahnya risiko yang akan terjadi terhadap berjangkitnya suatu penyakit hewan menular bagi ternak ruminansia.
Waktu penggemukan sapi
Disharmoni berikutnya mengenai perkembangan inovasi teknologi feedlot yang tertera pada Pasal 36B Ayat 5, yaitu: bahwa setiap orang yang memasukkan bakalan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) wajib melakukan penggemukan di dalam negeri untuk memperoleh nilai tambah dalam jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak dilakukan tindakan karantina berupa pelepasan.
Ayat ini menunjukkan pemerintah seolah tak menghendaki usaha peternakan di dalam negeri berkembang secara layak bahkan merugikan pengusaha penggemukan sapi potong. Kemajuan teknologi membuat penggemukan sapi potong dapat dilakukan dalam dua atau tiga bulan. Putaran investasi yang ditanam akan memberikan dampak putaran finansial, dan jadi melambat karena aturan di atas.
Uji materi ulang
Berdasarkan beberapa pasal yang disharmoni tersebut, UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) layak dilakukan uji materi ulang yang kini tengah dilakukan para pemangku kepentingan.
Kebijakan zona base bisa diterapkan bila pemerintah melakukan tahapan sesuai saran Tim Analisis Risiko Independen (TARI) yang ditunjuk pemerintah tahun 2008, sebagai berikut; (1) perlu dilakukan analisis akademik silang terhadap risiko dan manfaat dari zona base ataupun country base. (2) Adanya kesiapan SDM, sarana dan prasarana, serta sistem kesehatan hewan yang mampu mendukung program mitigasinya. (3) Kelayakan ekonomi finansial ditinjau dari biaya transportasi, loading dan unloading, karantina, pengawasan, dan lainnya.
Kemudian, (4) faktor keamanan, yaitu jaminan terhadap lalu lintas keluar masuk wilayah/trace ability secara berkeberlanjutan, termasuk perangkat SPS dan ALOP (acceptable level of protection) untuk penyakit mulut dan kuku (PMK), dan (5) ketersediaan dana tanggap darurat siap pakai, jika terjadi wabah PMK, serta peningkatan kemampuan surveilans dan pelimpahan wewenang surveilans PMK dari Pusvetma di Surabaya ke laboratorium veteriner regional (BPPV/BB Vet) di seluruh Indonesia. Semua saran dan tindakan tersebut tentunya berpegang kepada konsep maksimum sekuriti terhadap kemungkinan peluang terjadinya wabahpenyakit hewan menular bila negeri ini mengadopsi zona based.
Sampai saat ini seluruh saran tim TARI masih belum dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Bahkan, yang mengagetkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX, pemerintahan Jokowi telah menetapkan akan membuka masuknya importasi sapi indukan dari negara zona bebas penyakit PMK. Padahal, sebagaimana diketahui, uji materi terhadap pasal ini tengah berlangsung di MK.
Rancangan pembangunan
Masih banyak kebijakan disharmoni yang harus diharmonisasi baik internal maupun antar kementerian. Misalnya, tentang istilah sapi indukan dan lembu yang tak terdapat dalam nomenklatur standar sehingga mengakibatkan kerugian bagi pelaku bisnis. Kebijakan larangan penggunaan hormon pertumbuhan di dalam negeri, sementara pemerintah membolehkan impor ternak yang menggunakan hormon itu. Tampaknya pembangunan peternakan sapi di era Jokowi dilakukan tanpa konsep baku yang terstruktur dan terukur.
Selain itu, yang paling memilukan, sikap pemerintah terhadap para pelaku bisnis, yakni mereka tak lagi dianggap sebagai mitra kerjanya, malahan sepertinya sebagai "musuh" yang mengganggu jalan roda pembangunan. Sesungguhnya, untuk keluar dari kemelut ini, langkah awal adalah melakukan harmonisasi seluruh kebijakan dan perlakuan yang disharmoni selama ini dengan konsep lugas yang berpihak pada kemampuan produksi sapi lokal di dalam negeri.
ROCHADI TAWAF
Dosen Laboratorium Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Unpad
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160229kompas/#/7/
Rantai Pasok Beras Bermasalah
Senin, 29 Februari 2016
Distribusi Melalui Tujuh hingga Sembilan Tangan
JAKARTA, KOMPAS — Rantai pasok beras dari daerah penghasil ke pasar-pasar kota besar dikuasai para perantara. Kondisi ini menyebabkan perbedaan harga di petani dan konsumen sangat besar. Pemodal memanfaatkan situasi ini.
Petani tidak mendapatkan untung besar, sementara konsumen harus membayar mahal beras. Kesulitan modal bagi petani menjadi penyebab perdagangan beras dikuasai para perantara.
Kondisi ini diketahui setelah Kompas melakukan perjalanan di sejumlah daerah dan mengikuti alur perdagangan beras, pekan lalu, dan mengonfirmasi ke sejumlah kalangan, Minggu (28/2).
Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, misalnya, alur perdagangan beras sangat panjang, mulai dari petani, penebas, pedagang proses atau pemilik penggilingan kecil, pengepul, pedagang besar, pasar beras, pedagang kecil, hingga ke konsumen.
Akibatnya, disparitas harga gabah dan beras medium mulai dari petani sampai ke konsumen pada awal tahun ini cukup tinggi, yaitu rata-rata Rp 6.200 per kilogram. Dari hasil penjualan gabah kering panen (GKP) musim tanam pertama, petani mendapat Rp 3.800 per kg, sementara harga beras medium di konsumen di atas Rp 10.000 per kg.
”Pada tahun ini, kami tidak untung sama sekali. Kami membeli GKP petani Rp 3.700 per kg. Namun, beras kami dibeli pengepul Rp 7.100 per kg, di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), yaitu Rp 7.300 per kg,” kata Wandi (56), pemilik penggilingan kecil di Desa Tambirejo, Kecamatan Gajah, Demak.
Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pemilik penggilingan besar karena memotong alur pedagang proses dan pengepul. Dalam hal ini, peran penebas cukup besar. Mereka memberikan informasi kepada para pedagang pemilik penggilingan besar. Mereka juga menebas padi petani sebelum panen dengan memberikan uang muka kepada petani Rp 2 juta-Rp 4 juta per hektar.
”Modalnya dari kami sendiri dan ada yang dari pedagang rekanan kami dari Cirebon, Karawang, dan Indramayu. Kami biasanya menyiapkan tenaga panen borongan,” kata Sugito (50), penebas asal Kecamatan Karanganyar, Demak.
Sementara Darsono (45), pemilik penggilingan padi di Desa Bakung Kulon, Kecamatan Jamblang, mengaku membeli gabah kering giling dari pengepul di sejumlah daerah, terutama Demak dan Kuningan (Jawa Barat), rata-rata Rp 5.000-Rp 5.500 per kg. Harga tersebut sudah termasuk biaya transportasi. Kalau sudah menjadi beras dan dijual di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, harganya menjadi Rp 9.500 per kg untuk beras kualitas II dan Rp 10.000 per kg untuk kualitas I. ”Ketika masuk ke pasar tersebut, saya biasanya membayar Rp 100.000 per truk ke perantara-perantara pedagang di pasar induk,” katanya.
Sangat kuat
Keadaan yang tidak berbeda jauh terjadi di Jawa Timur. Selama ini, penebas atau pengepul menguasai dan menentukan harga gabah saat panen. Peran mereka sangat kuat sehingga perpindahan beras dari petani ke konsumen sangat panjang.
Ketua Paguyuban Pedagang Beras Bendulmerisi Surabaya, Jawa Timur, Sudarno mengatakan, ketergantungan petani pada penebas sangat besar. Petani mengikuti harga yang diminta penebas karena petani membutuhkan biaya untuk panen serta modal untuk musim tanam berikutnya.
Selama ini, penebas menerapkan sistem borongan. Jadi, hanya dengan melihat dari jauh langsung menetapkan harga total hasil produksi, misalnya Rp 20 juta. Tanpa perlu ditimbang, jadi benar-benar seperti berjudi. Dengan cara ini, petani tak lagi repot membiayai proses panen karena itu menjadi tanggung jawab penebas. Biasanya, penebas menaikkan harga Rp 200 hingga Rp 400 per kg ketika menjual beras kepada pedagang.
Suprapto, Ketua Asosiasi Pengusaha Beras dan Padi Sidoarjo, mengatakan, gabah yang dibeli dari petani tidak pernah ditahan setelah diproses, tetapi langsung dijual kepada pedagang. ”Buat apa menyimpan gabah meski sudah diproses melalui mesin pengering canggih dengan kadar air benar-benar rendah. Begitu digiling langsung ke pedagang, tanpa lewat distributor,” katanya.
Petani yang rata-rata penyewa lahan, memilih menjual gabah saat panen karena sudah terjerat tengkulak. Fasilitas sarana pengering berupa terpal plastik dari pemerintah tidak menjamin petani mau menjemur sendiri gabahnya karena tidak memiliki tempat penyimpanan.
Di Makassar, perilaku para perantara dan spekulan juga muncul. Sekretaris Kelompok Tani Nelayan Andalan Sulawesi Selatan M Asri mengatakan, mahalnya harga beras dipicu spekulan atau pedagang yang kadang-kadang menyimpan beras.
Pemodal besar
Jaringan rantai pasokan pedagang dan pemilik penggilingan yang kuat menyebabkan Perum Bulog kesulitan menyerap beras petani. Jaringan rantai distribusi tersebut membentuk harga pasar yang pada tahun ini di atas HPP sehingga semakin menyulitkan Perum Bulog. Kondisi ini semakin rumit karena ada pemodal besar yang menguasai pembelian dari petani, mengolah beras, dan memasarkan langsung ke pusat penjualan.
Badan Pusat Statistik mencatat, alur distribusi beras dari produsen ke konsumen akhir untuk seluruh Indonesia rata-rata melibatkan dua-sembilan fungsi kelembagaan perdagangan.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, alur distribusi terpanjang berada di DKI Jakarta. Pola perdagangannya mencapai tujuh rantai dengan delapan mediator atau kelembagaan. ”Rantai perdagangan seperti itu dapat menyebabkan harga di tingkat konsumen akhir terlalu tinggi,” katanya.
Suryamin menambahkan, untuk margin perdagangan dan pengangkutan beras mencapai 10,42 persen. Dengan margin itu, rata-rata pelaku perdagangan beras mendapatkan keuntungan 10,42 persen dari nilai pembelian. (HEN/IKI/LAS/REN/LAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160229kompas/#/1/
Distribusi Melalui Tujuh hingga Sembilan Tangan
JAKARTA, KOMPAS — Rantai pasok beras dari daerah penghasil ke pasar-pasar kota besar dikuasai para perantara. Kondisi ini menyebabkan perbedaan harga di petani dan konsumen sangat besar. Pemodal memanfaatkan situasi ini.
Petani tidak mendapatkan untung besar, sementara konsumen harus membayar mahal beras. Kesulitan modal bagi petani menjadi penyebab perdagangan beras dikuasai para perantara.
Kondisi ini diketahui setelah Kompas melakukan perjalanan di sejumlah daerah dan mengikuti alur perdagangan beras, pekan lalu, dan mengonfirmasi ke sejumlah kalangan, Minggu (28/2).
Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, misalnya, alur perdagangan beras sangat panjang, mulai dari petani, penebas, pedagang proses atau pemilik penggilingan kecil, pengepul, pedagang besar, pasar beras, pedagang kecil, hingga ke konsumen.
Akibatnya, disparitas harga gabah dan beras medium mulai dari petani sampai ke konsumen pada awal tahun ini cukup tinggi, yaitu rata-rata Rp 6.200 per kilogram. Dari hasil penjualan gabah kering panen (GKP) musim tanam pertama, petani mendapat Rp 3.800 per kg, sementara harga beras medium di konsumen di atas Rp 10.000 per kg.
”Pada tahun ini, kami tidak untung sama sekali. Kami membeli GKP petani Rp 3.700 per kg. Namun, beras kami dibeli pengepul Rp 7.100 per kg, di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), yaitu Rp 7.300 per kg,” kata Wandi (56), pemilik penggilingan kecil di Desa Tambirejo, Kecamatan Gajah, Demak.
Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pemilik penggilingan besar karena memotong alur pedagang proses dan pengepul. Dalam hal ini, peran penebas cukup besar. Mereka memberikan informasi kepada para pedagang pemilik penggilingan besar. Mereka juga menebas padi petani sebelum panen dengan memberikan uang muka kepada petani Rp 2 juta-Rp 4 juta per hektar.
Sementara Darsono (45), pemilik penggilingan padi di Desa Bakung Kulon, Kecamatan Jamblang, mengaku membeli gabah kering giling dari pengepul di sejumlah daerah, terutama Demak dan Kuningan (Jawa Barat), rata-rata Rp 5.000-Rp 5.500 per kg. Harga tersebut sudah termasuk biaya transportasi. Kalau sudah menjadi beras dan dijual di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, harganya menjadi Rp 9.500 per kg untuk beras kualitas II dan Rp 10.000 per kg untuk kualitas I. ”Ketika masuk ke pasar tersebut, saya biasanya membayar Rp 100.000 per truk ke perantara-perantara pedagang di pasar induk,” katanya.
Sangat kuat
Keadaan yang tidak berbeda jauh terjadi di Jawa Timur. Selama ini, penebas atau pengepul menguasai dan menentukan harga gabah saat panen. Peran mereka sangat kuat sehingga perpindahan beras dari petani ke konsumen sangat panjang.
Ketua Paguyuban Pedagang Beras Bendulmerisi Surabaya, Jawa Timur, Sudarno mengatakan, ketergantungan petani pada penebas sangat besar. Petani mengikuti harga yang diminta penebas karena petani membutuhkan biaya untuk panen serta modal untuk musim tanam berikutnya.
Selama ini, penebas menerapkan sistem borongan. Jadi, hanya dengan melihat dari jauh langsung menetapkan harga total hasil produksi, misalnya Rp 20 juta. Tanpa perlu ditimbang, jadi benar-benar seperti berjudi. Dengan cara ini, petani tak lagi repot membiayai proses panen karena itu menjadi tanggung jawab penebas. Biasanya, penebas menaikkan harga Rp 200 hingga Rp 400 per kg ketika menjual beras kepada pedagang.
Suprapto, Ketua Asosiasi Pengusaha Beras dan Padi Sidoarjo, mengatakan, gabah yang dibeli dari petani tidak pernah ditahan setelah diproses, tetapi langsung dijual kepada pedagang. ”Buat apa menyimpan gabah meski sudah diproses melalui mesin pengering canggih dengan kadar air benar-benar rendah. Begitu digiling langsung ke pedagang, tanpa lewat distributor,” katanya.
Petani yang rata-rata penyewa lahan, memilih menjual gabah saat panen karena sudah terjerat tengkulak. Fasilitas sarana pengering berupa terpal plastik dari pemerintah tidak menjamin petani mau menjemur sendiri gabahnya karena tidak memiliki tempat penyimpanan.
Di Makassar, perilaku para perantara dan spekulan juga muncul. Sekretaris Kelompok Tani Nelayan Andalan Sulawesi Selatan M Asri mengatakan, mahalnya harga beras dipicu spekulan atau pedagang yang kadang-kadang menyimpan beras.
Pemodal besar
Jaringan rantai pasokan pedagang dan pemilik penggilingan yang kuat menyebabkan Perum Bulog kesulitan menyerap beras petani. Jaringan rantai distribusi tersebut membentuk harga pasar yang pada tahun ini di atas HPP sehingga semakin menyulitkan Perum Bulog. Kondisi ini semakin rumit karena ada pemodal besar yang menguasai pembelian dari petani, mengolah beras, dan memasarkan langsung ke pusat penjualan.
Badan Pusat Statistik mencatat, alur distribusi beras dari produsen ke konsumen akhir untuk seluruh Indonesia rata-rata melibatkan dua-sembilan fungsi kelembagaan perdagangan.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, alur distribusi terpanjang berada di DKI Jakarta. Pola perdagangannya mencapai tujuh rantai dengan delapan mediator atau kelembagaan. ”Rantai perdagangan seperti itu dapat menyebabkan harga di tingkat konsumen akhir terlalu tinggi,” katanya.
Suryamin menambahkan, untuk margin perdagangan dan pengangkutan beras mencapai 10,42 persen. Dengan margin itu, rata-rata pelaku perdagangan beras mendapatkan keuntungan 10,42 persen dari nilai pembelian. (HEN/IKI/LAS/REN/LAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160229kompas/#/1/
Nasionalisme dan Kedaulatan Pangan
Senin, 29 Februari 2016
SATUHARAPAN.COM - Ketika berlangsung World Food Summit di Roma (1996), dengan yakin para delegasi pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2015 kelaparan di bumi ini akan berkurang setengahnya. Namun, tahun 2015 sudah dilewati, data terkini menunjukkan alih-alih mengalami penurunan, angka penderita kelaparan terus mengalami pemuaian.
Globalisasi perdagangan pangan yang dikemas dalam bungkus “neoliberal” kapitalistik telah menorehkan cacatan memprihatinkan tentang bisnis perut ini. Negara-negara miskin dunia menjadi pengimpor pangan bersih. Artinya ada ratusan negara tidak bisa mengakses pangan secara baik karena tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi pangannya sendiri.
Dalam upaya mengatasi masalah kelaparan dan akses pangan ini, PBB melalui FAO memperkenalkan istilah “ketahanan pangan” (food security) dengan harapan setiap saat, semua orang dapat mengakses pangan dalam jumlah yang cukup dan dapat diterima secara budaya. Namun, konsep tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan sebuah negara untuk memproduksi dan mendistribusi pangan utama secara adil kepada rakyatnya. Ketahanan pangan juga mengabaikan praktik ekspor produk pangan murah. Praktik ini dibiarkan bahkan didorong atas nama perdagangan bebas yang disokong oleh negara-negara maju yang memberikan subsidi penuh kepada petaninya.
Kegagalan ketahanan pangan
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 – diamandemen menjadi UU No. 18 Tahun 2012 – tentang Pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau". UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara FAO (1996) meredefinisi ketahanan pangan sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan (preferensi) pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat.
Namun, tragedi kelaparan di tengah masyarakat dunia (termasuk di Indonesia) hingga saat ini belum bisa diatasi dengan baik lewat simtem ketahanan pangan yang dikembangkan. Kekekerasan terhadap hak atas pangan masih berlangsung di sejumlah negara bahkan bertambah buruk di tengah zaman yang semakin maju teknologinya ini. India adalah negeri dengan jumlah penderita kelaparan tertinggi didunia, disusul Tiongkok. Sekitar 60% dari total penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh negeri-negeri Sub-Sahara dan Afrika sebesar 24%, serta Amerika Latin dan Karibia 6%. Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah 5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat meninggal dunia karena kelaparan dan gizi buruk.
Kegagalan mengatasi kelaparan tidaklah mengherankan sebab ketahanan pangan hanya sebatas pernyataan di atas kertas semata. Pelaksanaan dan tanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan kerapkali dialihkan dari urusan negara menjadi urusan pasar. Prinsip dan strategi neoliberal dijalankan untuk mencapai tujuan ketahanan pangan. Praktik ketahanan pangan yang dimainkan oleh International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO) pada akhirnya hanya menguntungkan negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan raksasa yang terlibat dalam perdagangan dan investasi agribisnis pangan.
Kebijakan perdagangan neoliberal ini menekankan bahwa mengimpor pangan murah adalah jalan terbaik bagi negara-negara miskin untuk mencapai ketahanan pangan dari pada memproduksi pangannya sendiri. Bank Dunia bahkan menegaskan bahwa perdagangan bebas sangat penting bagi ketahanan pangan agar pemanfaatan sumber daya di dunia lebih efesien.
Hak atas pangan
Seiring dengan itu, masalah ketahanan pangan masih merupakan hal yang kompleks bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi, dan konsumsi mempunyai efek multidimensi. Ketahanan pangan tidak hanya terkait pangan, tetapi lebih merupakan masalah keamanan. Ketahanan pangan menjadi prasyarat untuk tercapainya ketahanan politik dan ketahanan ekonomi yang akan bermuara pada ketahanan negara dan kedaulatan bangsa. Presiden AS George W Bush dalam suatu pidatonya dihadapan sejumlah petaninya pada 2001 menyebutkan “Can you imagine a country that was unable to grow enough food to feed the people? It would be a nation subject to international pressure....!” (Sibuea, 2010).
Pangan sangat penting bagi kehidupan. Karenanya, hak atas pangan merupakan perluasan dari hak asasi manusia paling mendasar untuk hidup. Paradigma hak atas pangan mendorong berbagai gerakan masyarakat sipil, termasuk petani, untuk menentukan sendiri konsep pemenuhan pangannya yang berbasis sumber daya lokal. Organisasi petani internasional La Via Campesina melihat hak atas pangan dari perspektif kedaulatan pangan (food sovereignty), yaitu sebagai hak seluruh rakyat, bangsa dan negara untuk menentukan kebijakan petanian dan pangannya sendiri tanpa campur tangan negera lain.
Konsep kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui ruang ketahanan pangan (food security) yang lebih dikenal sebelumnya, yang hanya bertujuan untuk memastikan produksi pangan dalam jumlah yang cukup dengan tidak memperdulikan jenis, di mana, seberapa besar skala dan bagaimana produksi pangan tersebut. Kedaulatan pangan melampaui wacana tentang hak pada umumnya. Ia adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat untuk menuntut dan mewujudkan hak untuk mendapatkan dan memproduksi pangan secara mandiri. Ia berseberangan dengan kekuasaan perusahaan-perusahaan pemilik modal besar di bidang pangan yang merusak sistem produksi pangan rakyat (lokal) melalui perdagangan bebas.
Lahirnya pendekatan kedaulatan pangan dalam perspektif pemenuhan pangan berbasis sumber daya lokal juga didorong oleh kenyataan bahwa hak atas pangan semakin terabaikan oleh negara. Komunitas lokal di berbagai daerah di Tanah Air semakin kerap terancam kelaparan dan termarjinalisasi sebagai akibat liberalisasi perdagangan. Banjir impor pangan murah dari luar negeri – khususnya dari China dan Malaysia – telah membuat usaha kecil bidang pangan dari jutaan komunitas lokal kian terpuruk.
Untuk itu, ada hal penting yang patut dikaji di awal tahun 2016 ini. Dalam dikusi awal tahun 2016 yang diselengerakan Persekutuan Intelegensia Sinar Kasih (PISKA) beberapa waktu lalu di Jakarta terungkap keraguan publik. Setelah satu tahun pemerintahan presiden Jokowi, pembangunan politik pangan nasional semakin tidak jelas arahnya. Keraguan ini bisa dipahami karena masih tingginya ketergantungan kita terhadap pangan impor.
