Selasa, 05 Januari 2016

Wahyu, Direktur Pengadaan Perum Bulog: Berbenah Logistik Pangan Nasional

Senin, 04 Januari 2016,

Di atas tanah Indonesia yang luas, tumbuh beragam tanaman pangan berlimpah. Namun karena luas, penyebaran pangan pokok strategis dari sentra produksi ke perkotaan membutuhkan armada dan biaya. Dalam sejumlah kasus, harga pangan di perkotaan jauh lebih mahal ketimbang di sentra produksi lantaran ada ongkos distribusi dan logistik yang harus diganti.

Jadilah keterjangkauan pangan di masyarakat menjadi salah satu prioritas pemerintah. Tanpa terus menuding sesuatu bernama 'mafia', pemerintah pun mencoba menjaga harga pangan di pasar dengan menjamin ketersediaan pasokan.

Keberadaan Perum Bulog sebagai kepanjangan tangan pemerintah menjadi strategis. Tanggung jawab Bulog, antara lain, menyerap sebagian beras petani agar masuk gudang Bulog dan menjadi cadangan pemerintah. Beras yang terkumpul di gudang berguna sebagai pengendali harga ketika melambung, menambal ketersediaan beras ketika langka di pasar, atau menyokong pangan korban bencana.

Dengan perhitungan tertentu, beras jangan sampai kurang dari target penyerapan setahun jika tak mau impor. Segala hambatan perlu serius ditepis. Apalagi, pada 2016, Bulog diagendakan menyerap 11 komoditas pangan strategis selain beras.

Kepada wartawan Republika Sonia Fitri, Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, menguraikan soal pembenahan mekanisme logistik pangan nasional. Caranya dimulai dari membenahi perangkat internal, termasuk menyiapkan infrastrukturnya.

Sebab faktanya, Indonesia masih belum lepas dari belenggu impor pangan di tengah produksi yang berlimpah. Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Wahyu menginginkan pangan Indonesia lebih kuat. Hal ini dilakukan, antara lain, melalui realisasi sistem penyerapan pangan yang berpihak pada kesejahteraan petani nasional.

Akan ada panen raya padi serempak pada Maret 2016. Bagaimana Bulog menyiapkan diri untuk menyerap beras petani?
Penyerapan beras pada 2016 sudah kita tetapkan, yakni empat juta ton. Bulog juga menargetkan terlaksana penyerapan gabah sebanyak 1,2 juta ton atau 15-20 persen produksi gabah nasional. Target ini sama dengan tahun sebelumnya, tapi realisasi penyerapan yang ingin kita optimalkan.

Pada 2015, realisasi hanya 70 persen dari target. Itu karena penyerapan di musim panen rendengan (raya) 2015 tidak maksimal. Pengadaan 1,3 juta ton sampai Juni, setelah itu dari Juni hingga akhir tahun ada 1,4 juta ton.

Akan ada sejumlah pembenahan pada 2016. Kita ingin menyerap beras petani hanya yang berkualitas baik, terdeteksi jelas asal usul beras. Mitra Kerja Pengadaan (MKP) juga harus benar-benar petani yang memiliki logistik pengadaan, bukan pedagang.

Kita hanya beli beras dari petani. Pembenahan internal juga kita lakukan, perangkat Bulog harus dekat dengan petani, itu jangan hanya jadi slogan. Yang tak kalah penting, harga pembelian pemerintah (HPP) diusulkan dengan mekanisme baru. Penetapan besarannya juga jangan sampai terlambat ditetapkan. Kalau bisa, awal 2016 sudah diputuskan berapa HPP.

Menyoal HPP dengan mekanisme baru, bagaimana usulan Bulog?
Kita usulkan, penetapan harga lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah dan beras petani. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, nantinya akan ada dua harga yang ditetapkan dalam praktik penyerapan beras petani. Yakni, harga dasar yang ditetapkan jelas besaran harganya dan HPP yang sifatnya fleksibel. HPP nantinya ditetapkan oleh kementerian teknis menyesuaikan dengan kondisi harga di pasar juga mempertimbangkan data BPS.