Di tengah kemajuan teknologi pangan, produk pangan olahan berbasis sumber daya lokal seharusnya bisa hadir sejajar dengan produk pangan impor. Produk olahan singkong misalnya tidak lagi dianggap sebagai lambang kemiskinan. Singkong yang sudah lama dikenal masyarakat dalam berbagai bentuk makanan olahan, sentuhan teknologi pangan di dalamnya harus dimaksimalkan untuk mengatrol citranya di mata masyarakat dan sekaligus dimaknai sebagai kebangkitan nasionalisme pangan.
Masyarakat Batak Toba memiliki budaya makan lokal berbasis singkong untuk menyiasati mahalnya harga beras di masa penjajahan Belanda. Mengonsumi ubi singkong rebus sebagai makanan "pembuka" menjadi pilihan yang amat popular saat itu. Pola konsumsi ini dikenal “manggadong” untuk menyebut mengonsumsi ubi rebus sebelum makan nasi (Sibuea, 2014).
Sayangnya, berbagai budaya makan lokal yang dikenal sejak berabad-abad silam secara perlahan mulai terpinggirkan karena pesatnya perkembangan korporasi pangan global memproduksi pangan olahan berbasis gandum. Keterlibatan korporasi transnasional dalam industri pangan telah menghabisi budaya makan berbasis kearifan lokal.
Dengan penguasaan ilmu dan teknologi pangan, korporasi dapat memproduksi dan mengatur sistem distribusi pangan. Harga pun mereka atur sedemikai rupa. Struktur oligopoli bermain dalam ruang bisnis pangan yang menetaskan bentuk penjajahan baru bernama food capitalism. Lantas, sampai kapan perut rakyat Indonesia dijajah pangan impor?
Posman Sibuea
Penulis adalah Guru Besar Ilmu Pangan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumatera Utara. Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser).
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/nasionalisme-dan-kedaulatan-pangan
SATUHARAPAN.COM - Ketika berlangsung World Food Summit di Roma (1996), dengan yakin para delegasi pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2015 kelaparan di bumi ini akan berkurang setengahnya. Namun, tahun 2015 sudah dilewati, data terkini menunjukkan alih-alih mengalami penurunan, angka penderita kelaparan terus mengalami pemuaian.
Globalisasi perdagangan pangan yang dikemas dalam bungkus “neoliberal” kapitalistik telah menorehkan cacatan memprihatinkan tentang bisnis perut ini. Negara-negara miskin dunia menjadi pengimpor pangan bersih. Artinya ada ratusan negara tidak bisa mengakses pangan secara baik karena tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi pangannya sendiri.
Dalam upaya mengatasi masalah kelaparan dan akses pangan ini, PBB melalui FAO memperkenalkan istilah “ketahanan pangan” (food security) dengan harapan setiap saat, semua orang dapat mengakses pangan dalam jumlah yang cukup dan dapat diterima secara budaya. Namun, konsep tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan sebuah negara untuk memproduksi dan mendistribusi pangan utama secara adil kepada rakyatnya. Ketahanan pangan juga mengabaikan praktik ekspor produk pangan murah. Praktik ini dibiarkan bahkan didorong atas nama perdagangan bebas yang disokong oleh negara-negara maju yang memberikan subsidi penuh kepada petaninya.
Kegagalan ketahanan pangan
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 – diamandemen menjadi UU No. 18 Tahun 2012 – tentang Pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau". UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara FAO (1996) meredefinisi ketahanan pangan sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan (preferensi) pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat.
Namun, tragedi kelaparan di tengah masyarakat dunia (termasuk di Indonesia) hingga saat ini belum bisa diatasi dengan baik lewat simtem ketahanan pangan yang dikembangkan. Kekekerasan terhadap hak atas pangan masih berlangsung di sejumlah negara bahkan bertambah buruk di tengah zaman yang semakin maju teknologinya ini. India adalah negeri dengan jumlah penderita kelaparan tertinggi didunia, disusul Tiongkok. Sekitar 60% dari total penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh negeri-negeri Sub-Sahara dan Afrika sebesar 24%, serta Amerika Latin dan Karibia 6%. Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah 5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat meninggal dunia karena kelaparan dan gizi buruk.
Kegagalan mengatasi kelaparan tidaklah mengherankan sebab ketahanan pangan hanya sebatas pernyataan di atas kertas semata. Pelaksanaan dan tanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan kerapkali dialihkan dari urusan negara menjadi urusan pasar. Prinsip dan strategi neoliberal dijalankan untuk mencapai tujuan ketahanan pangan. Praktik ketahanan pangan yang dimainkan oleh International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO) pada akhirnya hanya menguntungkan negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan raksasa yang terlibat dalam perdagangan dan investasi agribisnis pangan.
Kebijakan perdagangan neoliberal ini menekankan bahwa mengimpor pangan murah adalah jalan terbaik bagi negara-negara miskin untuk mencapai ketahanan pangan dari pada memproduksi pangannya sendiri. Bank Dunia bahkan menegaskan bahwa perdagangan bebas sangat penting bagi ketahanan pangan agar pemanfaatan sumber daya di dunia lebih efesien.
Hak atas pangan
Seiring dengan itu, masalah ketahanan pangan masih merupakan hal yang kompleks bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi, dan konsumsi mempunyai efek multidimensi. Ketahanan pangan tidak hanya terkait pangan, tetapi lebih merupakan masalah keamanan. Ketahanan pangan menjadi prasyarat untuk tercapainya ketahanan politik dan ketahanan ekonomi yang akan bermuara pada ketahanan negara dan kedaulatan bangsa. Presiden AS George W Bush dalam suatu pidatonya dihadapan sejumlah petaninya pada 2001 menyebutkan “Can you imagine a country that was unable to grow enough food to feed the people? It would be a nation subject to international pressure....!” (Sibuea, 2010).
Pangan sangat penting bagi kehidupan. Karenanya, hak atas pangan merupakan perluasan dari hak asasi manusia paling mendasar untuk hidup. Paradigma hak atas pangan mendorong berbagai gerakan masyarakat sipil, termasuk petani, untuk menentukan sendiri konsep pemenuhan pangannya yang berbasis sumber daya lokal. Organisasi petani internasional La Via Campesina melihat hak atas pangan dari perspektif kedaulatan pangan (food sovereignty), yaitu sebagai hak seluruh rakyat, bangsa dan negara untuk menentukan kebijakan petanian dan pangannya sendiri tanpa campur tangan negera lain.
Konsep kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui ruang ketahanan pangan (food security) yang lebih dikenal sebelumnya, yang hanya bertujuan untuk memastikan produksi pangan dalam jumlah yang cukup dengan tidak memperdulikan jenis, di mana, seberapa besar skala dan bagaimana produksi pangan tersebut. Kedaulatan pangan melampaui wacana tentang hak pada umumnya. Ia adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat untuk menuntut dan mewujudkan hak untuk mendapatkan dan memproduksi pangan secara mandiri. Ia berseberangan dengan kekuasaan perusahaan-perusahaan pemilik modal besar di bidang pangan yang merusak sistem produksi pangan rakyat (lokal) melalui perdagangan bebas.
Lahirnya pendekatan kedaulatan pangan dalam perspektif pemenuhan pangan berbasis sumber daya lokal juga didorong oleh kenyataan bahwa hak atas pangan semakin terabaikan oleh negara. Komunitas lokal di berbagai daerah di Tanah Air semakin kerap terancam kelaparan dan termarjinalisasi sebagai akibat liberalisasi perdagangan. Banjir impor pangan murah dari luar negeri – khususnya dari China dan Malaysia – telah membuat usaha kecil bidang pangan dari jutaan komunitas lokal kian terpuruk.
Untuk itu, ada hal penting yang patut dikaji di awal tahun 2016 ini. Dalam dikusi awal tahun 2016 yang diselengerakan Persekutuan Intelegensia Sinar Kasih (PISKA) beberapa waktu lalu di Jakarta terungkap keraguan publik. Setelah satu tahun pemerintahan presiden Jokowi, pembangunan politik pangan nasional semakin tidak jelas arahnya. Keraguan ini bisa dipahami karena masih tingginya ketergantungan kita terhadap pangan impor.
Di tengah kemajuan teknologi pangan, produk pangan olahan berbasis sumber daya lokal seharusnya bisa hadir sejajar dengan produk pangan impor. Produk olahan singkong misalnya tidak lagi dianggap sebagai lambang kemiskinan. Singkong yang sudah lama dikenal masyarakat dalam berbagai bentuk makanan olahan, sentuhan teknologi pangan di dalamnya harus dimaksimalkan untuk mengatrol citranya di mata masyarakat dan sekaligus dimaknai sebagai kebangkitan nasionalisme pangan.
Masyarakat Batak Toba memiliki budaya makan lokal berbasis singkong untuk menyiasati mahalnya harga beras di masa penjajahan Belanda. Mengonsumi ubi singkong rebus sebagai makanan "pembuka" menjadi pilihan yang amat popular saat itu. Pola konsumsi ini dikenal “manggadong” untuk menyebut mengonsumsi ubi rebus sebelum makan nasi (Sibuea, 2014).
Sayangnya, berbagai budaya makan lokal yang dikenal sejak berabad-abad silam secara perlahan mulai terpinggirkan karena pesatnya perkembangan korporasi pangan global memproduksi pangan olahan berbasis gandum. Keterlibatan korporasi transnasional dalam industri pangan telah menghabisi budaya makan berbasis kearifan lokal.
Dengan penguasaan ilmu dan teknologi pangan, korporasi dapat memproduksi dan mengatur sistem distribusi pangan. Harga pun mereka atur sedemikai rupa. Struktur oligopoli bermain dalam ruang bisnis pangan yang menetaskan bentuk penjajahan baru bernama food capitalism. Lantas, sampai kapan perut rakyat Indonesia dijajah pangan impor?
Posman Sibuea
Penulis adalah Guru Besar Ilmu Pangan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumatera Utara. Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser).
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/nasionalisme-dan-kedaulatan-pangan
Panen Raya di Depan Mata, Bulog Harus Trengginas
Senin, 29 Februari 2016
INILAHCOM, Cilacap - Masuk musim panen Maret-April, produksi beras diprediksi bakal melimpah. Perum Bulog harus bersiap untuk menyerap padi ataupun beras dari petani dengan harga yang indah.
"Kita harapkan Bulog bisa menyerap gabah secara langsung dari petani, supaya harga gabah petani tidak anjlok," kata Agung Heriandi, Kepala Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian di Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (28/2/2016).
Saat ini, kata Agung, pemerintah telah menetapkan HPP Gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700/kg. Selanjutnya, pemerintah menjamin harga gabah atau beras, tidak turun di tengah melimpahnya pasokan karena musim panen.
Menurut Agung, kondisi yang terjadi saat ini, diduga kuat adanya beras yang masuk ke pasar sentra besar, dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya, harga beras menjadi murah alias turun.
"Harga beras minggu pertama Februari sebesar Rp 13.344 per kilogram. Pada minggu kedua, anjlok signifikan menjadi Rp 7.500 sampai Rp 10 ribu per kilogram," paparnya.
Untuk mengantisipasi agar harga beras tidak jadi permaifan para mafia, lanjut Agung, Kementan memperkuat kerjasama dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agar praktik rente dengan mempermainkan harga beras tida terus terjadi. [ipe]
INILAHCOM, Cilacap - Masuk musim panen Maret-April, produksi beras diprediksi bakal melimpah. Perum Bulog harus bersiap untuk menyerap padi ataupun beras dari petani dengan harga yang indah.
"Kita harapkan Bulog bisa menyerap gabah secara langsung dari petani, supaya harga gabah petani tidak anjlok," kata Agung Heriandi, Kepala Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian di Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (28/2/2016).
Saat ini, kata Agung, pemerintah telah menetapkan HPP Gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700/kg. Selanjutnya, pemerintah menjamin harga gabah atau beras, tidak turun di tengah melimpahnya pasokan karena musim panen.
Menurut Agung, kondisi yang terjadi saat ini, diduga kuat adanya beras yang masuk ke pasar sentra besar, dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya, harga beras menjadi murah alias turun.
"Harga beras minggu pertama Februari sebesar Rp 13.344 per kilogram. Pada minggu kedua, anjlok signifikan menjadi Rp 7.500 sampai Rp 10 ribu per kilogram," paparnya.
Untuk mengantisipasi agar harga beras tidak jadi permaifan para mafia, lanjut Agung, Kementan memperkuat kerjasama dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agar praktik rente dengan mempermainkan harga beras tida terus terjadi. [ipe]
Minggu, 28 Februari 2016
PERLUAS JANGKAUAN, BULOG PERLU JADI BADAN OTORITAS PANGAN
MINGGU, 28 FEBRUARI 2016
RMOL. Komisi IV DPR bakal mendorong Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional.
Menurut anggota Komisi IV Made Urip, dengan menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional maka Bulog bisa bertanggung jawab mengendalikan dan menjamin ketersediaan seluruh bahan pangan di Indonesia.
Dia mengatakan, selama ini pemerintah sulit mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan karena kewenangan Bulog dalam mengendalikan pangan terbatas. Yakni Perum Bulog hanya mengurus bahan pangan strategis seperti beras, gula, dan terigu.
"Dengan status Badan Otoritas Pangan Nasional maka Bulog bisa mengurus, mengendalikan, dan menjamin ketersediaan seluruh bahan pangan, termasuk bahan pangan dari perikanan," katanya kepada redaksi di Jakarta, Minggu (28/2)
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, dengan status Badan Otoritas Pangan, Bulog akan lebih mudah mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia. Karena kewenangan sudah lebih luas dibandingkan dengan hanya sebagai Perum.
"Kita harapkan pemerintahan Jokowi-JK bisa segera merespon usulan perubahan status Perum Bulog menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional, sehingga masalah ketersediaan pangan di negara ini bisa lebih terjamin," tegas Made Urip. [wah]
http://www.rmol.co/read/2016/02/28/237496/Perluas-Jangkauan,-Bulog-Perlu-Jadi-Badan-Otoritas-Pangan-
RMOL. Komisi IV DPR bakal mendorong Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional.
Menurut anggota Komisi IV Made Urip, dengan menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional maka Bulog bisa bertanggung jawab mengendalikan dan menjamin ketersediaan seluruh bahan pangan di Indonesia.
Dia mengatakan, selama ini pemerintah sulit mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan karena kewenangan Bulog dalam mengendalikan pangan terbatas. Yakni Perum Bulog hanya mengurus bahan pangan strategis seperti beras, gula, dan terigu.
"Dengan status Badan Otoritas Pangan Nasional maka Bulog bisa mengurus, mengendalikan, dan menjamin ketersediaan seluruh bahan pangan, termasuk bahan pangan dari perikanan," katanya kepada redaksi di Jakarta, Minggu (28/2)
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, dengan status Badan Otoritas Pangan, Bulog akan lebih mudah mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia. Karena kewenangan sudah lebih luas dibandingkan dengan hanya sebagai Perum.
"Kita harapkan pemerintahan Jokowi-JK bisa segera merespon usulan perubahan status Perum Bulog menjadi Badan Otoritas Pangan Nasional, sehingga masalah ketersediaan pangan di negara ini bisa lebih terjamin," tegas Made Urip. [wah]
http://www.rmol.co/read/2016/02/28/237496/Perluas-Jangkauan,-Bulog-Perlu-Jadi-Badan-Otoritas-Pangan-
DPR: Bulog Urus Beras Saja, Gak Usah yang Lain
Anggota Komisi IV DPR RI Sudin menilai kebijakan pemerintah menugaskan Perum Bulog (Badan Urusan Logistik) mengelola tiga komoditi utama yaitu beras, jagung dan kedelai tak tepat. Sebab, peran perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ini tidak banyak membantu menstabilkan pangan.
“Memang beras cukup tapi masih impor. Makanya Bulog fokus urus beras saja dulu, baru komoditi lain yang menjadi hajat banyak seperti gula,” kata dia kepada JawaPos.com, Kamis (25/2).
Saat rapat dengan Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu, legislator asal Lampung itu mengusulkan agar pemerintah menugaskan perum Bulog mengelola beras dan pupuk sekaligus.
Penugasan ini, lanjut dia, akan memperkuat peran Bulog dalam menjaga stabilitas pangan nasional, karena di lapangan kios Pupuk banyak ditemukan yang nakal.
“Ada barter. Jadi Gapoktan (Gabungan kelompok tani) diharapkan dapat pupuk bersubsidi. Setor beras sama saya (Bulog), Anda bisa ambil pupuk sesuai RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok),” ungkap dia.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menghimbau kepada pemerintah agar menugaskan Bulog sesuai peran utamanya sebagai penyangga stok cadangan pangan (buffer stock). Bukan perusahaan yang juga dituntut mendapatkan profit, sehingga komoditas beras mesti dilepas ke pasar. Selain itu, Bulog juga harus mengacu pada kebijakan harga yang telah ditetapkan, yaitu kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang seringkali kalah kompetitif dibandingkan para pesaingnya “Akibatnya bulog pun kalah dengan pesaing atau cukong beras di pasar itu,” sindir dia.
Selain itu, Sudin juga mendorong terbentuknya Undang-Undang Ketahanan Pangan. Sayangnya, pemerintah belum setuju untuk menerapkannya.
“Jika UU ketahanan diberlakukan. Tak perlu salahkan antar kementerian. Tupoksi masing-masing sudah ada,” bilang dia.
Lebih jauh, Sudin memberikan saran kepada pemerintah agar mengganti pemberian penghargaan yang tak banyak berdampak.
“Ganti saja dengan target. Misal, produksi padi ditarget 5 juta ton dan lebih dari itu dikasih tambahan alokasi anggaran sebesar Rp 50 miliar untuk pembangunan irigasi. Begitu sebaliknya, tak sampai target bisa dipotong,” tandas dia. (hyt/JPG)
“Memang beras cukup tapi masih impor. Makanya Bulog fokus urus beras saja dulu, baru komoditi lain yang menjadi hajat banyak seperti gula,” kata dia kepada JawaPos.com, Kamis (25/2).
Saat rapat dengan Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu, legislator asal Lampung itu mengusulkan agar pemerintah menugaskan perum Bulog mengelola beras dan pupuk sekaligus.
Penugasan ini, lanjut dia, akan memperkuat peran Bulog dalam menjaga stabilitas pangan nasional, karena di lapangan kios Pupuk banyak ditemukan yang nakal.
“Ada barter. Jadi Gapoktan (Gabungan kelompok tani) diharapkan dapat pupuk bersubsidi. Setor beras sama saya (Bulog), Anda bisa ambil pupuk sesuai RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok),” ungkap dia.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menghimbau kepada pemerintah agar menugaskan Bulog sesuai peran utamanya sebagai penyangga stok cadangan pangan (buffer stock). Bukan perusahaan yang juga dituntut mendapatkan profit, sehingga komoditas beras mesti dilepas ke pasar. Selain itu, Bulog juga harus mengacu pada kebijakan harga yang telah ditetapkan, yaitu kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang seringkali kalah kompetitif dibandingkan para pesaingnya “Akibatnya bulog pun kalah dengan pesaing atau cukong beras di pasar itu,” sindir dia.
Selain itu, Sudin juga mendorong terbentuknya Undang-Undang Ketahanan Pangan. Sayangnya, pemerintah belum setuju untuk menerapkannya.
“Jika UU ketahanan diberlakukan. Tak perlu salahkan antar kementerian. Tupoksi masing-masing sudah ada,” bilang dia.
Lebih jauh, Sudin memberikan saran kepada pemerintah agar mengganti pemberian penghargaan yang tak banyak berdampak.
“Ganti saja dengan target. Misal, produksi padi ditarget 5 juta ton dan lebih dari itu dikasih tambahan alokasi anggaran sebesar Rp 50 miliar untuk pembangunan irigasi. Begitu sebaliknya, tak sampai target bisa dipotong,” tandas dia. (hyt/JPG)
Sabtu, 27 Februari 2016
Bulog Harus Cek Kualitas Beras Sebelum Menjual ke Masyarakat
Sabtu, 27 Februari 2016
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sudah melakukan kunjungan ke beberapa daerah, seperti Medan, Pekanbaru dan Ternate. Tujuannya untuk memastikan kualitas beras bagi warga penerima.
Hasil dari kunjungan, Khofifah ingin ada peningkatan kualitas beras. Untuk memastikannya, pihaknya meminta pengelola Bulog divisi regional (divre) dan sub-divre agar memfoto beras sebelum didistribusikan kepada warga.
“Kami telah meminta pada Bulog untuk memfoto beras tersebut, sebelum didistribusikan kepada warga masyarakat agar bisa termonitor perjalannya,” ujar Khofifah, Jumat (26/2/2016).
Khofifah menjelaskan pihak Bulog mengambil gambar jikalau ada beras yang sampai ke tangan penerima dengan kualitas tidak sesuai spek yang telah ditentukan. Hal itu, bisa terjadi mengalami perubahan selama dalam perjalanan.
“Kami dari Kementerian Sosial (Kemensos) tidak pernah memesan kepada Bulog beras di bawah standar medium, sehingga layak dikonsumsi warga," papar Khofifah.
Kebijakan pada November akhir tahun lalu, dan mulai Januari ini dilakukan pengepakkan kembali atau repacking di gudang Bulog. Dengan pengepakan tersebut bisa dilihat mana beras yang layak maupun tidak.
“Adanya repacking tersebut, untuk memastikan mana beras layak konsumsi maupun tidak dan ada reposisi bisa atau tidak diterima warga si penerima manfaat," kata Khofifah.
Saat ini, repacking terhadap karung beras yang berisi 50 kilogram. Sebab, selama ini baru sebagian yang bisa terlihat dengan jelas mana-mana saja beras yang bisa didistribusikan dan diterima oleh para penerima.
“Repacking dilakukan terhadap karung 50 kilogram untuk mengetahui kualitas beras mana yang layak dan bisa didistribukan kepada warga penerima," jelas Khofifah.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/02/27/bulog-harus-cek-kualitas-beras-sebelum-menjual-ke-masyarakat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sudah melakukan kunjungan ke beberapa daerah, seperti Medan, Pekanbaru dan Ternate. Tujuannya untuk memastikan kualitas beras bagi warga penerima.
Hasil dari kunjungan, Khofifah ingin ada peningkatan kualitas beras. Untuk memastikannya, pihaknya meminta pengelola Bulog divisi regional (divre) dan sub-divre agar memfoto beras sebelum didistribusikan kepada warga.
“Kami telah meminta pada Bulog untuk memfoto beras tersebut, sebelum didistribusikan kepada warga masyarakat agar bisa termonitor perjalannya,” ujar Khofifah, Jumat (26/2/2016).
Khofifah menjelaskan pihak Bulog mengambil gambar jikalau ada beras yang sampai ke tangan penerima dengan kualitas tidak sesuai spek yang telah ditentukan. Hal itu, bisa terjadi mengalami perubahan selama dalam perjalanan.