Harga dasar ditetapkan oleh pemerintah sebagai harga terendah yang berlaku di tingkat petani. Ini akan menjaga harga beras dan gabah ketika panen raya tidak terperosok. Penetapan harga dasar juga akan mengoptimalkan penyerapan beras petani kala panen raya. Bulog boleh membeli di atas harga dasar, tapi tidak boleh kurang dari harga tersebut. Aturan nantinya akan tertuang dalam instruksi presiden.

Mohon diuraikan soal evaluasi penyerapan beras 2015?
Yang paling kita soroti adalah prosedur pemasukan beras dan kualitasnya. Selama ini, Bulog mendapat tuduhan tidak pernah membeli gabah, bahkan tidak pernah berhubungan dengan petani. Bukan hanya itu, kualitas beras yang Bulog salurkan tidak layak konsumsi alias jelek. Beragam keluhan tersebut harus dijawab dengan sejumlah perbaikan.

Kita akui, dalam pengadaan gabah dan beras banyak terkendala masalah. Misalnya, masih ditemukan beras tidak sesuai standar masuk ke gudang Bulog, mitra kerja tidak aktif dan loyal, pun sistem pemeriksaan kualitas tidak standar.

Kendala lainnya, yakni jumlah petugas yang melakukan pengawasan terhadap kualitas gabah dan beras tidak cukup jumlah dan kualitas. Infrastruktur juga tidak memadai dan harga di lapangan yang kerap terjadi gejolak.

Pengetatan prosedur pemasukan gabah pun akan dilakukan pada 2016. Di samping itu, Bulog juga akan mendesain pengaturan kemasan beras. Kemasan 15 kilogram (kg) hanya untuk keperluan penyaluran dua bulan, sisanya dalam kemasan 50 kg. Pengaturan tersebut dilakukan sebab jika Bulog menyimpan beras dalam kemasan 15 kg dalam jumlah banyak seperti saat ini, akan sulit mengawal dan mempertanggungjawabkan kualitasnya. Apalagi asal-usul beras sudah kabur. Dengan cara tersebut diharapkan akan lebih terjaga kualitasnya.

Menyoal pengetatan pemasukan beras ke gudang, apakah sudah dilakukan koordinasi dengan Mitra Kerja Pengadaan (MKP)?
Sedang kita lakukan sosialisasi prosedur baru, dimulai dengan melakukan evaluasi. Bulog memiliki 3.996 mitra kerja. Skalanya beragam, didominasi oleh mitra yang juga merupakan pengusaha penggilingan skala kecil. Mereka ada 90 persen. Hanya satu hingga dua persen MKP skala besar dan sisanya skala menengah. Mereka harus dipastikan memiliki infrastruktur, memproduksi gabah ke beras.

Bulog di pengadaan beras 2016 akan membuat standardisasi proses pemeriksaan oleh tim khusus, sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog. Tim nantinya berada di ruang khusus yang tertutup, sehingga tidak ada kontak langsung dan kolusi dengan pemilik barang.

Selama ini pemeriksa beras berada di gudang sehingga pemilik barang bisa bertemu langsung dengan pemilik barang. Maka itu, saat ini perubahan dalam proses pemeriksaan pun Bulog lakukan. Jadi tim pemeriksa juga tidak bisa berkomunikasi dengan yang punya barang. Saat ini kita sedang menyiapkan petugas SDM dari segi kualitas dan kuantitas.

Apakah hal tersebut tidak akan menghambat penyerapan beras?
Ini pertanyaan yang juga diajukan oleh para mitra. Tapi, pembenahan harus dilakukan dan itu melibatkan semua pihak. Kerja sama dengan Bulog harus profesional, tidak asal-asalan, karena menyangkut juga penyaluran untuk Beras Sejahtera (Rastra) dan Operasi Pasar. Kita harus bekerja keras melakukan pembenahan, tapi tidak untuk menghambat penyerapan.

Lagi pula, model kemitraan dengan petani akan intens dimulai dari pemantauan di on farm. Ke depan, gabah atau beras tidak bisa keluar masuk gudang Bulog dari satu daerah ke daerah lain. Jika di satu tempat atau gudang tidak bisa masuk karena tidak memenuhi standar, beras itu tidak bisa diterima di gudang Bulog seluruh Indonesia.