“Kami dari Kementerian Sosial (Kemensos) tidak pernah memesan kepada Bulog beras di bawah standar medium, sehingga layak dikonsumsi warga," papar Khofifah.
Kebijakan pada November akhir tahun lalu, dan mulai Januari ini dilakukan pengepakkan kembali atau repacking di gudang Bulog. Dengan pengepakan tersebut bisa dilihat mana beras yang layak maupun tidak.
“Adanya repacking tersebut, untuk memastikan mana beras layak konsumsi maupun tidak dan ada reposisi bisa atau tidak diterima warga si penerima manfaat," kata Khofifah.
Saat ini, repacking terhadap karung beras yang berisi 50 kilogram. Sebab, selama ini baru sebagian yang bisa terlihat dengan jelas mana-mana saja beras yang bisa didistribusikan dan diterima oleh para penerima.
“Repacking dilakukan terhadap karung 50 kilogram untuk mengetahui kualitas beras mana yang layak dan bisa didistribukan kepada warga penerima," jelas Khofifah.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/02/27/bulog-harus-cek-kualitas-beras-sebelum-menjual-ke-masyarakat
Bulog Perkuat Infrastruktur Gudang Serap Komoditi
Jumat, 26 Februari 2016
MEDAN, WOL – Bulog memperkuat infrastruktur gudang untuk dapat menyerap 11 komoditi yang merupakan bagian instrumen menjaga harga komoditi itu di pasaran.
Infrastruktur yang dimaksud adalah persiapan gudang di Jalan Mustafa untuk penyimpanan beras, gula, terigu dan minyak goreng. Sementara Gudang di Mabar untuk 11 komoditi antara lain jagung, kedele, cabe merah, bawang merah, daging sapi, daging ayam, telur ayam.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumatera Utara, Fathah Yasin kepada Waspada Online, Jumat (26/2) mengatakan, Bulog melakukan upaya maksimal untuk stok beras dimana pengendalian beras sudah ada teknologi dan peralatannya.
“Selain itu, merintis cold storage mini disebut “river container” untuk menyimpan cabe. Di Jakarta sudah ada cold storage dengan kapasitas menyimpan 200 ton daging. Jadi kita perlu siapkan infrastruktur daging, juga teknologi penyimpanan bawang, cabe, telor dan ayam.Untuk membangun infratsruktur itu secara nasional butuh Rp3 triliun,”ungkapnya.
Bulog bersama Subdivre dan Kansilog membangun Bulog Mart yang sekarang ada di empat Subdivre yakni Medan, Pematang Siantar, Kisaran dan Padang Sidempuan.
Ada juga di Kansilog Kabanjahe, Sibolga, Gunung Sitoli dan Rantau Prapat. Bulog juga membuat keleluasaan untuk membangun bisnis dengan jaringan Bulog. “Bulog menawarkan kepada siapa saja yang ingin memasok bahan pangannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, setelah Bulog menjadi Perum tahun 2013, perusahaan ini harus mencari keuntungan dengan berbisnis komoditi lain selain tugas utama menyalurkan Raskin/Rastra, operasi pasar dan bencana alam.
“Secara nasional ada 114 dengan kapasitas tingkat menengah. Untuk itu, Bulog harus merintis usaha tersebut melalui lima unit bisnis antara lain Unit Bisnis Penggilingan gabah dan beras di Sumut ada dua (Rantau Prapat dan Kisaran),”ujarnya.
“Ada 11 komoditas yang ditangani yakni beras premium, gula, minyak goreng, tepung terigu, jagung, kacang kedele, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah dan cabe merah. Untuk Unit Bisnis Bulog Mart berupa perdagangan komoditas,”jelasnya.
“Intinya melalui komoditas ini Bulog dapat keuntungan dan menjaga stabilitas yang juga bagian instrumen menjaga harga,” katanya.
Bulog punya rencana penanaman padi 1 juta hektar diantaranya 34.000 hektar di Sumut, terutama di daerah-daerah lumbung beras untuk secara Nasional.
“Dan Bulog juga memiliki strategi lainnya dimana ada empat on farm yakni mandiri Bulog dimana Bulog mencari lahan sawah untuk menanam padi. Mandiri kemitraan yakni Bulog memberi biaya untuk sarana produksi (saprodi) petani. Mandiri petani yakni petani punya lahan sendiri, tanam sendiri, tapi Bulog ada MoU dengan petani untuk penyerapan gabah. Mandiri Sinergi yakni banyak program-program yang berkaitan dengan instansi terkait,”tutupnya.(wol/eko/data2)
http://waspada.co.id/warta/bulog-perkuat-infrastruktur-gudang-serap-komoditi/
MEDAN, WOL – Bulog memperkuat infrastruktur gudang untuk dapat menyerap 11 komoditi yang merupakan bagian instrumen menjaga harga komoditi itu di pasaran.
Infrastruktur yang dimaksud adalah persiapan gudang di Jalan Mustafa untuk penyimpanan beras, gula, terigu dan minyak goreng. Sementara Gudang di Mabar untuk 11 komoditi antara lain jagung, kedele, cabe merah, bawang merah, daging sapi, daging ayam, telur ayam.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumatera Utara, Fathah Yasin kepada Waspada Online, Jumat (26/2) mengatakan, Bulog melakukan upaya maksimal untuk stok beras dimana pengendalian beras sudah ada teknologi dan peralatannya.
“Selain itu, merintis cold storage mini disebut “river container” untuk menyimpan cabe. Di Jakarta sudah ada cold storage dengan kapasitas menyimpan 200 ton daging. Jadi kita perlu siapkan infrastruktur daging, juga teknologi penyimpanan bawang, cabe, telor dan ayam.Untuk membangun infratsruktur itu secara nasional butuh Rp3 triliun,”ungkapnya.
Bulog bersama Subdivre dan Kansilog membangun Bulog Mart yang sekarang ada di empat Subdivre yakni Medan, Pematang Siantar, Kisaran dan Padang Sidempuan.
Ada juga di Kansilog Kabanjahe, Sibolga, Gunung Sitoli dan Rantau Prapat. Bulog juga membuat keleluasaan untuk membangun bisnis dengan jaringan Bulog. “Bulog menawarkan kepada siapa saja yang ingin memasok bahan pangannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, setelah Bulog menjadi Perum tahun 2013, perusahaan ini harus mencari keuntungan dengan berbisnis komoditi lain selain tugas utama menyalurkan Raskin/Rastra, operasi pasar dan bencana alam.
“Secara nasional ada 114 dengan kapasitas tingkat menengah. Untuk itu, Bulog harus merintis usaha tersebut melalui lima unit bisnis antara lain Unit Bisnis Penggilingan gabah dan beras di Sumut ada dua (Rantau Prapat dan Kisaran),”ujarnya.
“Ada 11 komoditas yang ditangani yakni beras premium, gula, minyak goreng, tepung terigu, jagung, kacang kedele, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah dan cabe merah. Untuk Unit Bisnis Bulog Mart berupa perdagangan komoditas,”jelasnya.
“Intinya melalui komoditas ini Bulog dapat keuntungan dan menjaga stabilitas yang juga bagian instrumen menjaga harga,” katanya.
Bulog punya rencana penanaman padi 1 juta hektar diantaranya 34.000 hektar di Sumut, terutama di daerah-daerah lumbung beras untuk secara Nasional.
“Dan Bulog juga memiliki strategi lainnya dimana ada empat on farm yakni mandiri Bulog dimana Bulog mencari lahan sawah untuk menanam padi. Mandiri kemitraan yakni Bulog memberi biaya untuk sarana produksi (saprodi) petani. Mandiri petani yakni petani punya lahan sendiri, tanam sendiri, tapi Bulog ada MoU dengan petani untuk penyerapan gabah. Mandiri Sinergi yakni banyak program-program yang berkaitan dengan instansi terkait,”tutupnya.(wol/eko/data2)
http://waspada.co.id/warta/bulog-perkuat-infrastruktur-gudang-serap-komoditi/
Jumat, 26 Februari 2016
Bulog Salurkan 10.500 Ton Jagung ke Indusri Pakan Ternak
Kamis, 25 Februari 2016
Surabaya - Perum Bulog telah menyalurkan 10.500 ton jagung kepada para peternak individu dan pabrik pakan ternak (feedmill) skala menengah-kecil di sejumlah wilayah di Indonesia melalui kegiatan operasi pasar (OP). OP ditujukan untuk menstabilkan harga jagung di Tanah Air yang sempat mengalami lonjakan cukup tinggi dalam dua bulan terakhir.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, selama OP berlangsung, jagung yang telah disalurkan mencapai 10.500 ton yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. “Penyaluran melalui OP itu untuk menstabilkan harga jagung yang sempat mengalami lonjakan cukup tinggi,” kata dia di Surabaya, Rabu (24/2).
Menurut dia, jagung itu dibeli Bulog dari Brasil untuk memenuhi kebutuhan bagi industri pakan ternak. Jagung yang digunakan untuk OP memiliki kualitas standar karena peruntukannya sebagai pakan ternak. “Kalau jagung dibeli murah, industri feedmill bisa menjual pakan ternak lebih murah. Dampaknya, harga daging ayam dan telur ayam yang melonjak juga bisa kembali stabil,” katanya.
Rencananya, kata dia, OP jagung akan digelar sampai Maret mendatang hingga ada stabilisasi harga di pasar. Sementara harga jagung di pasar umum saat ini di kisaran Rp 5.500-6.000 per kilogram (kg). “Dalam OP ini, Bulog menjual jagung seharga Rp 3.600 per kg,” ungkapnya.
Secara nasional, sampai Maret mendatang disiapkan jagung sebanyak 60 ribu ton. Namun, untuk realisasi awal hanya 1.200 ton di empat provinsi di Indonesia, yakni Divre DKI Jakarta di Cigading Banten, Jawa Barat di Cirebon, Semarang Jawa Tengah, dan Jatim.
Menurut dia, untuk pengadaan jagung lokal di tingkat petani masih belum ada regulasi yang mengatur. Untuk pengadaan jagung domestik, Perum Bulog masih menunggu peraturan presiden (Perpres). “Belum ada Perpresnya. Pembelian dari impor untuk stabilisasi harga saja,” tandasnya.
Sementara itu, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur (Divre Jatim) telah menyalurkan jagung sebanyak 7.300 ton pada industri pakan ternak (feedmill) skala menengah-kecil dan para peternak individu. Penyaluran itu dilakukan melalui operasi pasar (OP) yang digelar sejak awal bulan ini.
Kepala Perum Bulog Divre Jatim Perum Bulog Witono mengatakan, OP yang digelar di Jatim mampu menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga jagung di pasar. Selain menyalurkan jagung pada industri feedmill, Bulog juga melakukan pembelian melalui pengalihan jagung impor swasta sebanyak 115.986 ton serta mendapatkan kuota impor dari Bulog Pusat sebanyak 20 ribu ton untuk tahap pertama. “Total impor yang dilakukan Bulog Jatim rencananya 60 ribu ton,” ujar dia.
Surabaya - Perum Bulog telah menyalurkan 10.500 ton jagung kepada para peternak individu dan pabrik pakan ternak (feedmill) skala menengah-kecil di sejumlah wilayah di Indonesia melalui kegiatan operasi pasar (OP). OP ditujukan untuk menstabilkan harga jagung di Tanah Air yang sempat mengalami lonjakan cukup tinggi dalam dua bulan terakhir.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, selama OP berlangsung, jagung yang telah disalurkan mencapai 10.500 ton yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. “Penyaluran melalui OP itu untuk menstabilkan harga jagung yang sempat mengalami lonjakan cukup tinggi,” kata dia di Surabaya, Rabu (24/2).
Menurut dia, jagung itu dibeli Bulog dari Brasil untuk memenuhi kebutuhan bagi industri pakan ternak. Jagung yang digunakan untuk OP memiliki kualitas standar karena peruntukannya sebagai pakan ternak. “Kalau jagung dibeli murah, industri feedmill bisa menjual pakan ternak lebih murah. Dampaknya, harga daging ayam dan telur ayam yang melonjak juga bisa kembali stabil,” katanya.
Rencananya, kata dia, OP jagung akan digelar sampai Maret mendatang hingga ada stabilisasi harga di pasar. Sementara harga jagung di pasar umum saat ini di kisaran Rp 5.500-6.000 per kilogram (kg). “Dalam OP ini, Bulog menjual jagung seharga Rp 3.600 per kg,” ungkapnya.
Secara nasional, sampai Maret mendatang disiapkan jagung sebanyak 60 ribu ton. Namun, untuk realisasi awal hanya 1.200 ton di empat provinsi di Indonesia, yakni Divre DKI Jakarta di Cigading Banten, Jawa Barat di Cirebon, Semarang Jawa Tengah, dan Jatim.
Menurut dia, untuk pengadaan jagung lokal di tingkat petani masih belum ada regulasi yang mengatur. Untuk pengadaan jagung domestik, Perum Bulog masih menunggu peraturan presiden (Perpres). “Belum ada Perpresnya. Pembelian dari impor untuk stabilisasi harga saja,” tandasnya.
Sementara itu, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur (Divre Jatim) telah menyalurkan jagung sebanyak 7.300 ton pada industri pakan ternak (feedmill) skala menengah-kecil dan para peternak individu. Penyaluran itu dilakukan melalui operasi pasar (OP) yang digelar sejak awal bulan ini.
Kepala Perum Bulog Divre Jatim Perum Bulog Witono mengatakan, OP yang digelar di Jatim mampu menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga jagung di pasar. Selain menyalurkan jagung pada industri feedmill, Bulog juga melakukan pembelian melalui pengalihan jagung impor swasta sebanyak 115.986 ton serta mendapatkan kuota impor dari Bulog Pusat sebanyak 20 ribu ton untuk tahap pertama. “Total impor yang dilakukan Bulog Jatim rencananya 60 ribu ton,” ujar dia.
Beli beras petani, Bulog tetap gunakan HPP lama
Kamis, 25 Februari 2016
PALU. Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Sulawesi Tengah tetap akan menggunakan standar harga pembelian pemerintah (HPP) membeli beras petani pada musim panen 2016 ini.
"Hingga kini belum ada HPP beras baru yang ditetapkan pemerintah," kata Kepala Bidang Pelayanan Publik Bulog setempat, Abdul Gani Kanae di Palu, Kamis.
Ia mengatakan HPP beras lama sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang harga beras pembelian oleh Bulog ditetapkan sebesar Rp 7.300/kg.
Sepanjang belum ada HPP baru, tentu Bulog di daerah, termasuk di Sulteng masih mengacu kepada HPP 2015 dalam membeli beras petani.
Menurut dia, sedikit akan menyulitkan Bulog untuk membeli produksi petani yang selama ini banyak diserap para pedagang dari luar daerah.
Apalagi, kata dia, harga beras di tingkat produsen saat ini masih jauh diatas HPP, meski sudah turun.
Sekarang harga beras di penggilingan-penggilingan padi di wilayah Sulteng masih di atas HPP yakni berkisar Rp 8.500-Rp 9.000/kg.
Sebelumnya harga beras di tingkat produsen mencapai Rp 9.500/kg.
Dengan HPP lama ditetapkan pemerintah Rp 7.300/kg, Bulog akan sulit bersaing dengan pedagang luar membeli beras petani.
"Tapi kita tetap optimistis bisa membeli beras petani pada panen musim tanam pertama yang akan berlangsung sekitar April 2016," katanya.
Pada musim panen (MP) 2016 ini, Bulog Sulteng menargetkan pembelian beras di daerah itu sebanyak 42.000 ton yang terdiri 40.000 ton PSO dan 2.000 ton komersil.
Kebutuhan penyaluran di Sulteng setiap tahunnya mencapai sekitar 40.000 ton.
http://regional.kontan.co.id/news/beli-beras-petani-bulog-tetap-gunakan-hpp-lama
PALU. Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Sulawesi Tengah tetap akan menggunakan standar harga pembelian pemerintah (HPP) membeli beras petani pada musim panen 2016 ini.
"Hingga kini belum ada HPP beras baru yang ditetapkan pemerintah," kata Kepala Bidang Pelayanan Publik Bulog setempat, Abdul Gani Kanae di Palu, Kamis.
Ia mengatakan HPP beras lama sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang harga beras pembelian oleh Bulog ditetapkan sebesar Rp 7.300/kg.
Sepanjang belum ada HPP baru, tentu Bulog di daerah, termasuk di Sulteng masih mengacu kepada HPP 2015 dalam membeli beras petani.
Menurut dia, sedikit akan menyulitkan Bulog untuk membeli produksi petani yang selama ini banyak diserap para pedagang dari luar daerah.
Apalagi, kata dia, harga beras di tingkat produsen saat ini masih jauh diatas HPP, meski sudah turun.
Sekarang harga beras di penggilingan-penggilingan padi di wilayah Sulteng masih di atas HPP yakni berkisar Rp 8.500-Rp 9.000/kg.
Sebelumnya harga beras di tingkat produsen mencapai Rp 9.500/kg.
Dengan HPP lama ditetapkan pemerintah Rp 7.300/kg, Bulog akan sulit bersaing dengan pedagang luar membeli beras petani.
"Tapi kita tetap optimistis bisa membeli beras petani pada panen musim tanam pertama yang akan berlangsung sekitar April 2016," katanya.
Pada musim panen (MP) 2016 ini, Bulog Sulteng menargetkan pembelian beras di daerah itu sebanyak 42.000 ton yang terdiri 40.000 ton PSO dan 2.000 ton komersil.
Kebutuhan penyaluran di Sulteng setiap tahunnya mencapai sekitar 40.000 ton.
http://regional.kontan.co.id/news/beli-beras-petani-bulog-tetap-gunakan-hpp-lama
Dulu Disimpan Satu Tahun, Kini Cuma Empat Bulan
Kamis, 25 Februari 2016
Beras Bulog kini hanya disimpan empat bulan untung menghindari penurunan kualitas
Harianjogja.com, SLEMAN-Menanggapi berbagai keluhan masyarakat tentang kualitas raskin yang dianggap buruk, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan perubahan pada tahun 2016 ini.
Masa penyimpanan yang pada tahun sebelumnya mencapai satu tahun, tahun ini diperpendek menjadi empat bulan.
Kepala Bulog Divisi Regional (Divre) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sugit Tedjo Mulyono menyampaikan, perubahan cara penyimpanan tersebut dilakukan untuk menanggapi keluhan masyarakat tentang beras yang bau apek.
“Tahun kemarin masa simpannya delapan sampai satu tahun jadi ada yang bau [apek] karena masa simpannya lama. Sekarang rata-rata empat bulan,” kata Sugit di sela-sela pemantauan pendistribusian raskin di Balai Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Rabu (24/2/2016).
Selain raskin yang berbau, masyarakat juga mengeluhkan warna beras yang kekuningan dan berkutu. Untuk itu, Sugit menyarankan agar ketika raskin didistribusikan ke titik distribusi, penerima raskin di tingkat desa maupun Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) harus segera mengecek kondisi beras.
“Penggantian beras dalam waktu satu hari. Ya ketika beras kami distribusikan itu,” ungkapnya.
Salah satu RTSPM, Tutik, mengatakan, selama ini raskin yang ia terima terkadang baunya apek. Meski demikian jika dipersentasekan, beras yang ia terima lebih banyak yang berkualitas bagus.
“Selama ini kadang bagus, kadang enggak [bagus]. Labih banyak bagusnya. Enggak bagusnya itu karena bau,” kata perempuan asal Dusun Sempon, Wukirsari ini.
Di Desa Wukirsari sendiri ada Kelompok Masyarakat Sejahtera (Pokmastra) yang bertugas menyalurkan raskin dari Bulog kepada penerima. Pokmastra juga bertugas memastikan kualitas beras.
Ketua Pokmastra Ahmad Mustofa mengatakan, setiap evalusasi raskin yang dilakukan tanggal 1, keluhan akan kondisi beras yang buruk lebih banyak pada beras yang bau apek dan warnyanya kuning.
“Kebanyakan RTSPM itu kan petani. Mereka inginnya raskin yang diberikan itu yang habis digiling. Kan juga tidak bisa Bulog ngasih beras yang baru saja digiling,” ujar dia.
http://m.harianjogja.com/baca/2016/02/25/beras-bulog-dulu-disimpan-satu-tahun-kini-cuma-empat-bulan-695011
Beras Bulog kini hanya disimpan empat bulan untung menghindari penurunan kualitas
Harianjogja.com, SLEMAN-Menanggapi berbagai keluhan masyarakat tentang kualitas raskin yang dianggap buruk, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan perubahan pada tahun 2016 ini.
Masa penyimpanan yang pada tahun sebelumnya mencapai satu tahun, tahun ini diperpendek menjadi empat bulan.
Kepala Bulog Divisi Regional (Divre) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sugit Tedjo Mulyono menyampaikan, perubahan cara penyimpanan tersebut dilakukan untuk menanggapi keluhan masyarakat tentang beras yang bau apek.
“Tahun kemarin masa simpannya delapan sampai satu tahun jadi ada yang bau [apek] karena masa simpannya lama. Sekarang rata-rata empat bulan,” kata Sugit di sela-sela pemantauan pendistribusian raskin di Balai Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Rabu (24/2/2016).
Selain raskin yang berbau, masyarakat juga mengeluhkan warna beras yang kekuningan dan berkutu. Untuk itu, Sugit menyarankan agar ketika raskin didistribusikan ke titik distribusi, penerima raskin di tingkat desa maupun Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) harus segera mengecek kondisi beras.
“Penggantian beras dalam waktu satu hari. Ya ketika beras kami distribusikan itu,” ungkapnya.
Salah satu RTSPM, Tutik, mengatakan, selama ini raskin yang ia terima terkadang baunya apek. Meski demikian jika dipersentasekan, beras yang ia terima lebih banyak yang berkualitas bagus.
“Selama ini kadang bagus, kadang enggak [bagus]. Labih banyak bagusnya. Enggak bagusnya itu karena bau,” kata perempuan asal Dusun Sempon, Wukirsari ini.
Di Desa Wukirsari sendiri ada Kelompok Masyarakat Sejahtera (Pokmastra) yang bertugas menyalurkan raskin dari Bulog kepada penerima. Pokmastra juga bertugas memastikan kualitas beras.
Ketua Pokmastra Ahmad Mustofa mengatakan, setiap evalusasi raskin yang dilakukan tanggal 1, keluhan akan kondisi beras yang buruk lebih banyak pada beras yang bau apek dan warnyanya kuning.
“Kebanyakan RTSPM itu kan petani. Mereka inginnya raskin yang diberikan itu yang habis digiling. Kan juga tidak bisa Bulog ngasih beras yang baru saja digiling,” ujar dia.
http://m.harianjogja.com/baca/2016/02/25/beras-bulog-dulu-disimpan-satu-tahun-kini-cuma-empat-bulan-695011
Wah! Raskin Di Kotamobagu ‘Dikebiri’ 1 Kg Tiap Karung
Rabu, 24 Februari 2016
KotamobaguOnline.com, Kotamobagu – Pembagian beras miskin (Raskin) di Kota Kotamobagu dikeluhkan warga, pasalnya jumlah timbangan yang biasa diterima sudah terjadi pengurangan.
Warga mengaku, biasanya Raskin diterima sebanyak 15 kilogram kini hanya diterima 14 kilogram. sudah terjadi pemotongan 1 kilogram.
“Sampai di rumah kita timbang ulang, ternyata hanya 14 kilo bukan 15 kilo,” terang warga.
Kekurangan 1 kilogram beras inipun diakui pemerintah Kota, melalui Kepala Bagian Ekonomi, Ham Rumoroy mengatakan bahwa keluhan warga itu tentang jumlah Raskin ini telah dilakukan uji sampel dan hasilnya memang terjadi pengurangan.
“Memang benar, Raskin ini dipangkas setelah ditimbang rata-rata hanya 14 kilogram saja, padahal seharusnya 15 kilogram perkarungnya,” ujarnya, Rabu (23/2).
Dia mengatakan, pemotongan Raskin ini dilakukan oleh pihak Bulog, dan kalau semua penerima di Kotamobagu dikurangi 1 kilogram berarti pihak banyakyang diambil oleh pihak Bulog.
“Total penerima Raskin di Kotamobagu ada 6.122 orang, masing-masing kepala keluarga mendapatkan 15 kilogram. Coba dikali saja kalau dari total tersebut, dipangkas 1 kilogram, itu kan sangat merugikan. Jadi seharusnya pihak Bulog menimbangnya dengan benar sebelum disalurkan,” tegasnya, siang tadi.
Sementara, hingga berita ini diturunkan pihak Bulog sendiri belum bisa dihubungi.
Saat sejumlah wartawan ke kantor Bulog yang berlokasi di Kelurahan Kotobangon, hanya bertemu dengan beberapa pegawai. mereka enggan memberi komentar.
“Maaf pimpinan sedang tidak ada ditempat, langsung saja ditanyakan kepada pimpinan,” kata salah seorang staf. (Sam)
KotamobaguOnline.com, Kotamobagu – Pembagian beras miskin (Raskin) di Kota Kotamobagu dikeluhkan warga, pasalnya jumlah timbangan yang biasa diterima sudah terjadi pengurangan.
Warga mengaku, biasanya Raskin diterima sebanyak 15 kilogram kini hanya diterima 14 kilogram. sudah terjadi pemotongan 1 kilogram.
“Sampai di rumah kita timbang ulang, ternyata hanya 14 kilo bukan 15 kilo,” terang warga.
Kekurangan 1 kilogram beras inipun diakui pemerintah Kota, melalui Kepala Bagian Ekonomi, Ham Rumoroy mengatakan bahwa keluhan warga itu tentang jumlah Raskin ini telah dilakukan uji sampel dan hasilnya memang terjadi pengurangan.
“Memang benar, Raskin ini dipangkas setelah ditimbang rata-rata hanya 14 kilogram saja, padahal seharusnya 15 kilogram perkarungnya,” ujarnya, Rabu (23/2).
Dia mengatakan, pemotongan Raskin ini dilakukan oleh pihak Bulog, dan kalau semua penerima di Kotamobagu dikurangi 1 kilogram berarti pihak banyakyang diambil oleh pihak Bulog.
“Total penerima Raskin di Kotamobagu ada 6.122 orang, masing-masing kepala keluarga mendapatkan 15 kilogram. Coba dikali saja kalau dari total tersebut, dipangkas 1 kilogram, itu kan sangat merugikan. Jadi seharusnya pihak Bulog menimbangnya dengan benar sebelum disalurkan,” tegasnya, siang tadi.
Sementara, hingga berita ini diturunkan pihak Bulog sendiri belum bisa dihubungi.
Saat sejumlah wartawan ke kantor Bulog yang berlokasi di Kelurahan Kotobangon, hanya bertemu dengan beberapa pegawai. mereka enggan memberi komentar.
“Maaf pimpinan sedang tidak ada ditempat, langsung saja ditanyakan kepada pimpinan,” kata salah seorang staf. (Sam)
Ombudsman Periksa Kades Tadisi Terkait Aduan Raskin
Rabu, 24 Februari 2016
Kades tadisi, Rahman memberikan klarifikasi terkait aduan pemotongan jatah raskin di kantor Ombudsman Sulbar di Mamuju. foto: hms
Mamuju - Jajaran Ombudsman Perwakilan Sulawesi Barat, ikut memeriksa kepala Desa Tadisi, Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, terkait adanya aduan dugaan pengurangan jatah beras miskin (Raskin) di daerah itu.
"Pemanggilan Kades Tadisi ini untuk menindaklanjuti laporan warga atas dugaan penyimpangan prosedur penyaluran jatah raskin," kata Kepala Ombudsman Sulbar, Lukman Umar di Mamuju, Rabu, 24/2.
Pemanggilan ini untuk dilakukan klarifikasi terkait laporan warga yang mengeluhkan pengurangan jatah raskin dan adanya dugaan permainan harga beras bagi masyarakat pra sejahtera ini.
Menanggapi hal itu, dihadapan Ombudsman, Kepala Desa Tadisi, Rahman mengaku dan menjelaskan jika jatah raskin untuk Desa Tadisi hanya 80 orang kepala rumah tangga, namun karena menghindari protes warga yang lain, terpaksa jatah 80 kepala keluarga dibagi rata untuk 350 kepala rumah tangga.
"Memang betul itu pak, ada memang pengurangan jatah raskin untuk warga, karena kami di desa Tadisi itu mendapat jatah raskin hanya untuk 80 KK saja, tapi warga yang lain tidak terima dan mau semua dapat jatah, jadi solusinya jatah 80 KK dibagi rata untuk 350 Kepala keluarga, bagaimana lagi pak saya juga takut ada gesekan antar warga gara-gara beras raskin," Ungkap Rahman.
Rahman juga mengaku, adanya perbedaan harga sebab harga raskin yang harusnya dijual RP1.600 per kilo kepada warga, tapi dinaikkan menjadi Rp2.200 per Liter, hal itu dilakukan untuk menutupi biaya tranportasi, sebab pemerintah daerah hanya melakukan distribusi sampai ke kantor Desa, sementara penyaluran raskin dari desa ke tiap dusun dilakukan oleh pemerintah desa, sehingga untuk menutupi biaya transportasi pemerintah desa mengambil dari hasil kelebihan penjualan raskin.
"Kami memang melebihkan sedikit harga raskin kepada warga penerima jatah, untuk membayar sewa angkut beras, karena distribusi Bulog hanya dari gudang sampai di desa saja, terus penyaluran ke dusun tidak ada anggarannya. Jadi kami minta kerelaan warga saja untuk membeli beras raskin dengan harga Rp2.200 per Liter, karena kalo tidak begitu kami mau ambil dimana uang pak, karena warga juga tidak mau datang ke kantor desa ambil jatahnya, bahkan warga setuju dengan kebijakan ini," ungkapnya menjelskan.
Menyikapi pernyataan Kepala Desa Tadisi, dalam waktu dekat pihak Ombudsman Sulbar akan melakukan pemanggilan Tim Koordinasi Raskin Tingkat Kabupaten dan Provinsi, untuk merumuskan solusi terkait pendistribusian raskin, yang selama ini masih menemui kerancuan.
Sebab raskin sedianya untuk warga kurang mampu tapi masih diberatkan dengan biaya transportasi pendistrbusian raskin.(KTR/B)
Sumber: www.puang.com
http://mediasulbar.com/artikel-5123-ombudsman-periksa-kades-tadisi-terkait-aduan-raskin.html
Mamuju - Jajaran Ombudsman Perwakilan Sulawesi Barat, ikut memeriksa kepala Desa Tadisi, Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, terkait adanya aduan dugaan pengurangan jatah beras miskin (Raskin) di daerah itu.
"Pemanggilan Kades Tadisi ini untuk menindaklanjuti laporan warga atas dugaan penyimpangan prosedur penyaluran jatah raskin," kata Kepala Ombudsman Sulbar, Lukman Umar di Mamuju, Rabu, 24/2.
Pemanggilan ini untuk dilakukan klarifikasi terkait laporan warga yang mengeluhkan pengurangan jatah raskin dan adanya dugaan permainan harga beras bagi masyarakat pra sejahtera ini.
Menanggapi hal itu, dihadapan Ombudsman, Kepala Desa Tadisi, Rahman mengaku dan menjelaskan jika jatah raskin untuk Desa Tadisi hanya 80 orang kepala rumah tangga, namun karena menghindari protes warga yang lain, terpaksa jatah 80 kepala keluarga dibagi rata untuk 350 kepala rumah tangga.
"Memang betul itu pak, ada memang pengurangan jatah raskin untuk warga, karena kami di desa Tadisi itu mendapat jatah raskin hanya untuk 80 KK saja, tapi warga yang lain tidak terima dan mau semua dapat jatah, jadi solusinya jatah 80 KK dibagi rata untuk 350 Kepala keluarga, bagaimana lagi pak saya juga takut ada gesekan antar warga gara-gara beras raskin," Ungkap Rahman.
Rahman juga mengaku, adanya perbedaan harga sebab harga raskin yang harusnya dijual RP1.600 per kilo kepada warga, tapi dinaikkan menjadi Rp2.200 per Liter, hal itu dilakukan untuk menutupi biaya tranportasi, sebab pemerintah daerah hanya melakukan distribusi sampai ke kantor Desa, sementara penyaluran raskin dari desa ke tiap dusun dilakukan oleh pemerintah desa, sehingga untuk menutupi biaya transportasi pemerintah desa mengambil dari hasil kelebihan penjualan raskin.
"Kami memang melebihkan sedikit harga raskin kepada warga penerima jatah, untuk membayar sewa angkut beras, karena distribusi Bulog hanya dari gudang sampai di desa saja, terus penyaluran ke dusun tidak ada anggarannya. Jadi kami minta kerelaan warga saja untuk membeli beras raskin dengan harga Rp2.200 per Liter, karena kalo tidak begitu kami mau ambil dimana uang pak, karena warga juga tidak mau datang ke kantor desa ambil jatahnya, bahkan warga setuju dengan kebijakan ini," ungkapnya menjelskan.
Menyikapi pernyataan Kepala Desa Tadisi, dalam waktu dekat pihak Ombudsman Sulbar akan melakukan pemanggilan Tim Koordinasi Raskin Tingkat Kabupaten dan Provinsi, untuk merumuskan solusi terkait pendistribusian raskin, yang selama ini masih menemui kerancuan.
Sebab raskin sedianya untuk warga kurang mampu tapi masih diberatkan dengan biaya transportasi pendistrbusian raskin.(KTR/B)
Sumber: www.puang.com
http://mediasulbar.com/artikel-5123-ombudsman-periksa-kades-tadisi-terkait-aduan-raskin.html
Kamis, 25 Februari 2016
Gubernur NTB dan Perlawanan Terhadap Beras Impor
Kamis, 25 Februari 2016
mataram -Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) NTBTGBZainulMajdi (43) berbicara keras di depan PresidenJokoWidodo (Jokowi) saat peringatan Hari Pers Nasional (HPN). Dia mengkritik Bulog dan menolak masuknya beras impor di wilayahnya. Penolakan yang muncul karena bertentangan dengan kondisi masyarakat di NTB.
TGB yang merupakan kepanjangan dari Tuan Guru Bajang memberikan sambutan dalam acara HPN 9 Februari 2016 lalu di Mandalika, NTB. Hadir dalam acara itu, sejumlah insan pers sampai Jokowi dan ibu negara Iriana. Saat memberi sambutan, TGB tak hanya menceritakan sejumlah perbaikan di NTB, namun juga mengkritik kinerja Bulog. Menurutnya, Bulog tak menyerap dengan sempurna produksi pangan di NTB, namun di sisi lain, lembaga pengatur urusan pangan tersebut malah merekomendasikan impor.
Karena itu, sampai saat ini, dia menolak bila ada beras impor yang masuk ke NTB. Alasannya jelas, produksi beras di NTB surplus setiap tahunnya, sehingga beras impor tidak diperlukan.
"Kami menolak, karena produksi lokal cukup. Setiap tahun itu surplus lebih dari 600 ribu ton. Seharusnya itu diserap oleh Bulog," tegasnya kepada detikFinance saat berbincang di rumah dinas di Mataram, NTB, Rabu (24/2/2016).
Saat panen raya, kata TGB, seharusnya Bulog menyerap semua hasil petani. Harganya pun masih dalam rentang yang wajar dan sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP). Dengan demikian, ketika sedang tidak panen, maka stok tersebut bisa dipakai, tidak perlu impor.
"Saya selalu bilang, berhentilah menggunakan dalih kurang stok untuk kemudian mengimpor," paparnya.
Pria yang menghabiskan S1, S2 dan S3 di Universitas Al Azhar Kairo ini menyebut ada sejumlah upaya untuk memasukkan beras impor ke NTB. Caranya, menjadikan pelabuhan NTB untuk pintu masuk beras ke NTT. Lalu karena tak diberi izin, kini ada upaya masuk lewat Surabaya, namun tetap ditolak TGB.
Akibat larangan beras impor masuk ke NTB, muncul isu raskin yang belum terdistribusikan. Menyiasati hal ini, Zainul mengirim surat pada Kepala Bulog dan Menteri Pertanian agar membeli beras hasil dari petani. Dia yakin, ada stok cukup banyak di bulan Februari ini, dan bisa memenuhi kebutuhan msayarakat.
"Memang ada masalah harga sedikit, tapi itu bisa di-adjust. Kenapa membeli harga lebih mahal sedikit untuk rakyat tidak mau, tapi buat petani negara lain mau?" Cetusnya.
(mad/ang)
http://finance.detik.com/read/2016/02/25/111123/3150688/4/gubernur-ntb-dan-perlawanan-terhadap-beras-impor
mataram -Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) NTBTGBZainulMajdi (43) berbicara keras di depan PresidenJokoWidodo (Jokowi) saat peringatan Hari Pers Nasional (HPN). Dia mengkritik Bulog dan menolak masuknya beras impor di wilayahnya. Penolakan yang muncul karena bertentangan dengan kondisi masyarakat di NTB.
TGB yang merupakan kepanjangan dari Tuan Guru Bajang memberikan sambutan dalam acara HPN 9 Februari 2016 lalu di Mandalika, NTB. Hadir dalam acara itu, sejumlah insan pers sampai Jokowi dan ibu negara Iriana. Saat memberi sambutan, TGB tak hanya menceritakan sejumlah perbaikan di NTB, namun juga mengkritik kinerja Bulog. Menurutnya, Bulog tak menyerap dengan sempurna produksi pangan di NTB, namun di sisi lain, lembaga pengatur urusan pangan tersebut malah merekomendasikan impor.
Karena itu, sampai saat ini, dia menolak bila ada beras impor yang masuk ke NTB. Alasannya jelas, produksi beras di NTB surplus setiap tahunnya, sehingga beras impor tidak diperlukan.
"Kami menolak, karena produksi lokal cukup. Setiap tahun itu surplus lebih dari 600 ribu ton. Seharusnya itu diserap oleh Bulog," tegasnya kepada detikFinance saat berbincang di rumah dinas di Mataram, NTB, Rabu (24/2/2016).
Saat panen raya, kata TGB, seharusnya Bulog menyerap semua hasil petani. Harganya pun masih dalam rentang yang wajar dan sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP). Dengan demikian, ketika sedang tidak panen, maka stok tersebut bisa dipakai, tidak perlu impor.
"Saya selalu bilang, berhentilah menggunakan dalih kurang stok untuk kemudian mengimpor," paparnya.
Pria yang menghabiskan S1, S2 dan S3 di Universitas Al Azhar Kairo ini menyebut ada sejumlah upaya untuk memasukkan beras impor ke NTB. Caranya, menjadikan pelabuhan NTB untuk pintu masuk beras ke NTT. Lalu karena tak diberi izin, kini ada upaya masuk lewat Surabaya, namun tetap ditolak TGB.
Akibat larangan beras impor masuk ke NTB, muncul isu raskin yang belum terdistribusikan. Menyiasati hal ini, Zainul mengirim surat pada Kepala Bulog dan Menteri Pertanian agar membeli beras hasil dari petani. Dia yakin, ada stok cukup banyak di bulan Februari ini, dan bisa memenuhi kebutuhan msayarakat.
"Memang ada masalah harga sedikit, tapi itu bisa di-adjust. Kenapa membeli harga lebih mahal sedikit untuk rakyat tidak mau, tapi buat petani negara lain mau?" Cetusnya.
(mad/ang)
http://finance.detik.com/read/2016/02/25/111123/3150688/4/gubernur-ntb-dan-perlawanan-terhadap-beras-impor
Soal Raskin Berkutu, GMP2LT Surati Bulog Tangerang
Kamis,25 Februari 2016
Koordinator GMP2LT, Saepudin Juhri.(fb)
Kabar6-Gabungan Masyarakat Peduli Pembangunan dan Lingkungan Tangerang (GMP2LT), menyurati Badan Urusan Logistik (Bulog) Tangerang, ihwal temuan Beras Miskin (Raskin) berkutu yang disalurkan ke sejumlah desa di wilayah itu.
Raskin berkutu, bau apek, serta tak layak di konsumsi tersebut, diduga dijual ke warga miskin atau penerima manfaat, dengan harga berkisar antara Rp2 ribu hingga Rp3 ribu perliter.
"Kami, sudah layangkan surat klarifikasi ke Bulog Tangerang, soal temuan Raskin berkutu yang dijual diatas harga standar," ungkap Koordinator GMP2LT, Saepudin Juhri, kepada Kabar6.com, Kamis (24/2/2016).
Menurutnya, sebelum melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum, pihaknya terlebih dahulu meminta informasi tentang proses pendistribusian dan mekanisme penjualan beras bersubsidi tersebut. **Baca juga: Pengawasan Distribusi Raskin di Kabupaten Tangerang Lemah.
Pasalnya, proses penyaluran dan penjualan Raskin itu, disinyalir banyak kejanggalan, baik dari sisi harga maupun dari kualitas beras. **Baca juga: Kejari Tigaraksa Imbau Kades Selesaikan Tunggakan Raskin.
"Selain tak layak konsumsi, Raskin itu juga dijual mahal. Sedangkan, standar harga dari Bulog, hanya Rp1.600 perkilogram," katanya. **Baca juga: 94 Desa di Kabupaten Tangerang Tunggak Raskin.
Parahnya lagi, kata dia, saat ini terdapat 94 desa yang tersebar di kota seribu industri ini, diketahui menunggak pembayaran Raskin, hingga mencapai Rp2.498.273.000. **Baca juga: Subdivre Bulog Terjunkan Tim Cek Raskin Berkutu di Solear.
Tunggakan Raskin itu, ditengarai telah di selewengkan oleh para Kepala Desa (Kades), untuk kepentingan mereka pribadi. **Baca juga: Lagi, Warga Kabupaten Tangerang Protes Raskin Berkutu.
"Kami, berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga para pengemplang uang Raskin itu dihukum," tegasnya.(Tim K6)
http://www.kabar6.com/tangerang/kabupaten/19119-soal-raskin-berkutu-gmp2lt-surati-bulog-tangerang
Koordinator GMP2LT, Saepudin Juhri.(fb)
Kabar6-Gabungan Masyarakat Peduli Pembangunan dan Lingkungan Tangerang (GMP2LT), menyurati Badan Urusan Logistik (Bulog) Tangerang, ihwal temuan Beras Miskin (Raskin) berkutu yang disalurkan ke sejumlah desa di wilayah itu.
Raskin berkutu, bau apek, serta tak layak di konsumsi tersebut, diduga dijual ke warga miskin atau penerima manfaat, dengan harga berkisar antara Rp2 ribu hingga Rp3 ribu perliter.
"Kami, sudah layangkan surat klarifikasi ke Bulog Tangerang, soal temuan Raskin berkutu yang dijual diatas harga standar," ungkap Koordinator GMP2LT, Saepudin Juhri, kepada Kabar6.com, Kamis (24/2/2016).
Menurutnya, sebelum melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum, pihaknya terlebih dahulu meminta informasi tentang proses pendistribusian dan mekanisme penjualan beras bersubsidi tersebut. **Baca juga: Pengawasan Distribusi Raskin di Kabupaten Tangerang Lemah.
Pasalnya, proses penyaluran dan penjualan Raskin itu, disinyalir banyak kejanggalan, baik dari sisi harga maupun dari kualitas beras. **Baca juga: Kejari Tigaraksa Imbau Kades Selesaikan Tunggakan Raskin.
"Selain tak layak konsumsi, Raskin itu juga dijual mahal. Sedangkan, standar harga dari Bulog, hanya Rp1.600 perkilogram," katanya. **Baca juga: 94 Desa di Kabupaten Tangerang Tunggak Raskin.
Parahnya lagi, kata dia, saat ini terdapat 94 desa yang tersebar di kota seribu industri ini, diketahui menunggak pembayaran Raskin, hingga mencapai Rp2.498.273.000. **Baca juga: Subdivre Bulog Terjunkan Tim Cek Raskin Berkutu di Solear.
Tunggakan Raskin itu, ditengarai telah di selewengkan oleh para Kepala Desa (Kades), untuk kepentingan mereka pribadi. **Baca juga: Lagi, Warga Kabupaten Tangerang Protes Raskin Berkutu.
"Kami, berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga para pengemplang uang Raskin itu dihukum," tegasnya.(Tim K6)
http://www.kabar6.com/tangerang/kabupaten/19119-soal-raskin-berkutu-gmp2lt-surati-bulog-tangerang
KTNA Jatim dan Bulog Sepakati Beli GKG
Kamis, 25 Februari 2016
SURABAYA, KOMPAS — Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, Bulog dan semua pihak yang membeli gabah harus gabah kering giling bukan gabah kering panen. Jika gabah petani yang dibeli gabah kering giling, itu bisa menambah pendapatan petani sekitar 20 persen.
Salah satu cara agar petani tidak menjual gabah saat panen di sawah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus mengupayakan berbagai sarana, seperti lantai jemur serta pemberian terpal dan mesin pengering.
"Ke depan tidak ada lagi antrean truk di sawah petani saat panen tiba. Semua gabah diangkut oleh petani ke rumah untuk dijemur lalu dijual dalam kondisi kering sehingga harga jual tidak di bawah harga pembelian pemerintah (HPP)," kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo seusai penandatanganan kesepakatan Perum Bulog Divisi Regional Jatim dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim di kantor Perum Bulog Divre Jatim, Surabaya, Rabu (24/2).
Dengan membeli gabah kering giling (GKG), secara otomatis nilai tukar petani (NTP) pasti naik dan tata niaga pembelian gabah juga berubah dan semakin ringkas. Berbagai upaya dilakukan Pemprov Jatim agar petani bisa meningkatkan produksinya, antara lain dengan memberikan bantuan traktor panen. Dengan alat ini, bisa dihemat waktu 2,5 jam hingga 3 jam per hektar dan hanya dengan 1-4 pekerja.
Dengan traktor panen, kehilangan hasil panen bisa ditekan menjadi kurang dari 2 persen dibandingkan dengan dipanen manual dengan tingkat kehilangan 12 persen lebih. Pendapatan tambahan bisa sekitar 10 persen itu setara dengan 600 kilogram gabah per hektar, dengan asumsi hasil panen 6 ton per hektar.
Sementara Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, pada 2016 target pengadaan gabah/beras Bulog Jatim sebesar 1.050.000 ton, dengan perincian 850.000 ton beras bersubsidi dan 200.000 ton beras komersial.
Apalagi Jatim merupakan daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Dengan demikian, stok beras/gabah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan Jatim, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan provinsi lain.
Dikembangkan
Sementara itu, dari Kalimantan Selatan dilaporkan, uji tanam bawang putih yang dilakukan di dua wilayah kabupaten di Kalsel sejak tahun lalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Karena itu, Kalsel berpotensi menjadi salah satu daerah penghasil bawang putih di Indonesia. Apalagi, pemerintah daerah juga berkomitmen mengembangkannya.
"Dalam uji tanam bawang putih yang dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tabalong, hasilnya sudah bisa mencapai sekitar 3 ton per hektar," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Harymurthy Gunawan, di Banjarmasin, Kalsel, Rabu (24/2).
Uji tanam bawang putih itu dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Kalsel bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kalsel serta Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tabalong. Lokasi uji tanamnya di Desa Garagata, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, dan di Desa Malilingin, Kecamatan Padang Batung, Hulu Sungai Selatan.
Ada lima varietas bawang putih yang diuji coba, yaitu lumbu putih, lumbu kuning, lumbu hijau, tuwel, dan tawang mangu. "Yang paling bagus adalah varietas lumbu putih," ujarnya.
Atas keberhasilan uji tanam bawang putih, Bupati Tabalong Anang Syakhfiani menyatakan, daerahnya siap untuk mengembangkan bawang putih. "Sejak tahun 2014, daerah kami sudah mengembangkan bawang merah. Ke depan, kami siap mengembangkan bawang merah dan bawang putih. Luas lahan yang kami siapkan untuk itu sekitar 850 hektar," katanya.
Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Tabalong Mohamad Mugeni, lahan untuk pengembangan bawang dan tanaman hortikultura lainnya berada di Kecamatan Jaro dan Muara Uya. (JUM/ETA)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/25/KTNA-Jatim-dan-Bulog-Sepakati-Beli-GKG
SURABAYA, KOMPAS — Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, Bulog dan semua pihak yang membeli gabah harus gabah kering giling bukan gabah kering panen. Jika gabah petani yang dibeli gabah kering giling, itu bisa menambah pendapatan petani sekitar 20 persen.
Salah satu cara agar petani tidak menjual gabah saat panen di sawah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus mengupayakan berbagai sarana, seperti lantai jemur serta pemberian terpal dan mesin pengering.
"Ke depan tidak ada lagi antrean truk di sawah petani saat panen tiba. Semua gabah diangkut oleh petani ke rumah untuk dijemur lalu dijual dalam kondisi kering sehingga harga jual tidak di bawah harga pembelian pemerintah (HPP)," kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo seusai penandatanganan kesepakatan Perum Bulog Divisi Regional Jatim dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim di kantor Perum Bulog Divre Jatim, Surabaya, Rabu (24/2).
Dengan membeli gabah kering giling (GKG), secara otomatis nilai tukar petani (NTP) pasti naik dan tata niaga pembelian gabah juga berubah dan semakin ringkas. Berbagai upaya dilakukan Pemprov Jatim agar petani bisa meningkatkan produksinya, antara lain dengan memberikan bantuan traktor panen. Dengan alat ini, bisa dihemat waktu 2,5 jam hingga 3 jam per hektar dan hanya dengan 1-4 pekerja.
Dengan traktor panen, kehilangan hasil panen bisa ditekan menjadi kurang dari 2 persen dibandingkan dengan dipanen manual dengan tingkat kehilangan 12 persen lebih. Pendapatan tambahan bisa sekitar 10 persen itu setara dengan 600 kilogram gabah per hektar, dengan asumsi hasil panen 6 ton per hektar.
Sementara Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, pada 2016 target pengadaan gabah/beras Bulog Jatim sebesar 1.050.000 ton, dengan perincian 850.000 ton beras bersubsidi dan 200.000 ton beras komersial.
Apalagi Jatim merupakan daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Dengan demikian, stok beras/gabah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan Jatim, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan provinsi lain.
Dikembangkan
Sementara itu, dari Kalimantan Selatan dilaporkan, uji tanam bawang putih yang dilakukan di dua wilayah kabupaten di Kalsel sejak tahun lalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Karena itu, Kalsel berpotensi menjadi salah satu daerah penghasil bawang putih di Indonesia. Apalagi, pemerintah daerah juga berkomitmen mengembangkannya.
"Dalam uji tanam bawang putih yang dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tabalong, hasilnya sudah bisa mencapai sekitar 3 ton per hektar," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Harymurthy Gunawan, di Banjarmasin, Kalsel, Rabu (24/2).
Uji tanam bawang putih itu dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Kalsel bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kalsel serta Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tabalong. Lokasi uji tanamnya di Desa Garagata, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, dan di Desa Malilingin, Kecamatan Padang Batung, Hulu Sungai Selatan.
Ada lima varietas bawang putih yang diuji coba, yaitu lumbu putih, lumbu kuning, lumbu hijau, tuwel, dan tawang mangu. "Yang paling bagus adalah varietas lumbu putih," ujarnya.
Atas keberhasilan uji tanam bawang putih, Bupati Tabalong Anang Syakhfiani menyatakan, daerahnya siap untuk mengembangkan bawang putih. "Sejak tahun 2014, daerah kami sudah mengembangkan bawang merah. Ke depan, kami siap mengembangkan bawang merah dan bawang putih. Luas lahan yang kami siapkan untuk itu sekitar 850 hektar," katanya.
Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Tabalong Mohamad Mugeni, lahan untuk pengembangan bawang dan tanaman hortikultura lainnya berada di Kecamatan Jaro dan Muara Uya. (JUM/ETA)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/25/KTNA-Jatim-dan-Bulog-Sepakati-Beli-GKG
Operasi Pasar Jagung, Bulog Salurkan 10.500 Ton
Rabu, 24 Februari 2016
Jatim Newsroom – Sejak awal Februari lalu, Perum Bulog telah memulai Operasi Pasar (OP) jagung. Setelah berjalan lebih dari tiga minggu, OP telah mampu menyalurkan jagung sebanyak 10.500 ton. Jumlah itu tersebar di seluruh wilayah di Indonesia untuk menstabilkan harga jagung yang mengalami lonjakan cukup tinggi.
“OP ini untuk jaga stabilitas harga jagung. Bulog beli dari impor untuk memenuhi kebutuhan bagi industri feedmeal (pakan ternak). Kalau jagung bisa dibeli murah, maka industri feedmill bisa menjual pakan ternak lebih murah. Dampakanya, harga daging ayam dan telur ayam yang melonjak juga bisa kembali stabil,” kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Wahyu Supariyono, Rabu (24/2).
Menurutnya, untuk pengadaan jagung lokal di tingkat petani saat ini masih belum ada regulasi yang mengatur. “Belum ada Perpresnya. Jadi pembelian dari impor untuk stabilisasi harga saja,” ungkapnya.
OP jagung rencannaya digelar sampai bulan Maret mendatang. Ini terus dilakukan tergantung stabilisasi harga di pasar. Harga jagung di pasaran umum kini sudah mencapai Rp 5.500-6.000 per kg. Dalam OP ini, Bulog menjual jagung seharga Rp 3.600 per kg.
Adapun jagung yang digunakan untuk OP tersebut merupakan jagung impor asal Brazil dengan kualitas standar karena peruntukannya sebagai pakan ternak. Secara nasional, sampai Maret mendatang disiapkan jagung sebanyak 60 ribu ton. Namun, lanjutnya, untuk realisasi awal hanya 1.200 ton di empat provinsi di Indonesia, yakni Divre DKI Jakarta di Cigading Banten, Jawa Barat di Cirebon, Semarang Jawa Tengah, dan Jatim.
“Untuk realisasi di Jawa Timur, OP jagung telah tersalurkan pada industri feedmill menengah, kecil, dan peternak di Jatim sebanyak 7.300 ton. Ini untuk menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga jagung,” kata Kepala Divre Jatim Perum Bulog, Witono.
Perum Bulog Divre Jatim juga telah melakukan pembelian melalui pengalihan jagung impor swasta sebanyak 115.986 ton dan juga mendapatkan kuota impor jagung dari Bulog pusat sebesar 20 ribu ton untuk tahap pertama. Totalnya, impor yang dilakukan Bulog Jatim rencananya mencapai 60 ribu ton. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/operasi-pasar-jagung-bulog-salurkan-10-500-ton
Jatim Newsroom – Sejak awal Februari lalu, Perum Bulog telah memulai Operasi Pasar (OP) jagung. Setelah berjalan lebih dari tiga minggu, OP telah mampu menyalurkan jagung sebanyak 10.500 ton. Jumlah itu tersebar di seluruh wilayah di Indonesia untuk menstabilkan harga jagung yang mengalami lonjakan cukup tinggi.
“OP ini untuk jaga stabilitas harga jagung. Bulog beli dari impor untuk memenuhi kebutuhan bagi industri feedmeal (pakan ternak). Kalau jagung bisa dibeli murah, maka industri feedmill bisa menjual pakan ternak lebih murah. Dampakanya, harga daging ayam dan telur ayam yang melonjak juga bisa kembali stabil,” kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Wahyu Supariyono, Rabu (24/2).
Menurutnya, untuk pengadaan jagung lokal di tingkat petani saat ini masih belum ada regulasi yang mengatur. “Belum ada Perpresnya. Jadi pembelian dari impor untuk stabilisasi harga saja,” ungkapnya.
OP jagung rencannaya digelar sampai bulan Maret mendatang. Ini terus dilakukan tergantung stabilisasi harga di pasar. Harga jagung di pasaran umum kini sudah mencapai Rp 5.500-6.000 per kg. Dalam OP ini, Bulog menjual jagung seharga Rp 3.600 per kg.
Adapun jagung yang digunakan untuk OP tersebut merupakan jagung impor asal Brazil dengan kualitas standar karena peruntukannya sebagai pakan ternak. Secara nasional, sampai Maret mendatang disiapkan jagung sebanyak 60 ribu ton. Namun, lanjutnya, untuk realisasi awal hanya 1.200 ton di empat provinsi di Indonesia, yakni Divre DKI Jakarta di Cigading Banten, Jawa Barat di Cirebon, Semarang Jawa Tengah, dan Jatim.
“Untuk realisasi di Jawa Timur, OP jagung telah tersalurkan pada industri feedmill menengah, kecil, dan peternak di Jatim sebanyak 7.300 ton. Ini untuk menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga jagung,” kata Kepala Divre Jatim Perum Bulog, Witono.
Perum Bulog Divre Jatim juga telah melakukan pembelian melalui pengalihan jagung impor swasta sebanyak 115.986 ton dan juga mendapatkan kuota impor jagung dari Bulog pusat sebesar 20 ribu ton untuk tahap pertama. Totalnya, impor yang dilakukan Bulog Jatim rencananya mencapai 60 ribu ton. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/operasi-pasar-jagung-bulog-salurkan-10-500-ton
Soekarwo Minta Bulog Beli GKG, Bukan GKP Dari Petani
Rabu, 24 Februari 2016
Bisnis.com, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Bulog membeli gabah kering giling, bukan gabah kering panen, agar petani mendapat nilai tambah lebih besar.
Permintaan itu disampaikan Soekarwo saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) ketahanan pangan antara Perum Bulog Divisi Regional Jatim dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Rabu (24/2/2016).
Dalam hitungannya, penyerapan dalam bentuk GKG akan memberi nilai tambah 16% kepada petani meskipun secara volume menyusut 5%.
"Jangan ada truk-truk masuk ke sawah membeli gabah kering panen," ungkap Soekarwo.
Pada 2015, Jatim memproduksi 13 juta ton GKG setara 8,5 juta ton beras.
Dengan kebutuhan 3,5 juta ton, maka Jatim surplus beras 4,9 juta ton.
http://industri.bisnis.com/read/20160224/12/522244/bangun-cold-storage-bulog-sumut-kian-perkuat-bisnis-komersial
Bisnis.com, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Bulog membeli gabah kering giling, bukan gabah kering panen, agar petani mendapat nilai tambah lebih besar.
Permintaan itu disampaikan Soekarwo saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) ketahanan pangan antara Perum Bulog Divisi Regional Jatim dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Rabu (24/2/2016).
Dalam hitungannya, penyerapan dalam bentuk GKG akan memberi nilai tambah 16% kepada petani meskipun secara volume menyusut 5%.
"Jangan ada truk-truk masuk ke sawah membeli gabah kering panen," ungkap Soekarwo.
Pada 2015, Jatim memproduksi 13 juta ton GKG setara 8,5 juta ton beras.
Dengan kebutuhan 3,5 juta ton, maka Jatim surplus beras 4,9 juta ton.
http://industri.bisnis.com/read/20160224/12/522244/bangun-cold-storage-bulog-sumut-kian-perkuat-bisnis-komersial
Rabu, 24 Februari 2016
Operasi Pasar Jagung Bulog Diduga Bocor
Rabu, 24 Februari 2016
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan ton jagung untuk operasi pasar Perum Bulog bocor alias diperdagangkan kembali oleh para pemburu rente. Akibatnya, peternak membeli jagung lebih mahal daripada yang seharusnya. Terkait itu, Perum Bulog mengubah mekanisme atau teknis operasi pasar yang bertujuan menstabilkan harga jagung.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, Selasa (23/2) di Jakarta, menyatakan, Perum Bulog mengubah mekanisme alokasi dan penyaluran jagung dalam operasi pasar (OP), dari semula dilakukan Divisi Regional Bulog di daerah menjadi sekarang dengan sentralisasi.
Bulog juga memperketat alokasi. Pengajuan OP harus atas rekomendasi dinas pertanian atau dinas terkait setempat, dengan tetap menyertakan rekomendasi asosiasi. Peluang kebocoran terjadi, lanjut Wahyu, karena masih terdapat disparitas harga yang signifikan antara harga jagung OP dan harga jagung lokal di pasar.
"Selisihnya masih Rp 1.000 per kilogram," ujarnya. Jagung OP Bulog dijual dengan harga Rp 3.500 per kilogram, sedangkan harga jagung di pasar sekitar Rp 4.500 per kilogram.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kebocoran jagung OP Bulog terjadi dengan modus manipulasi permintaan jagung atas nama peternak. Volume permintaan jagung OP ini digelembungkan. Beberapa kasus terjadi di Jawa Tengah dan diduga terjadi juga di Bali. Jagung OP tidak langsung diterima peternak dengan harga tebus sesuai dengan kesepakatan, tetapi dijual dengan harga Rp 500 per kilogram lebih tinggi. Harga tebus jagung Bulog bervariasi, tergantung dari nilai kontrak pembelian.
Untuk memperkecil risiko kebocoran, sekalipun permintaan alokasi jagung OP sudah melalui rekomendasi kepala dinas di setiap wilayah, tetap harus disertai dengan tanda tangan rekomendasi koordinator wilayah yang telah ditetapkan.
Koordinator Forum Peternak Layer Musbar berharap OP jagung akan berjalan efektif sehingga bisa menurunkan harga jagung di tingkat peternak dan produsen pakan ternak dalam tingkat yang wajar. (MAS)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/24/Operasi-Pasar-Jagung-Bulog-Diduga-Bocor
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan ton jagung untuk operasi pasar Perum Bulog bocor alias diperdagangkan kembali oleh para pemburu rente. Akibatnya, peternak membeli jagung lebih mahal daripada yang seharusnya. Terkait itu, Perum Bulog mengubah mekanisme atau teknis operasi pasar yang bertujuan menstabilkan harga jagung.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, Selasa (23/2) di Jakarta, menyatakan, Perum Bulog mengubah mekanisme alokasi dan penyaluran jagung dalam operasi pasar (OP), dari semula dilakukan Divisi Regional Bulog di daerah menjadi sekarang dengan sentralisasi.
Bulog juga memperketat alokasi. Pengajuan OP harus atas rekomendasi dinas pertanian atau dinas terkait setempat, dengan tetap menyertakan rekomendasi asosiasi. Peluang kebocoran terjadi, lanjut Wahyu, karena masih terdapat disparitas harga yang signifikan antara harga jagung OP dan harga jagung lokal di pasar.
"Selisihnya masih Rp 1.000 per kilogram," ujarnya. Jagung OP Bulog dijual dengan harga Rp 3.500 per kilogram, sedangkan harga jagung di pasar sekitar Rp 4.500 per kilogram.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kebocoran jagung OP Bulog terjadi dengan modus manipulasi permintaan jagung atas nama peternak. Volume permintaan jagung OP ini digelembungkan. Beberapa kasus terjadi di Jawa Tengah dan diduga terjadi juga di Bali. Jagung OP tidak langsung diterima peternak dengan harga tebus sesuai dengan kesepakatan, tetapi dijual dengan harga Rp 500 per kilogram lebih tinggi. Harga tebus jagung Bulog bervariasi, tergantung dari nilai kontrak pembelian.
Untuk memperkecil risiko kebocoran, sekalipun permintaan alokasi jagung OP sudah melalui rekomendasi kepala dinas di setiap wilayah, tetap harus disertai dengan tanda tangan rekomendasi koordinator wilayah yang telah ditetapkan.
Koordinator Forum Peternak Layer Musbar berharap OP jagung akan berjalan efektif sehingga bisa menurunkan harga jagung di tingkat peternak dan produsen pakan ternak dalam tingkat yang wajar. (MAS)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/24/Operasi-Pasar-Jagung-Bulog-Diduga-Bocor
'Bulog Harus Lebih Agresif Stabilisasi Harga Beras'
Selasa, 23 Februari 2016
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menginginkan Perum Badan Urusan Logistik dapat lebih agresif dalam upaya stabilisasi harga beras guna mencegah peningkatan jumlah kemiskinan.
"Karena setiap kenaikan 5 persen harga beras, ada sekitar satu juta masyarakat yang masuk katagori miskin," kata Deputi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Machmud di Yogyakarta, Selasa.
Dalam seminar nasional "Desain Kebijakan Perberasan Dalam Rangka Mendorong Peningkatan Produksi Padi, Daya Saing Usaha Tani Padi dan Kesejahteran Petani", Musdalifah mengatakan Badan Urusan Logistik (Bulog) harus siap sedia melakukan operasi pasar (OP) ketika menghadapi gejolak harga beras di masyarakat.
Sementara itu, menurut dia, sekitar 30 persen pendapatan masyarakat miskin di Indonesia adalah untuk membeli beras, sehingga dengan persentase tersebut kenaikan harga beras mencapai Rp1.000 per kilogram (kg) saja, mereka bisa dikatakan terpuruk.
Begitu juga ketika harga beli beras di kalangan petani rendah, menurut dia, Bulog juga harus segera hadir dengan membeli seluruh beras petani dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp7.300 per kilogram (kg). "Di sisi lain petani yang juga kami katagorikan masyarakat rentan juga tidak boleh merugi," kata dia.
Untuk meningkatkan daya saing serta kemampuan peran Bulog tersebut, menurut Musdalifah, pemerintah telah menyiapkan penjaminan kredit khusus serta subsidi untuk Bulog. "Untuk meningkatkan kemampuan beli maka akan ada penjaminan khusus untuk Bulog," kata dia.
Selain beras, menurut Musdalifah, tugas Bulog juga akan diperluas untuk melakukan stabilisasi harga jagung dan kedelai. Sebelumnya peemrintah akan memperluas peran Bulog untuk menangani gejolak 11 komoditas selain beras, namun akhirnya dikerucutkan hanya tiga komoditas tersebut.
"Kami utamakan tiga komoditas dulu karena kami harus mempertimbangkan jumlah sumberdaya manusia (SDM) dan kapasitasnya," kata dia.
Sementara itu, Kepala Bulog Divisi Regional DIY Sugit Tedjo Mulyono mengaku selalu siap membeli beras atau gabah petani meski saat ini panen belum merata.
"Sepanjang ada yang panen dan mau menjual dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.700 per kg kami akan siap membeli," kata dia.
Di sisi lain, kata Sugit, pihaknya juga telah berulang kali meminta seluruh elemen masyarakat melalui media apabila menemukan gejolak harga beras di wilayahnya agar segera dilaporkan ke Kantor Bulog DIY. "Siapapun bisa melaporkan maka kami akan datang menggelar OP beras," kata dia.
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menginginkan Perum Badan Urusan Logistik dapat lebih agresif dalam upaya stabilisasi harga beras guna mencegah peningkatan jumlah kemiskinan.
"Karena setiap kenaikan 5 persen harga beras, ada sekitar satu juta masyarakat yang masuk katagori miskin," kata Deputi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Machmud di Yogyakarta, Selasa.
Dalam seminar nasional "Desain Kebijakan Perberasan Dalam Rangka Mendorong Peningkatan Produksi Padi, Daya Saing Usaha Tani Padi dan Kesejahteran Petani", Musdalifah mengatakan Badan Urusan Logistik (Bulog) harus siap sedia melakukan operasi pasar (OP) ketika menghadapi gejolak harga beras di masyarakat.
Sementara itu, menurut dia, sekitar 30 persen pendapatan masyarakat miskin di Indonesia adalah untuk membeli beras, sehingga dengan persentase tersebut kenaikan harga beras mencapai Rp1.000 per kilogram (kg) saja, mereka bisa dikatakan terpuruk.
Begitu juga ketika harga beli beras di kalangan petani rendah, menurut dia, Bulog juga harus segera hadir dengan membeli seluruh beras petani dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp7.300 per kilogram (kg). "Di sisi lain petani yang juga kami katagorikan masyarakat rentan juga tidak boleh merugi," kata dia.
Untuk meningkatkan daya saing serta kemampuan peran Bulog tersebut, menurut Musdalifah, pemerintah telah menyiapkan penjaminan kredit khusus serta subsidi untuk Bulog. "Untuk meningkatkan kemampuan beli maka akan ada penjaminan khusus untuk Bulog," kata dia.
Selain beras, menurut Musdalifah, tugas Bulog juga akan diperluas untuk melakukan stabilisasi harga jagung dan kedelai. Sebelumnya peemrintah akan memperluas peran Bulog untuk menangani gejolak 11 komoditas selain beras, namun akhirnya dikerucutkan hanya tiga komoditas tersebut.
"Kami utamakan tiga komoditas dulu karena kami harus mempertimbangkan jumlah sumberdaya manusia (SDM) dan kapasitasnya," kata dia.
Sementara itu, Kepala Bulog Divisi Regional DIY Sugit Tedjo Mulyono mengaku selalu siap membeli beras atau gabah petani meski saat ini panen belum merata.
"Sepanjang ada yang panen dan mau menjual dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.700 per kg kami akan siap membeli," kata dia.
Di sisi lain, kata Sugit, pihaknya juga telah berulang kali meminta seluruh elemen masyarakat melalui media apabila menemukan gejolak harga beras di wilayahnya agar segera dilaporkan ke Kantor Bulog DIY. "Siapapun bisa melaporkan maka kami akan datang menggelar OP beras," kata dia.
Harga Gabah Merosot Tajam, Bulog Diminta Intervensi
Selasa, 23 Februari 2016
Jakarta – Harga gabah dari kalangan petani merosot tajam, menyusul bencana banjir yang merendam beberapa wilayah lumbung padi. Temuan anggota Komisi IV DPR Fadholi menunjukkan, harga jual Gabah Kering Panen (GKP) di Temanggung menukik hingga kisaran 3.000 rupiah per kilogram. Angka itu jauh di bawah Harga Patokan Petani (HPP) yang ditetapkan pemerintah, di mana setiap kilogram GKP dipatok sebesar 3.750 rupiah. Untuk itu, ia mendesak Bulog tak tinggal diam menyikapi kondisi yang merugikan petani itu.
“Kondisi itu merugikan petani. Jadi kalau tidak ada yang membeli sesuai ketentuan pemerintah, harusnya Bulog yang beli. Jangan tinggal diam dong Bulog ini,” desak Politisi asal Jawa Tengah ini saat berbincang di ruang kerjanya di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/02).
Turunnya harga gabah di tingkat itu, menurut Fadholi, disebabkan tingginya kadar air yang dikandung gabah. Banjir yang merendam lahan-lahan pertanian memaksa para petani memetik biji padi sebelum masa panen, guna menghindari risiko puso (gagal panen). Alhasil, gabah hasil panen petani memiliki kualitas tidak bagus lantaran kadar airnya lebih dari 25%, sehingga harga jualnya pun merosot. Oleh karenanya, intervensi Bulog sangat penting guna menyetabilkan harga pasar gabah. Bulog sebagai lembaga pemerintah yang mengurusi supply chain produk pertanian bertanggung jawab terhadap fluktuasi harga padi.
“Sebetulnya kalau ada yang mau beli (GKP, red) lebih dari harga yang ditetapkan pemerintah boleh saja. Kalau tidak ada, ya Bulog yang harus beli,” tandas legislator Fraksi Partai NasDem ini.
Terlepas dari jatuhnya harga gabah di tingkat petani, Fadholi mengimbau pemerintah agar lebih peduli terhadap kualitas sarana dan prasarana pertanian. Bencana banjir yang acap datang tiap tahun, menurutnya bisa diantisipasi jika pemerintah memperbaiki aliran sungai berikut saluran irigasinya. Fenomena penyempitan aliran sungai yang banyak terjadi dewasa ini menjadi salah satu penyebab utama banjir. Hal itu diperburuk dengan penataan saluran irigasi yang belum maksimal.
“Masih jauh memang menuju swasembada pangan. Perbaiki dulu semuanya, maka swasembada pangan juga dapat kita raih di tahun-tahun mendatang,” tandasnya.
Sependapat dengan Fadholi, rekan legislator dari Komisi IV Sulaeman L Hamzah membenarkan pentingnya saluran irigasi dalam menunjang produktivitas pertanian. Kerusakan yang terjadi di berbagai area pertanian saat ini, memicu kemerosotan produksi hasil pertanian. Di Dapilnya sendiri, di Papua, dia menemukan sejumlah lahan tanpa sarana irigasi memadai.
“Irigasi ini kan penting untuk menyalurkan aliran dari pintu air menuju sawah-sawah, hingga ke ujung lahan yang jauh dari sumber air. Kalau saluran irigasi tidak baik, bagaimana sawah yang diujung mau dapat air?” sesalnya.
Jika Indonesia ingin mencapai swasembada beras, menurut Sulaeman berbagai persoalan masalah pertanian di atas harus dituntaskan dalam waktu dekat. Persoalan itu menurutnya sangat mendesak, terlebih jika mengingat bahwa pemerintah sendiri sudah menargetkan swasembada beras dalam rentang tiga tahun masa pemerintahan.
“Swasembada beras harus segera diwujudkan, tapi saya lihat pelaksanaan di lapangan masih belum maksimal,” pungkas Sulaeman.
http://fraksinasdem.org/2016/02/23/harga-gabah-merosot-tajam-bulog-diminta-intervensi/
Jakarta – Harga gabah dari kalangan petani merosot tajam, menyusul bencana banjir yang merendam beberapa wilayah lumbung padi. Temuan anggota Komisi IV DPR Fadholi menunjukkan, harga jual Gabah Kering Panen (GKP) di Temanggung menukik hingga kisaran 3.000 rupiah per kilogram. Angka itu jauh di bawah Harga Patokan Petani (HPP) yang ditetapkan pemerintah, di mana setiap kilogram GKP dipatok sebesar 3.750 rupiah. Untuk itu, ia mendesak Bulog tak tinggal diam menyikapi kondisi yang merugikan petani itu.
“Kondisi itu merugikan petani. Jadi kalau tidak ada yang membeli sesuai ketentuan pemerintah, harusnya Bulog yang beli. Jangan tinggal diam dong Bulog ini,” desak Politisi asal Jawa Tengah ini saat berbincang di ruang kerjanya di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/02).
Turunnya harga gabah di tingkat itu, menurut Fadholi, disebabkan tingginya kadar air yang dikandung gabah. Banjir yang merendam lahan-lahan pertanian memaksa para petani memetik biji padi sebelum masa panen, guna menghindari risiko puso (gagal panen). Alhasil, gabah hasil panen petani memiliki kualitas tidak bagus lantaran kadar airnya lebih dari 25%, sehingga harga jualnya pun merosot. Oleh karenanya, intervensi Bulog sangat penting guna menyetabilkan harga pasar gabah. Bulog sebagai lembaga pemerintah yang mengurusi supply chain produk pertanian bertanggung jawab terhadap fluktuasi harga padi.
“Sebetulnya kalau ada yang mau beli (GKP, red) lebih dari harga yang ditetapkan pemerintah boleh saja. Kalau tidak ada, ya Bulog yang harus beli,” tandas legislator Fraksi Partai NasDem ini.
Terlepas dari jatuhnya harga gabah di tingkat petani, Fadholi mengimbau pemerintah agar lebih peduli terhadap kualitas sarana dan prasarana pertanian. Bencana banjir yang acap datang tiap tahun, menurutnya bisa diantisipasi jika pemerintah memperbaiki aliran sungai berikut saluran irigasinya. Fenomena penyempitan aliran sungai yang banyak terjadi dewasa ini menjadi salah satu penyebab utama banjir. Hal itu diperburuk dengan penataan saluran irigasi yang belum maksimal.
“Masih jauh memang menuju swasembada pangan. Perbaiki dulu semuanya, maka swasembada pangan juga dapat kita raih di tahun-tahun mendatang,” tandasnya.
Sependapat dengan Fadholi, rekan legislator dari Komisi IV Sulaeman L Hamzah membenarkan pentingnya saluran irigasi dalam menunjang produktivitas pertanian. Kerusakan yang terjadi di berbagai area pertanian saat ini, memicu kemerosotan produksi hasil pertanian. Di Dapilnya sendiri, di Papua, dia menemukan sejumlah lahan tanpa sarana irigasi memadai.
“Irigasi ini kan penting untuk menyalurkan aliran dari pintu air menuju sawah-sawah, hingga ke ujung lahan yang jauh dari sumber air. Kalau saluran irigasi tidak baik, bagaimana sawah yang diujung mau dapat air?” sesalnya.
Jika Indonesia ingin mencapai swasembada beras, menurut Sulaeman berbagai persoalan masalah pertanian di atas harus dituntaskan dalam waktu dekat. Persoalan itu menurutnya sangat mendesak, terlebih jika mengingat bahwa pemerintah sendiri sudah menargetkan swasembada beras dalam rentang tiga tahun masa pemerintahan.
“Swasembada beras harus segera diwujudkan, tapi saya lihat pelaksanaan di lapangan masih belum maksimal,” pungkas Sulaeman.
http://fraksinasdem.org/2016/02/23/harga-gabah-merosot-tajam-bulog-diminta-intervensi/
Sekda Tuban Minta Bulog Mengganti Rastra tak Layak Konsumsi yang Diterima Masyarakat
Selasa, 23 Februari 2016
SOSIALISASI: Bulog Tuban saat memberi pengarahan pada camat dan kepala desa se-Kabupaten Tuban terkait Rastra. foto: suwandi/ BANGSAONLINE
TUBAN, BANGSAONLINE.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Tuban, Budi Wiyana meminta kepada pihak Badan Urusan Logistik (Bulog) agar berkomitmen meningkatkan kualitas Beras Sejahtera (Rastra). Sebab saat ini masih banyak temuan rastra berkualitas buruk yang diterima masyarakat.
“Jika selama ini masih ada temuan beras bantuan pemerintah tersebut yang kurang layak, maka dari evaluasi pemkab meminta pada bulog agar memiliki komitmen mengganti beras yang tak layak konsumsi, meski sudah didistribusikan pada masyarakat,” kata Budi sapaan akrabnya seusai menghadiri rapat evaluasi Rastra 2015 di Pendopo Krido Manunggal Tuban, Selasa (23/2).
Setelah adanya evaluasi rastra dengan seluruh camat dan kepala desa se-Kabupaten Tuban ini, ia berharap bulog dapat bekerja sama dalam penyediaan beras yang layak konsumsi. Ia juga meminta masyarakat turut aktif melaporkan pada pihak desa jika menemukan beras tidak layak konsumsi sembari pemerintah tetap melakukan pengawasan berbagai persoalan pembagian rastra.
“Jika ditemukan rastra tidak layak konsumsi maka laporkan saja supaya diganti,”pintanya.
Pihak bulog juga harus secepatnya menindaklanjuti jika ada persoalan tersebut. “Jangan-jangan setelah beras diganti, namun pengirimannya selanjutnya tetap sama, itu yang tidak kita harapkan,”jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Sumurgung, Kecamatan Montong, Mujami’in, mengeluhkan lamanya proses penukaran tersebut. "Ini membuat masyarakat enggan menukarkan rastra (kualitas buruk.red) tersebut,” ungkap Mujami’in.
"Padahal masyarakat inginnya cepat karena akan dimasak dan dikonsumsi,” terangnya. (wan/rev)
http://www.bangsaonline.com/berita/19676/sekda-tuban-minta-bulog-mengganti-rastra-tak-layak-konsumsi-yang-diterima-masyarakat
TUBAN, BANGSAONLINE.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Tuban, Budi Wiyana meminta kepada pihak Badan Urusan Logistik (Bulog) agar berkomitmen meningkatkan kualitas Beras Sejahtera (Rastra). Sebab saat ini masih banyak temuan rastra berkualitas buruk yang diterima masyarakat.
“Jika selama ini masih ada temuan beras bantuan pemerintah tersebut yang kurang layak, maka dari evaluasi pemkab meminta pada bulog agar memiliki komitmen mengganti beras yang tak layak konsumsi, meski sudah didistribusikan pada masyarakat,” kata Budi sapaan akrabnya seusai menghadiri rapat evaluasi Rastra 2015 di Pendopo Krido Manunggal Tuban, Selasa (23/2).
Setelah adanya evaluasi rastra dengan seluruh camat dan kepala desa se-Kabupaten Tuban ini, ia berharap bulog dapat bekerja sama dalam penyediaan beras yang layak konsumsi. Ia juga meminta masyarakat turut aktif melaporkan pada pihak desa jika menemukan beras tidak layak konsumsi sembari pemerintah tetap melakukan pengawasan berbagai persoalan pembagian rastra.
“Jika ditemukan rastra tidak layak konsumsi maka laporkan saja supaya diganti,”pintanya.
Pihak bulog juga harus secepatnya menindaklanjuti jika ada persoalan tersebut. “Jangan-jangan setelah beras diganti, namun pengirimannya selanjutnya tetap sama, itu yang tidak kita harapkan,”jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Sumurgung, Kecamatan Montong, Mujami’in, mengeluhkan lamanya proses penukaran tersebut. "Ini membuat masyarakat enggan menukarkan rastra (kualitas buruk.red) tersebut,” ungkap Mujami’in.
"Padahal masyarakat inginnya cepat karena akan dimasak dan dikonsumsi,” terangnya. (wan/rev)
http://www.bangsaonline.com/berita/19676/sekda-tuban-minta-bulog-mengganti-rastra-tak-layak-konsumsi-yang-diterima-masyarakat
Selasa, 23 Februari 2016
Ruang Kartel Pangan Besar
Selasa, 23 Februari 2016
Kendali terhadap Tata Niaga Pangan Lemah
JAKARTA, KOMPAS — Ruang praktik monopoli dan kartel pangan di Indonesia sangat besar. Dua tahun terakhir ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah menangani tiga kasus dugaan kartel daging ayam, daging sapi, dan beras, dengan 44 perusahaan sebagai tersangka atau terlapor.
Kasus tersebut mencuat karena pemerintah selama ini tidak mempunyai kendali terhadap tata niaga pangan. Di samping itu, struktur industri pangan rapuh sehingga meminggirkan petani mandiri.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema "Mengungkap Kartel Pangan" yang digelar Radio Republik Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), di Jakarta, Senin (22/2). Hadir sebagai pembicara Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Syarkawi Rauf, pakar pangan Indef Bustanul Arifin, dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman.
Syarkawi Rauf mengatakan, dalam kasus dugaan kartel daging sapi, KPPU menetapkan 32 perusahaan penggemukan sebagai tersangka. Mereka diduga mengatur realisasi kuota impor sapi dan distribusi sapi ke rumah pemotongan hewan sebagai respons kebijakan pemerintah tentang pembatasan kuota sapi.
Pada tahun ini, KPPU menetapkan 12 perusahaan sebagai tersangka. Dugaan kartelnya pada pengaturan apkir dini bibit ayam (PS) dan pasokan anak ayam usia sehari (DOC).
"Itu menyebabkan harga ayam jatuh. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, harga ayam di tingkat petani mandiri Rp 8.500-Rp 9.500 per kilogram. Padahal, biaya produksi pokok para peternak Rp 18.000 per kilogram," katanya.
Menurut Syarkawi, bisnis unggas di Indonesia ini nilainya sekitar Rp 450 triliun. Dahulu, sebanyak 80 persen didominasi petani mandiri. Pada empat tahun terakhir ini, bisnis unggas telah dikuasai perusahaan besar dan peternak mitra mereka.
Di samping itu, lanjut Syarkawi, KPPU juga sedang mengawasi dan menyelidiki dugaan penimbunan beras di tingkat pedagang besar. KPPU menemukan sejumlah indikasi, salah satunya peningkatan pasokan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, hingga 120 persen pada Februari 2016 daripada pada Februari 2015.
"Jika dugaan kartel dan penimbunan terbukti, KPPU akan merekomendasikan kepada kementerian terkait agar mencabut izin usaha pelaku," ujarnya.
Sementara dalam kesempatan tersebut, Bustanul lebih banyak menyoroti industri perunggasan nasional. Bustanul menilai industri perunggasan di Indonesia itu aneh.
"Baru dua minggu lalu harga ayam tinggi, sekarang harganya turun. Biaya pokok penjualan ayam dua minggu lalu Rp 18.500 per kg, sekarang ini Rp 8.500 per kg-Rp 9.500 per kg," ujarnya.
Bustanul mencontohkan, pada Sabtu pekan lalu, harga ayam hidup di petani mandiri di Sumatera Rp 11.500-Rp 18.000 per kg, di Jawa Rp 8.500-Rp 11.500 per kg, dan di Kalimantan Rp 14.000-Rp 22.000 per kg.
Sementara itu, harga daging ayam yang dirilis Kementerian Perdagangan pada Jumat pekan lalu Rp 31.750 per kg dan harga telur Rp 24.300 per kg. "Pertanyaannya adalah siapa yang menentukan harga tersebut? Ada disparitas harga yang cukup tinggi yang merugikan petani dan konsumen," katanya.
Menurut Bustanul, peternak mandiri akan merugi jika harga terus bergejolak. Adapun peternak mitra tidak akan mengalami masalah karena mendapatkan jaminan dari perusahaan besar.
"Saya berharap KPPU mampu mengurai persoalan tersebut. Kalau memang praktik monopoli, selesaikan secara hukum. Namun jika karena faktor lain, saya berharap ada solusi ekonomi dan kebijakan," tuturnya.
Kendali lemah
Adhi S Lukman meminta agar pemerintah kembali memegang kendali atas tata niaga pangan pokok. Selama ini yang dirugikan bukan hanya petani, peternak, ataupun konsumen, melainkan juga pelaku industri makanan olahan.
Sejak harga daging ayam dan sapi bergejolak, industri makanan olahan berbahan baku komoditas pangan tersebut turut bergejolak. "Mereka kekurangan pasokan bahan baku sehingga terpaksa menghentikan atau mengurangi produksi," ujarnya.
Syarkawi menegaskan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian harus segera merampungkan persoalan ini. Gunakan wewenang mengendalikan tata niaga yang selama ini membuka peluang besar bagi praktik monopoli dan kartel.
Dasar hukumnya ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Lewat regulasi itu, Kementerian Perdagangan bisa menetapkan harga eceran tetap untuk pangan pokok.
"Pemerintah seharusnya punya ketegasan untuk melindungi petani, peternak, dan konsumen. Pemerintah juga harus punya wibawa agar kebijakan yang dibuatnya dilaksanakan pelaku usaha terkait," tuturnya. (HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160223kompas/#/18/
Kendali terhadap Tata Niaga Pangan Lemah
JAKARTA, KOMPAS — Ruang praktik monopoli dan kartel pangan di Indonesia sangat besar. Dua tahun terakhir ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah menangani tiga kasus dugaan kartel daging ayam, daging sapi, dan beras, dengan 44 perusahaan sebagai tersangka atau terlapor.
Kasus tersebut mencuat karena pemerintah selama ini tidak mempunyai kendali terhadap tata niaga pangan. Di samping itu, struktur industri pangan rapuh sehingga meminggirkan petani mandiri.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema "Mengungkap Kartel Pangan" yang digelar Radio Republik Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), di Jakarta, Senin (22/2). Hadir sebagai pembicara Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Syarkawi Rauf, pakar pangan Indef Bustanul Arifin, dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman.
Syarkawi Rauf mengatakan, dalam kasus dugaan kartel daging sapi, KPPU menetapkan 32 perusahaan penggemukan sebagai tersangka. Mereka diduga mengatur realisasi kuota impor sapi dan distribusi sapi ke rumah pemotongan hewan sebagai respons kebijakan pemerintah tentang pembatasan kuota sapi.
Pada tahun ini, KPPU menetapkan 12 perusahaan sebagai tersangka. Dugaan kartelnya pada pengaturan apkir dini bibit ayam (PS) dan pasokan anak ayam usia sehari (DOC).
"Itu menyebabkan harga ayam jatuh. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, harga ayam di tingkat petani mandiri Rp 8.500-Rp 9.500 per kilogram. Padahal, biaya produksi pokok para peternak Rp 18.000 per kilogram," katanya.
Menurut Syarkawi, bisnis unggas di Indonesia ini nilainya sekitar Rp 450 triliun. Dahulu, sebanyak 80 persen didominasi petani mandiri. Pada empat tahun terakhir ini, bisnis unggas telah dikuasai perusahaan besar dan peternak mitra mereka.
Di samping itu, lanjut Syarkawi, KPPU juga sedang mengawasi dan menyelidiki dugaan penimbunan beras di tingkat pedagang besar. KPPU menemukan sejumlah indikasi, salah satunya peningkatan pasokan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, hingga 120 persen pada Februari 2016 daripada pada Februari 2015.
"Jika dugaan kartel dan penimbunan terbukti, KPPU akan merekomendasikan kepada kementerian terkait agar mencabut izin usaha pelaku," ujarnya.
Sementara dalam kesempatan tersebut, Bustanul lebih banyak menyoroti industri perunggasan nasional. Bustanul menilai industri perunggasan di Indonesia itu aneh.
"Baru dua minggu lalu harga ayam tinggi, sekarang harganya turun. Biaya pokok penjualan ayam dua minggu lalu Rp 18.500 per kg, sekarang ini Rp 8.500 per kg-Rp 9.500 per kg," ujarnya.
Bustanul mencontohkan, pada Sabtu pekan lalu, harga ayam hidup di petani mandiri di Sumatera Rp 11.500-Rp 18.000 per kg, di Jawa Rp 8.500-Rp 11.500 per kg, dan di Kalimantan Rp 14.000-Rp 22.000 per kg.
Sementara itu, harga daging ayam yang dirilis Kementerian Perdagangan pada Jumat pekan lalu Rp 31.750 per kg dan harga telur Rp 24.300 per kg. "Pertanyaannya adalah siapa yang menentukan harga tersebut? Ada disparitas harga yang cukup tinggi yang merugikan petani dan konsumen," katanya.
Menurut Bustanul, peternak mandiri akan merugi jika harga terus bergejolak. Adapun peternak mitra tidak akan mengalami masalah karena mendapatkan jaminan dari perusahaan besar.
"Saya berharap KPPU mampu mengurai persoalan tersebut. Kalau memang praktik monopoli, selesaikan secara hukum. Namun jika karena faktor lain, saya berharap ada solusi ekonomi dan kebijakan," tuturnya.
Kendali lemah
Adhi S Lukman meminta agar pemerintah kembali memegang kendali atas tata niaga pangan pokok. Selama ini yang dirugikan bukan hanya petani, peternak, ataupun konsumen, melainkan juga pelaku industri makanan olahan.
Sejak harga daging ayam dan sapi bergejolak, industri makanan olahan berbahan baku komoditas pangan tersebut turut bergejolak. "Mereka kekurangan pasokan bahan baku sehingga terpaksa menghentikan atau mengurangi produksi," ujarnya.
Syarkawi menegaskan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian harus segera merampungkan persoalan ini. Gunakan wewenang mengendalikan tata niaga yang selama ini membuka peluang besar bagi praktik monopoli dan kartel.
Dasar hukumnya ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Lewat regulasi itu, Kementerian Perdagangan bisa menetapkan harga eceran tetap untuk pangan pokok.
"Pemerintah seharusnya punya ketegasan untuk melindungi petani, peternak, dan konsumen. Pemerintah juga harus punya wibawa agar kebijakan yang dibuatnya dilaksanakan pelaku usaha terkait," tuturnya. (HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160223kompas/#/18/
Bulog Hentikan Operasi Pasar
Selasa, 23 Februari 2016
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Harga jual beras di tingkat pengecer di Lampung cenderung menurun sejak dua minggu lalu. Turunnya harga beras membuat Perum Bulog Divisi Regional Lampung menghentikan operasi pasar yang telah digelar sejak tiga bulan lalu.
"Beras yang dijual Rp 8.400 per kilogram telah kami tarik sejak satu minggu lalu. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga beras agar tidak terlalu jatuh," kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Lampung Dindin Syarifudin, Senin (22/2), di Bandar Lampung.
Menurut Dindin, Bulog telah mengeluarkan 1.800 ton beras selama operasi pasar yang dimulai Desember 2015. Intervensi itu membuat harga beras di tingkat pengecer turun Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram.
"Selama operasi pasar, harga beras kualitas premium turun secara bertahap dari Rp 9.600 menjadi Rp 8.200 per kilogram," kata Dindin.
Pantauan Kompas di beberapa pasar tradisional di Bandar Lampung, kemarin, menunjukkan, harga jual beras IR 64 paling tinggi Rp 10.600 per kilogram. Harga beras itu turun Rp 1.400 dibandingkan dengan dua minggu lalu.
"Hampir semua merek beras jenis IR 64 premium turun berkisar Rp 400-Rp 1.400 per kilogram," kata Shelly (40), pemilik Toko Sembako Shelly di Pasar Koga, Bandar Lampung.
Ia mengatakan, penurunan harga terjadi karena sejumlah sentra produksi beras di Lampung akan memasuki musim panen. Selama ini, ia mengambil pasokan beras dari Kabupaten Tanggamus dan Kota Metro.
Dindin menjelaskan, target serapan beras Bulog sepanjang 2016 sebanyak 150.000 ton. Jumlah itu naik 20.000 ton dari target serapan tahun lalu 130.000 ton.
Menurut Dindin, 80 persen atau 120.000 ton target serapan akan dipenuhi saat panen raya musim rendeng April nanti. Itu dilakukan untuk menjaga pasokan beras Bulog tahun 2016. "Mulai Februari, sebanyak 15-30 ton gabah mulai diserap," ujarnya.
Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, beras premium dari berbagai merek beredar di pasar-pasar tradisional, tetapi dengan kualitas cenderung menurun. Padahal, harga beras itu lebih mahal Rp 2.500 dibandingkan dengan beras Bulog, misalnya.
Direktur Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) NTT Marthen Mulik, di Kupang, Senin, mengatakan, hasil penyelidikan di beberapa toko beras, menunjukkan, beras premium jenis jeruk, misalnya, tampak bulukan, kekuningan, berwarna pudar, dan banyak serbuk.
Menurut Marthen, pemerintah tidak melindungi konsumen dari berbagai spekulasi dan penipuan pedagang. Konsumen selalu menjadi korban pengusaha dan pedagang dengan berbagai alasan, terutama gagal panen dan produksi beras menurun.
Beras jenis jeruk saat ini Rp 13.500 per kilogram. Beras yang dikeluarkan Bulog dijual di pasar dengan harga bervariasi Rp 10.500-Rp 11.000 per kilogram.
(KOR/VIO)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/23/Bulog-Hentikan-Operasi-Pasar
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Harga jual beras di tingkat pengecer di Lampung cenderung menurun sejak dua minggu lalu. Turunnya harga beras membuat Perum Bulog Divisi Regional Lampung menghentikan operasi pasar yang telah digelar sejak tiga bulan lalu.
"Beras yang dijual Rp 8.400 per kilogram telah kami tarik sejak satu minggu lalu. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga beras agar tidak terlalu jatuh," kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Lampung Dindin Syarifudin, Senin (22/2), di Bandar Lampung.
Menurut Dindin, Bulog telah mengeluarkan 1.800 ton beras selama operasi pasar yang dimulai Desember 2015. Intervensi itu membuat harga beras di tingkat pengecer turun Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram.
"Selama operasi pasar, harga beras kualitas premium turun secara bertahap dari Rp 9.600 menjadi Rp 8.200 per kilogram," kata Dindin.
Pantauan Kompas di beberapa pasar tradisional di Bandar Lampung, kemarin, menunjukkan, harga jual beras IR 64 paling tinggi Rp 10.600 per kilogram. Harga beras itu turun Rp 1.400 dibandingkan dengan dua minggu lalu.
"Hampir semua merek beras jenis IR 64 premium turun berkisar Rp 400-Rp 1.400 per kilogram," kata Shelly (40), pemilik Toko Sembako Shelly di Pasar Koga, Bandar Lampung.
Ia mengatakan, penurunan harga terjadi karena sejumlah sentra produksi beras di Lampung akan memasuki musim panen. Selama ini, ia mengambil pasokan beras dari Kabupaten Tanggamus dan Kota Metro.
Dindin menjelaskan, target serapan beras Bulog sepanjang 2016 sebanyak 150.000 ton. Jumlah itu naik 20.000 ton dari target serapan tahun lalu 130.000 ton.
Menurut Dindin, 80 persen atau 120.000 ton target serapan akan dipenuhi saat panen raya musim rendeng April nanti. Itu dilakukan untuk menjaga pasokan beras Bulog tahun 2016. "Mulai Februari, sebanyak 15-30 ton gabah mulai diserap," ujarnya.
Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, beras premium dari berbagai merek beredar di pasar-pasar tradisional, tetapi dengan kualitas cenderung menurun. Padahal, harga beras itu lebih mahal Rp 2.500 dibandingkan dengan beras Bulog, misalnya.
Direktur Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) NTT Marthen Mulik, di Kupang, Senin, mengatakan, hasil penyelidikan di beberapa toko beras, menunjukkan, beras premium jenis jeruk, misalnya, tampak bulukan, kekuningan, berwarna pudar, dan banyak serbuk.
Menurut Marthen, pemerintah tidak melindungi konsumen dari berbagai spekulasi dan penipuan pedagang. Konsumen selalu menjadi korban pengusaha dan pedagang dengan berbagai alasan, terutama gagal panen dan produksi beras menurun.
Beras jenis jeruk saat ini Rp 13.500 per kilogram. Beras yang dikeluarkan Bulog dijual di pasar dengan harga bervariasi Rp 10.500-Rp 11.000 per kilogram.
(KOR/VIO)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/23/Bulog-Hentikan-Operasi-Pasar
Raskin di Kabupaten Tangerang Untuk Pakan Ternak
Senin, 22 Februari 2016
Tidak Layak Dikonsumsi Manusia
Tangerang_Barakindo- Setelah sebelumnya warga Kecamatan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang mengeluhkan buruknya kualitas beras miskin (raskin) yang didistribusikan Perum Bulog Subdivre Tangerang, kini protes yang sama juga disampaikan warga Desa Pasanggrahan, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Selain berkutu dan bau, raskin yang dibagikan ke sejumlahKepala Keluarga (KK) itupun sudah berubah warna.
“Berasnya tidak layak dikonsumsi, karena berkutu dan bau. Warnanya juga berubah,” ujar Maryono, Warga Blok I, Perumahan Taman Kirana Surya, layaknya dilansir kabar6.com, Minggu (21/2/2016) kemarin.
Kata Yono, beras bersubsidi yang kini sudah berubah nama menjadi beras untuk masyarakat pra sejahtera (rasta) tersebut diduga sudah lama disimpan digudang, sehingga warna dan aromanya mengalami perubahan.
“Ini mah buat pakan ayam, bukan untuk manusia,” jelasnya. (Red)*
http://beritabarak.blogspot.co.id/2016/02/raskin-di-kabupaten-tangerang-untuk.html#more
Tidak Layak Dikonsumsi Manusia
Tangerang_Barakindo- Setelah sebelumnya warga Kecamatan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang mengeluhkan buruknya kualitas beras miskin (raskin) yang didistribusikan Perum Bulog Subdivre Tangerang, kini protes yang sama juga disampaikan warga Desa Pasanggrahan, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Selain berkutu dan bau, raskin yang dibagikan ke sejumlahKepala Keluarga (KK) itupun sudah berubah warna.
“Berasnya tidak layak dikonsumsi, karena berkutu dan bau. Warnanya juga berubah,” ujar Maryono, Warga Blok I, Perumahan Taman Kirana Surya, layaknya dilansir kabar6.com, Minggu (21/2/2016) kemarin.
Kata Yono, beras bersubsidi yang kini sudah berubah nama menjadi beras untuk masyarakat pra sejahtera (rasta) tersebut diduga sudah lama disimpan digudang, sehingga warna dan aromanya mengalami perubahan.
“Ini mah buat pakan ayam, bukan untuk manusia,” jelasnya. (Red)*
http://beritabarak.blogspot.co.id/2016/02/raskin-di-kabupaten-tangerang-untuk.html#more
Senin, 22 Februari 2016
DPR Minta Mafia Beras Dibongkar
Sabtu, 20 Februari 2016
JAKARTA (HN) - Melimpahnya stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 17 Februari 2016 sebesar 53.145 ton melonjak 138% dibandingkan periode Februari 2015, cukup mengagetkan banyak pihak. Hal tersebut dikarenakan saat ini baru saja berakhir musim paceklik Januari 2016. Fenomena ini bahkan tidak hanya terjadi di PICB namun juga terjadi di enam pasar sentra beras di DKI,Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Dalam menyikapai kasus ini, anggota Komisi IV DPR Al Muzzammil Yusuf mengatakan bahwa kejadian seperti ini bisa jadi merupakan permainan para mafia beras yang selama ini melakukan penimbunan beras dan kemudian melemparnya ke pasar menjelang memasuki panen.
"Ini bisa jadi ulah mafia beras yang memang menimbun beras dan melempar ke pasar menjelang panen," ujarnya, Jumat (19/2).
Kata politikus PKS ini, perbuatan yang menimbun beras dan mempermaikan harga seperti inilah yang paling merusak cita-cita bangsa untuk membangun kedaulatan pangan dalam negeri.
"Mentan, Bulog, KPPU dan kepolisian harus membongkarnya. Kalau tidak dibongkar akan terus berulang seperti ini," ungkap Muzzammil.
Dia juga meminta kepada BPS untuk turun melihat ke pasar, sehingga data ke depan bisa lebih akurat lagi. "Data jangan hanya jadi permainan angka tanpa fakta. Itu bisa menggagalkan program kedaulatan pangan kita," pungkasnya
http://www.harnas.co/2016/02/20/dpr-minta-mafia-beras-dibongkar
JAKARTA (HN) - Melimpahnya stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 17 Februari 2016 sebesar 53.145 ton melonjak 138% dibandingkan periode Februari 2015, cukup mengagetkan banyak pihak. Hal tersebut dikarenakan saat ini baru saja berakhir musim paceklik Januari 2016. Fenomena ini bahkan tidak hanya terjadi di PICB namun juga terjadi di enam pasar sentra beras di DKI,Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Dalam menyikapai kasus ini, anggota Komisi IV DPR Al Muzzammil Yusuf mengatakan bahwa kejadian seperti ini bisa jadi merupakan permainan para mafia beras yang selama ini melakukan penimbunan beras dan kemudian melemparnya ke pasar menjelang memasuki panen.
"Ini bisa jadi ulah mafia beras yang memang menimbun beras dan melempar ke pasar menjelang panen," ujarnya, Jumat (19/2).
Kata politikus PKS ini, perbuatan yang menimbun beras dan mempermaikan harga seperti inilah yang paling merusak cita-cita bangsa untuk membangun kedaulatan pangan dalam negeri.
"Mentan, Bulog, KPPU dan kepolisian harus membongkarnya. Kalau tidak dibongkar akan terus berulang seperti ini," ungkap Muzzammil.
Dia juga meminta kepada BPS untuk turun melihat ke pasar, sehingga data ke depan bisa lebih akurat lagi. "Data jangan hanya jadi permainan angka tanpa fakta. Itu bisa menggagalkan program kedaulatan pangan kita," pungkasnya
http://www.harnas.co/2016/02/20/dpr-minta-mafia-beras-dibongkar
Raskin tak Layak Bisa Dikembalikan
Sabtu, 20 Februari 2016
DITANYA soal masih adanya keluhan masyarakat bahwa masih ada raskin tak layak pakai, Kadivre Bulog Aceh, Drs Achmad Ma’mun MM tak membantahnya. Pasalnya, kata dia dari sekian banyak yang dipasok dari pusat, terkadang ada terselip raskin yang mungkin sudah lama, sehingga kualitasnya kurang.
“Tapi untuk beras seperti itu, silakan dikembalikan lagi ke Bulog. Nanti tim petugas kami bisa mengolah kembali di unit pengelolaan gabah, sehingga beras tersebut kembali layak pakai,” kata Achmad Ma’mun didampingi Kabid Pelayanan Publik Bulog Divre Aceh, Bambang Syukri. (sal)
http://aceh.tribunnews.com/2016/02/20/raskin-tak-layak-bisa-dikembalikan
DITANYA soal masih adanya keluhan masyarakat bahwa masih ada raskin tak layak pakai, Kadivre Bulog Aceh, Drs Achmad Ma’mun MM tak membantahnya. Pasalnya, kata dia dari sekian banyak yang dipasok dari pusat, terkadang ada terselip raskin yang mungkin sudah lama, sehingga kualitasnya kurang.
“Tapi untuk beras seperti itu, silakan dikembalikan lagi ke Bulog. Nanti tim petugas kami bisa mengolah kembali di unit pengelolaan gabah, sehingga beras tersebut kembali layak pakai,” kata Achmad Ma’mun didampingi Kabid Pelayanan Publik Bulog Divre Aceh, Bambang Syukri. (sal)
http://aceh.tribunnews.com/2016/02/20/raskin-tak-layak-bisa-dikembalikan
Sabtu, 20 Februari 2016
Perpadi Minta Operasi Pasar Bulog Dihentikan
JUMAT , 19 FEBRUARI 2016
RAKYATKU.COM, MAKASSAR – Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) Jakarta, Nellys Soekidi dan Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang Haji Zulkifli meminta Kepala Perum Bulog Divisi Regional DKI Jakarta untuk menyetop Operasi Pasar Beras. Sebab, stok beras di pasaran dinilai melonjak drastis. “Pekan keempat bulan ini, sudah memasuki musim panen. Maret-April 2016, kata dia, merupakan puncak panen raya dan diperikirakan siap membanjiri seluruh sentra pasar di Indonesia,” katanya melalui siaran pers yang diterima, Jumat (19/2/2016). Dia berharap, harga beras yang terbilang stabil saat ini jangan sampai turun lagi. “Memasuki panen raya ini bila harga beras turun lagi, maka berdampak pada harga gabah dan petani menderita rugi,” katanya. Untuk diketahui, saat ini sudah memasuki musim panen dan puncaknya akan terjadi Maret-April 2016. Panen padi Februari 2016 diprediksi 5,0 juta ton GKG setara 3,1 juta ton beras. “Pada Maret 2016 akan panen raya 12,6 juta ton GKG setara 7,9 juta ton beras. Demikian juga April, panen di atas 12,0 juta ton GKG,” ujar Suwandi, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. Stok Melonjak Stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 17 Februari 2016 sebesar 53.145 ton atau melonjak 138% dibandingkan Februari 2015. Pada saat baru berakhirnya musim paceklik Januari 2016 ini juga malah terjadi penumpukan stock beras di enam pasar sentra beras di DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Fakta melimpahnya beras ini telah menjadi anomali pasar yang layak mendapat perhatian. “Mestinya para pakar dan pengamat jangan tiarap. Tetapi untuk turun ke lapangan dan menelaah fenomena yang menarik ini,” kata Zulkifli. Selama ini, beberapa pengamat menilai ada kekurangan stok beras di pasaran. Namun hal ini dibantah Staf Khusus Kementan Bidang Kebijakan, Syukriansyah S Latif. “Pengamat selalu mengatakan data dari BPS itu salah. Sementara data BPS itu punya negara. Kita mengacu ke BPS. Lantas bagaimana sekarang? Musim paceklik saat ini, beras melimpah di pasaran,” kata pria yang akrab disapa Uki ini saat berkunjung ke Rakyatku.com. Sekadar diketahui, Oktober-Desember 2015, beberapa pengamat menyatakan akan terjadi kekurangan beras dan perlu impor untuk Cadangan Beras Nasional. Pada saat itu, BPS pun dianggap tidak mampu menyajikan data valid.
RAKYATKU.COM, MAKASSAR – Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) Jakarta, Nellys Soekidi dan Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang Haji Zulkifli meminta Kepala Perum Bulog Divisi Regional DKI Jakarta untuk menyetop Operasi Pasar Beras. Sebab, stok beras di pasaran dinilai melonjak drastis. “Pekan keempat bulan ini, sudah memasuki musim panen. Maret-April 2016, kata dia, merupakan puncak panen raya dan diperikirakan siap membanjiri seluruh sentra pasar di Indonesia,” katanya melalui siaran pers yang diterima, Jumat (19/2/2016). Dia berharap, harga beras yang terbilang stabil saat ini jangan sampai turun lagi. “Memasuki panen raya ini bila harga beras turun lagi, maka berdampak pada harga gabah dan petani menderita rugi,” katanya. Untuk diketahui, saat ini sudah memasuki musim panen dan puncaknya akan terjadi Maret-April 2016. Panen padi Februari 2016 diprediksi 5,0 juta ton GKG setara 3,1 juta ton beras. “Pada Maret 2016 akan panen raya 12,6 juta ton GKG setara 7,9 juta ton beras. Demikian juga April, panen di atas 12,0 juta ton GKG,” ujar Suwandi, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. Stok Melonjak Stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per 17 Februari 2016 sebesar 53.145 ton atau melonjak 138% dibandingkan Februari 2015. Pada saat baru berakhirnya musim paceklik Januari 2016 ini juga malah terjadi penumpukan stock beras di enam pasar sentra beras di DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Fakta melimpahnya beras ini telah menjadi anomali pasar yang layak mendapat perhatian. “Mestinya para pakar dan pengamat jangan tiarap. Tetapi untuk turun ke lapangan dan menelaah fenomena yang menarik ini,” kata Zulkifli. Selama ini, beberapa pengamat menilai ada kekurangan stok beras di pasaran. Namun hal ini dibantah Staf Khusus Kementan Bidang Kebijakan, Syukriansyah S Latif. “Pengamat selalu mengatakan data dari BPS itu salah. Sementara data BPS itu punya negara. Kita mengacu ke BPS. Lantas bagaimana sekarang? Musim paceklik saat ini, beras melimpah di pasaran,” kata pria yang akrab disapa Uki ini saat berkunjung ke Rakyatku.com. Sekadar diketahui, Oktober-Desember 2015, beberapa pengamat menyatakan akan terjadi kekurangan beras dan perlu impor untuk Cadangan Beras Nasional. Pada saat itu, BPS pun dianggap tidak mampu menyajikan data valid.
Raskin Pakai Beras Premium
Jumat,19 Februari 2016
PURWOKERTO – Bulan Februari dan Maret, Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskin akan mendapatkan jatah beras kualitas premium. Ini berbeda dibanding penyaluran bulan sebelumnya.
Kabag Perekonomian Setda Banyumas Sugiyanto mengatakan, meski kualitas beras meningkat, harga raskin tidak akan mengalami perubahan tetap Rp 1.600 per kilogram.
“Berdasarkan rapat koordinasi, diputuskan untuk alokasi Februari-Maret raskin menggunakan beras premium atau stok terbaru dari Solo,” tutur dia.
Beras kualitas premium, kata Sugiyanto, merupakan beras yang biasa dikonsumsi masyarakat umum. Di pasar maupun di warung, beras jenis tersebut harganya antara Rp 9 ribu hingga Rp 9.500 per kilogram. “Jadi lebih bagus. Bisa dilihat contohnya yang premium banyak beras yang utuh dan lebih bersih,” kata dia.
Mengenai alasan digunakannya beras premium untuk raskin, menurut Sugiyanto, karena stok beras medium habis. “Stok beras yang biasa disalurkan habis, dan kemarin di Bulog baru mendapatkan kiriman 1.000 ton beras premium dari Solo,” kata dia.
Lebih lanjut Sugiyanto mengatakan, rencana penyaluran raskin bulan ini dilakukan pekan depan. Hal ini menyusul turunnya peraturan pemerintah yang bisa menjadi pedoman penyaluran. “Bulan ini rencana disalurkan Senin-Kamis (22/2-25/2). Sama seperti bulan sebelumnya, ada keterlambatan karena menunggu sosialisasi dari provinsi,” ujar dia.
Sementara untuk penyaluran bulan April, lanjut dia, rencana akan disalurkan awal bulan menggunakan beras dari serapan petani. “Untuk kualitasnya saya belum tahu, apakah bagus atau tidak. Tapi untuk April nanti menunggu dari panen petani. Yang jelas menggunakan beras baru karena panenan,” tandasnya.
Berdasarkan data Bagian Perekonomian, pada tahun 2016 tidak ada perubahan baik dari segi jumlah maupun harga yang harus ditebus. Untuk Kabupaten Banyumas ada 124.422 RTS yang berhak menerima raskin. Mereka masing-masing mendapatkan jatah 15 kilogram dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. (why/sus)
http://www.radarbanyumas.co.id/raskin-pakai-beras-premium/
PURWOKERTO – Bulan Februari dan Maret, Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskin akan mendapatkan jatah beras kualitas premium. Ini berbeda dibanding penyaluran bulan sebelumnya.
Kabag Perekonomian Setda Banyumas Sugiyanto mengatakan, meski kualitas beras meningkat, harga raskin tidak akan mengalami perubahan tetap Rp 1.600 per kilogram.
“Berdasarkan rapat koordinasi, diputuskan untuk alokasi Februari-Maret raskin menggunakan beras premium atau stok terbaru dari Solo,” tutur dia.
Beras kualitas premium, kata Sugiyanto, merupakan beras yang biasa dikonsumsi masyarakat umum. Di pasar maupun di warung, beras jenis tersebut harganya antara Rp 9 ribu hingga Rp 9.500 per kilogram. “Jadi lebih bagus. Bisa dilihat contohnya yang premium banyak beras yang utuh dan lebih bersih,” kata dia.
Mengenai alasan digunakannya beras premium untuk raskin, menurut Sugiyanto, karena stok beras medium habis. “Stok beras yang biasa disalurkan habis, dan kemarin di Bulog baru mendapatkan kiriman 1.000 ton beras premium dari Solo,” kata dia.
Lebih lanjut Sugiyanto mengatakan, rencana penyaluran raskin bulan ini dilakukan pekan depan. Hal ini menyusul turunnya peraturan pemerintah yang bisa menjadi pedoman penyaluran. “Bulan ini rencana disalurkan Senin-Kamis (22/2-25/2). Sama seperti bulan sebelumnya, ada keterlambatan karena menunggu sosialisasi dari provinsi,” ujar dia.
Sementara untuk penyaluran bulan April, lanjut dia, rencana akan disalurkan awal bulan menggunakan beras dari serapan petani. “Untuk kualitasnya saya belum tahu, apakah bagus atau tidak. Tapi untuk April nanti menunggu dari panen petani. Yang jelas menggunakan beras baru karena panenan,” tandasnya.
Berdasarkan data Bagian Perekonomian, pada tahun 2016 tidak ada perubahan baik dari segi jumlah maupun harga yang harus ditebus. Untuk Kabupaten Banyumas ada 124.422 RTS yang berhak menerima raskin. Mereka masing-masing mendapatkan jatah 15 kilogram dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. (why/sus)
http://www.radarbanyumas.co.id/raskin-pakai-beras-premium/
Jumat, 19 Februari 2016
HPP Beras Lebih Rendah Harga Pasar
Jumat,19 Februari 2016
PURWOKERTO- Harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah 2016 yang telah diputuskan oleh pemerintah masih di bawah harga pasar. Hal ini dinilai dapat memengaruhi kinerja penyerapan beras ke gudang Bulog. Pembelian beras dan gabang 2016 masih mengacu pada Inpres No 5 Tahun 2015. Pada inpres tersebut harga beras di gudang Bulog Rp 7.300 per kilogram, sedangkan harga gabah kering giling Rp 4.600 per kilogram. Menurut Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas, Faturrahman, HPP beras dan gabah hanya akan efektif ketika memasuki panen raya, karena biasanya pada saat itu harga gabah akan cenderung turun seiring dengan hasil produksi padi yang melimpah di tingkat petani. Namun, ketika memasuki panen padi pada musim sadon atau musim panen kedua saat musim kemarau, biasanya harga gabah di atas HPP. ”Dengan kondisi ini jangan harap prognosa setara beras di gudang Bulog dapat terpenuhi,” terangnya, kemarin. Kombinasi Harga Dia mengatakan, saat ini saja harga gabah kering panen di tingkat petani berkisar Rp 3.800 sampai Rp 4.000 per kilogram, sedangkan harga beras di penggilingan berkisar Rp 8.600 – Rp 8.800 per kilogram. Di sejumlah pasar tradisional, seperti Pasar Manis dan Pasar Wage Purwokerto, harga beras IR 64 kualitas medium berkisar Rp 9.400 per kilogram, sedangkan beras IR 64 kualitas premium Rp 10.000 per kilogram. ”Jadi, kalau bisa Bulog mengombinasi harga. Artinya, ketika memasuki panen padi, Bulog menyerap dengan harga sesuai HPP, sedangkan ketika tidak memasuki panen padi, penyerapan menyesuaikan harga pasar,” terangnya. Wakil Ketua Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Kabupaten Banyumas, Muthohar, menambahkan, hasil pengamatan di beberapa wilayah kecamatan di Banyumas barat, saat ini tanaman padi rata-rata baru berusia 25 hari, sehingga diperkirakan panen raya Maret sampai April. (H60-55)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/hpp-beras-lebih-rendah-harga-pasar/
PURWOKERTO- Harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah 2016 yang telah diputuskan oleh pemerintah masih di bawah harga pasar. Hal ini dinilai dapat memengaruhi kinerja penyerapan beras ke gudang Bulog. Pembelian beras dan gabang 2016 masih mengacu pada Inpres No 5 Tahun 2015. Pada inpres tersebut harga beras di gudang Bulog Rp 7.300 per kilogram, sedangkan harga gabah kering giling Rp 4.600 per kilogram. Menurut Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas, Faturrahman, HPP beras dan gabah hanya akan efektif ketika memasuki panen raya, karena biasanya pada saat itu harga gabah akan cenderung turun seiring dengan hasil produksi padi yang melimpah di tingkat petani. Namun, ketika memasuki panen padi pada musim sadon atau musim panen kedua saat musim kemarau, biasanya harga gabah di atas HPP. ”Dengan kondisi ini jangan harap prognosa setara beras di gudang Bulog dapat terpenuhi,” terangnya, kemarin. Kombinasi Harga Dia mengatakan, saat ini saja harga gabah kering panen di tingkat petani berkisar Rp 3.800 sampai Rp 4.000 per kilogram, sedangkan harga beras di penggilingan berkisar Rp 8.600 – Rp 8.800 per kilogram. Di sejumlah pasar tradisional, seperti Pasar Manis dan Pasar Wage Purwokerto, harga beras IR 64 kualitas medium berkisar Rp 9.400 per kilogram, sedangkan beras IR 64 kualitas premium Rp 10.000 per kilogram. ”Jadi, kalau bisa Bulog mengombinasi harga. Artinya, ketika memasuki panen padi, Bulog menyerap dengan harga sesuai HPP, sedangkan ketika tidak memasuki panen padi, penyerapan menyesuaikan harga pasar,” terangnya. Wakil Ketua Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Kabupaten Banyumas, Muthohar, menambahkan, hasil pengamatan di beberapa wilayah kecamatan di Banyumas barat, saat ini tanaman padi rata-rata baru berusia 25 hari, sehingga diperkirakan panen raya Maret sampai April. (H60-55)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/hpp-beras-lebih-rendah-harga-pasar/
Bulog Fokus Pengadaan
Jumat, 19 Februari 2016
Mekanisme Penentuan HPP Diharapkan Dapat Dievaluasi
DEMAK, KOMPAS — Pasca penetapan harga pembelian pemerintah, Perum Bulog segera fokus membeli gabah kering panen di tingkat petani. Untuk merealisasikan penyerapan gabah, Bulog akan menggandeng petani serta melakukan penguasaan alat pengering dan penggiling milik swasta.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi Kompas dari Demak, Jawa Tengah, Kamis (18/2), mengatakan, Bulog telah bekerja sama dengan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) untuk membantu merealisasikan serapan beras. Sepanjang tahun ini, penyerapan Bulog ditargetkan mencapai 3,9 juta ton beras. Bulog memperbanyak serapan gabah kering panen (GKP) karena harganya lebih terjangkau ketimbang harga beras.
Dalam upaya meningkatkan serapan itu, Bulog melakukan penguasaan alat pengering dan penggiling gabah milik sejumlah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta. Perusahaan-perusahaan itu berada di lumbung-lumbung pangan, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
"Sebagai langkah awal, kami menyewa dulu alat pengering dan penggiling dari perusahaan selama enam bulan. Selain itu, kami juga akan membeli mesin pemanen," ujar Wahyu.
Bulog bersama KTNA juga terus memonitor pergerakan harga gabah dan beras. Hal itu dilakukan karena panen di daerah-daerah penghasil bersifat sporadis dan tidak serentak. "Ini menyebabkan harga gabah dan beras yang sesuai HPP (harga pembelian pemerintah) hanya bertahan 1,5 bulan. Padahal, dulu harga sesuai HPP bisa bertahan sekitar 3 bulan," ujarnya.
Di Demak, harga GKP hasil panen musim tanam pertama rata-rata Rp 4.000 per kg. Harga tersebut masih di atas HPP GKP, yaitu Rp 3.750 per kg. Sementara harga beras di tingkat penggilingan kecil di desa Rp 7.100 per kg. Harga ini di bawah HPP beras, yaitu Rp 7.300 per kg.
HPP gabah dan beras tahun ini yang ditetapkan sama dengan tahun lalu menuai protes dari himpunan, kelompok, dan asosiasi petani. Para petani ini berharap pemerintah meninjau ulang serta mengevaluasi harga pembelian pemerintah gabah dan beras.
Evaluasi HPP
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Demak Hery Sugiartono mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi HPP yang ditetapkan tahun ini. HPP itu dinilai merugikan petani karena tidak dapat mendongkrak pendapatan petani.
Padahal, pengeluaran petani, mulai dari biaya produksi, sewa lahan, hingga biaya hidup, makin tinggi. Apabila pendapatan petani tetap atau tidak terdongkrak, petani akan semakin sulit memenuhi segala pengeluaran itu.
"Upah buruh saja selalu dievaluasi setiap tahun dan mempertimbangkan inflasi tahunan. Kenapa petani yang menghasilkan pangan bagi masyarakat banyak tidak diperhatikan atau diperlakukan serupa?" ujarnya.
Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, petani yang tergabung dalam Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia juga berharap pemerintah meninjau ulang HPP 2016. Koordinator AB2TI Kabupaten Indramayu, Masroni, meminta agar HPP gabah kering panen (GKP) ditetapkan Rp 4.130 per kg.
Sementara Ketua Aliansi Petani Indonesia (API) Loji Nurhadi berharap pemerintah mengubah mekanisme penentuan HPP. Selain mempertimbangkan inflasi, pemerintah juga dipandang perlu menentukan HPP gabah dan beras per musim.
"Karena, harga gabah dan beras setiap musim tanam berbeda, tergantung cuaca dan tingkat serangan hama," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan HPP gabah dan beras tahun ini sama dengan HPP tahun lalu. HPP GKP Rp 3.750 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp 4.600 per kg, dan beras Rp 7.300 per kg.
Berkait penetapan HPP, pemerintah mempertimbangkan upaya menjaga pasokan dan stabilitas harga beras, melindungi tingkat pendapatan petani, mengamankan cadangan beras pemerintah, dan menyalurkan beras untuk keperluan masyarakat.
(HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160219kompas/#/18/
Mekanisme Penentuan HPP Diharapkan Dapat Dievaluasi
DEMAK, KOMPAS — Pasca penetapan harga pembelian pemerintah, Perum Bulog segera fokus membeli gabah kering panen di tingkat petani. Untuk merealisasikan penyerapan gabah, Bulog akan menggandeng petani serta melakukan penguasaan alat pengering dan penggiling milik swasta.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi Kompas dari Demak, Jawa Tengah, Kamis (18/2), mengatakan, Bulog telah bekerja sama dengan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) untuk membantu merealisasikan serapan beras. Sepanjang tahun ini, penyerapan Bulog ditargetkan mencapai 3,9 juta ton beras. Bulog memperbanyak serapan gabah kering panen (GKP) karena harganya lebih terjangkau ketimbang harga beras.
Dalam upaya meningkatkan serapan itu, Bulog melakukan penguasaan alat pengering dan penggiling gabah milik sejumlah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta. Perusahaan-perusahaan itu berada di lumbung-lumbung pangan, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
"Sebagai langkah awal, kami menyewa dulu alat pengering dan penggiling dari perusahaan selama enam bulan. Selain itu, kami juga akan membeli mesin pemanen," ujar Wahyu.
Bulog bersama KTNA juga terus memonitor pergerakan harga gabah dan beras. Hal itu dilakukan karena panen di daerah-daerah penghasil bersifat sporadis dan tidak serentak. "Ini menyebabkan harga gabah dan beras yang sesuai HPP (harga pembelian pemerintah) hanya bertahan 1,5 bulan. Padahal, dulu harga sesuai HPP bisa bertahan sekitar 3 bulan," ujarnya.
Di Demak, harga GKP hasil panen musim tanam pertama rata-rata Rp 4.000 per kg. Harga tersebut masih di atas HPP GKP, yaitu Rp 3.750 per kg. Sementara harga beras di tingkat penggilingan kecil di desa Rp 7.100 per kg. Harga ini di bawah HPP beras, yaitu Rp 7.300 per kg.
HPP gabah dan beras tahun ini yang ditetapkan sama dengan tahun lalu menuai protes dari himpunan, kelompok, dan asosiasi petani. Para petani ini berharap pemerintah meninjau ulang serta mengevaluasi harga pembelian pemerintah gabah dan beras.
Evaluasi HPP
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Demak Hery Sugiartono mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi HPP yang ditetapkan tahun ini. HPP itu dinilai merugikan petani karena tidak dapat mendongkrak pendapatan petani.
Padahal, pengeluaran petani, mulai dari biaya produksi, sewa lahan, hingga biaya hidup, makin tinggi. Apabila pendapatan petani tetap atau tidak terdongkrak, petani akan semakin sulit memenuhi segala pengeluaran itu.
"Upah buruh saja selalu dievaluasi setiap tahun dan mempertimbangkan inflasi tahunan. Kenapa petani yang menghasilkan pangan bagi masyarakat banyak tidak diperhatikan atau diperlakukan serupa?" ujarnya.
Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, petani yang tergabung dalam Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia juga berharap pemerintah meninjau ulang HPP 2016. Koordinator AB2TI Kabupaten Indramayu, Masroni, meminta agar HPP gabah kering panen (GKP) ditetapkan Rp 4.130 per kg.
Sementara Ketua Aliansi Petani Indonesia (API) Loji Nurhadi berharap pemerintah mengubah mekanisme penentuan HPP. Selain mempertimbangkan inflasi, pemerintah juga dipandang perlu menentukan HPP gabah dan beras per musim.
"Karena, harga gabah dan beras setiap musim tanam berbeda, tergantung cuaca dan tingkat serangan hama," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan HPP gabah dan beras tahun ini sama dengan HPP tahun lalu. HPP GKP Rp 3.750 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp 4.600 per kg, dan beras Rp 7.300 per kg.
Berkait penetapan HPP, pemerintah mempertimbangkan upaya menjaga pasokan dan stabilitas harga beras, melindungi tingkat pendapatan petani, mengamankan cadangan beras pemerintah, dan menyalurkan beras untuk keperluan masyarakat.
(HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160219kompas/#/18/
Perum Bulog Kelola Tiga Komoditas Strategis
Kamis, 18 Februari 2016
Pemerintah berencana untuk memperluas kewenangan Bulog.
VIVA.co.id - Pemerintah berencana untuk memperluas kewenangan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam pengelolaan pasokan tiga komoditas strategis, guna menjaga stabilisasi harga pangan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, ketiga komoditas strategis tersebut adalah beras, jagung, dan kedelai.
"Tiga komoditi ini sudah jelas (dikelola) Bulog, dan mendapatkan jaminan untuk pembiayaan," ujar Srie usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Kamis malam, 18 Februari 2016.
Sebelumnya, Pemerintah telah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perluasan kewenangan Bulog untuk mengawasi setidaknya 11 komoditas strategis. Namun, Srie mengatakan Pemerintah kembali merevisi rencana tersebut.
"Ada beberapa perubahan di Perpresnya yang sedang diperbaiki. Jadi cuma ada tiga," katanya.
Jika Perpres tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Srie memastikan pemerintah akan menetapkan harga pembelian Pemerintah (HPP) untuk ketiga komoditas tersebut.
"Iya akan (HPP), kalau Perpres ditandatangani, itu akan. Judulnya nanti Perpres penugasan Bulog," tutur dia.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/737707-perum-bulog-kelola-tiga-komoditas-strategis
Pemerintah berencana untuk memperluas kewenangan Bulog.
VIVA.co.id - Pemerintah berencana untuk memperluas kewenangan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam pengelolaan pasokan tiga komoditas strategis, guna menjaga stabilisasi harga pangan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, ketiga komoditas strategis tersebut adalah beras, jagung, dan kedelai.
"Tiga komoditi ini sudah jelas (dikelola) Bulog, dan mendapatkan jaminan untuk pembiayaan," ujar Srie usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Kamis malam, 18 Februari 2016.
Sebelumnya, Pemerintah telah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perluasan kewenangan Bulog untuk mengawasi setidaknya 11 komoditas strategis. Namun, Srie mengatakan Pemerintah kembali merevisi rencana tersebut.
"Ada beberapa perubahan di Perpresnya yang sedang diperbaiki. Jadi cuma ada tiga," katanya.
Jika Perpres tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Srie memastikan pemerintah akan menetapkan harga pembelian Pemerintah (HPP) untuk ketiga komoditas tersebut.
"Iya akan (HPP), kalau Perpres ditandatangani, itu akan. Judulnya nanti Perpres penugasan Bulog," tutur dia.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/737707-perum-bulog-kelola-tiga-komoditas-strategis
Bulog Mulai Serap Gabah Petani Banyumas
Kamis, 18 Februari 2016
Purwokerto, Antara Jateng - Perum Bulog Subdivisi Regional Banyumas, Jawa Tengah, mulai menyerap hasil panen petani guna mendukung program pengadaan pangan nasional tahun 2016.
"Saat sekarang, kami sudah mulai penyerapan meskipun panen belum merata. Panen raya diperkirakan akan berlangsung pada bulan Maret 2016," kata Kepala Bulog Subdivre Banyumas Setio Wastono didampingi Kepala Humas M. Priyono di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.
Ia mengatakan bahwa dalam pelaksanaan program pengadaan pangan tahun 2016, pihaknya melibatkan 55 mitra kerja yang beberapa di antaranya merupakan gabungan kelompok tani (gapoktan).
Kendati demikian, dia mengakui bahwa hingga saat ini belum ada mitra kerja Bulog Banyumas yang menandatangani kontrak pengadaan pangan sehingga belum ada gabah maupun beras yang masuk ke gudang-gudang Bulog yang tersebar di Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara.
Menurut dia, hal itu disebabkan harga gabah kering panen (GKP) di pasaran masih tinggi atau di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang sebesar Rp3.700 perkilogram.
"Harga GKP saat ini berkisar Rp3.900 hingga Rp4.000 perkilogram," katanya.
Selain itu, mitra kerja juga belum berani membeli gabah dari petani karena hingga sekarang curah hujan masih tinggi sehingga kesulitan dalam proses pengeringan.
Bahkan beberapa area persawahan seperti dan Kroya, lanjut dia, banyak tanaman padi siap panen yang roboh dan terendam air akibat diguyur hujan sehingga proses pengeringan gabah membutuhkan waktu yang cukup lama karena kadar airnya tinggi.
"Meskipun demikian, kami tetap optimistis prognosa pengadaan pangan sebesar 80.000 ton setara beras pada tahun 2016 dapat tercapai," katanya.
http://www.antarajateng.com/detail/bulog-mulai-serap-gabah-petani-banyumas.html
Purwokerto, Antara Jateng - Perum Bulog Subdivisi Regional Banyumas, Jawa Tengah, mulai menyerap hasil panen petani guna mendukung program pengadaan pangan nasional tahun 2016.
"Saat sekarang, kami sudah mulai penyerapan meskipun panen belum merata. Panen raya diperkirakan akan berlangsung pada bulan Maret 2016," kata Kepala Bulog Subdivre Banyumas Setio Wastono didampingi Kepala Humas M. Priyono di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.
Ia mengatakan bahwa dalam pelaksanaan program pengadaan pangan tahun 2016, pihaknya melibatkan 55 mitra kerja yang beberapa di antaranya merupakan gabungan kelompok tani (gapoktan).
Kendati demikian, dia mengakui bahwa hingga saat ini belum ada mitra kerja Bulog Banyumas yang menandatangani kontrak pengadaan pangan sehingga belum ada gabah maupun beras yang masuk ke gudang-gudang Bulog yang tersebar di Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara.
Menurut dia, hal itu disebabkan harga gabah kering panen (GKP) di pasaran masih tinggi atau di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang sebesar Rp3.700 perkilogram.
"Harga GKP saat ini berkisar Rp3.900 hingga Rp4.000 perkilogram," katanya.
Selain itu, mitra kerja juga belum berani membeli gabah dari petani karena hingga sekarang curah hujan masih tinggi sehingga kesulitan dalam proses pengeringan.
Bahkan beberapa area persawahan seperti dan Kroya, lanjut dia, banyak tanaman padi siap panen yang roboh dan terendam air akibat diguyur hujan sehingga proses pengeringan gabah membutuhkan waktu yang cukup lama karena kadar airnya tinggi.
"Meskipun demikian, kami tetap optimistis prognosa pengadaan pangan sebesar 80.000 ton setara beras pada tahun 2016 dapat tercapai," katanya.
http://www.antarajateng.com/detail/bulog-mulai-serap-gabah-petani-banyumas.html
Dipanggil Menko Darmin, Bos Bulog: Cuma Ngerokok-rokok Aja
Kamis, 18 Februari 2016
JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina pagi tadi dipanggil Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Kemenko bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng.
Namun, usai dipanggil, keduanya enggan membeberkan hasil pertemuan dengan Darmin. Baik Djarot dan Srie langsung menuju kendaraannya yang sudah menunggu di lobi Kantor Kemenko bidang Perekonomian.
"Enggak ada apa-apa kok, saya cuma ngerokok-rokok aja," dalih Djarot, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Setali tiga uang, Srie pun enggan berkomentar soal pertemuan tersebut. Dirinya hanya menjelaskan, nanti pada pukul 14.00 WIB akan ada rapat koordinasi (rakor) soal penguatan Perum Bulog.
"Nanti saja jam dua siang," singkatnya.
Selang beberapa menit kemudian, Darmin pun turun dari lift dan menuju kendaraannya. Saat ditanya, Darmin nampak terburu-terburu, karena harus mengikuti rapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tentang suku bunga.
"Nanti deh, kita cari waktu untuk ngobrol-ngobrol. Soal LRT, saya enggak ikut rapat," lalunya sambil menaiki mobil RI 18.
(rzy)
http://economy.okezone.com/read/2016/02/18/320/1315219/dipanggil-menko-darmin-bos-bulog-cuma-ngerokok-rokok-aja
JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina pagi tadi dipanggil Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Kemenko bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng.
Namun, usai dipanggil, keduanya enggan membeberkan hasil pertemuan dengan Darmin. Baik Djarot dan Srie langsung menuju kendaraannya yang sudah menunggu di lobi Kantor Kemenko bidang Perekonomian.
"Enggak ada apa-apa kok, saya cuma ngerokok-rokok aja," dalih Djarot, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Setali tiga uang, Srie pun enggan berkomentar soal pertemuan tersebut. Dirinya hanya menjelaskan, nanti pada pukul 14.00 WIB akan ada rapat koordinasi (rakor) soal penguatan Perum Bulog.
"Nanti saja jam dua siang," singkatnya.
Selang beberapa menit kemudian, Darmin pun turun dari lift dan menuju kendaraannya. Saat ditanya, Darmin nampak terburu-terburu, karena harus mengikuti rapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tentang suku bunga.
"Nanti deh, kita cari waktu untuk ngobrol-ngobrol. Soal LRT, saya enggak ikut rapat," lalunya sambil menaiki mobil RI 18.
(rzy)
http://economy.okezone.com/read/2016/02/18/320/1315219/dipanggil-menko-darmin-bos-bulog-cuma-ngerokok-rokok-aja
Langganan:
Postingan (Atom)