Untuk mengatasi kendala infrastruktur, kita akan membantu memperbaiki kemampuan penggilingan padi yang menjadi mitra Bulog. Kerja sama dengan mitra Bulog nantinya juga akan dilengkapi beberapa dengan persyaratan administrasi, termasuk kemampuan produksi, data pembelian gabah ke petani, petani di mana, dan luasannya berapa. Target kami tahun depan tidak ada lagi rakyat terima beras yang di bawah standar.

Ke depan, sebelum beras disalurkan ke masyarakat melalui Rastra, akan dilakukan reproses lagi untuk membersihkan kotoran seperti batu. Kemudian baru dikemas dalam karung 15 kg. Memang akan ada tambahan biaya bagi mitra kerja. Tapi, biaya tersebut akan ditanggung oleh Bulog.

Bisakah Bulog menjamin, tidak akan ada impor beras pada 2016?
Kita sedang berusaha. Faktanya, produksi beras petani berdasarkan data Badan Pusat Statistik, melimpah. Kita cuma perlu menyerap 10 persennya. Seharusnya kita bisa, dengan mekanisme penyerapan yang rapi, professional, dan sesuai standar. Kita tidak bisa menjamin apa-apa, yang penting kita harus berusaha dulu semaksimal mungkin.

Kabarnya Bulog akan diberi tugas menyerap komoditas lain selain beras, bagaimana kesiapannya?
Betul, kita diagendakan melakukan penjagaan pangan untuk 11 komoditas strategis pada 2016. Di antaranya beras, jagung, kedelai, daging sapi, gula, ayam, telur, cabai, bawang, terigu, dan minyak goreng. Sudah ada rancangannya di meja presiden, tinggal ditandatangani beliau.

Kita siap. Bulog punya sejumlah infrastruktur dan gudang yang cukup, tetapi tetap harus diperkuat. Nantinya kemitraan dimulai dengan mengoptimalkan keberadaan mitra kerja Bulog yang terdiri atas petani.

Para mitra juga biasanya tidak hanya menanam padi di lahannya. Mereka menyesuaikan musim tanam, ada pula yang menanam jagung, kedelai, dan komoditas hortikulutra lainnya. Ini yang bisa kita manfaatkan. Termasuk dengan pengadaan daging sapi dan ayam dan telur ayam. Jika pengadaan tidak cukup dari dalam negeri, jalur impor terbuka dengan sejumlah pengendalian. Contohnya jagung, kita diberi penugasan mengimpor 600 ribu ton per Januari-Maret.

Dari segi infrastruktur, saat ini Bulog memiliki 1.500 unit gudang penyimpanan terbesar se-Indonesia. Bulog telah memenuhi standar minimal menjaga ketahanan pangan di luar beras, tapi infrastruktur yang tersedia belum ideal.

Mempersiapkan 2016, kita telah menyiapkan proyeksi penguatan infrastruktur secara mandiri. Di antaranya, membangun infrastruktur pascapanen, seperti drying center, infrastruktur proses perawatan, juga infrastruktur gudang, termasuk infrastruktur produksi.  ed: mansyur faqih

***
Terbiasa Belanja

Kestabilan harga di pasar merupakan dampak dari lancar tidaknya alur distribusi pangan di masyarakat. Oleh karena itu, keterjangkauan pangan di pasar menjadi salah satu agenda pengawalan pemerintah. Sebagai salah satu dewan direksi Perum Bulog, Wahyu selaku direktur pengadaan menyadari hal tersebut.

Untungnya, Wahyu sudah terbiasa berbelanja sejak kecil. Kebiasaan tersebut lantas menjadi hobi yang saat ini mendukung agenda kerjanya di Bulog. Meski secara khusus bertugas melakukan pengadaan beras dan sejumlah bahan pangan pokok, pemantauan harga di pasar juga harus turut ia kawal.

"Sejak kecil saya sudah biasa disuruh ibu membeli bahan makanan, bumbu masak, lalu saya berangkat ke pasar pagi buta," kata pria kelahiran 2 September 1967 tersebut dalam wawancara khusus dengan Republika di kantornya di Jakarta, belum lama ini.

Sembari memantau harga, kegemarannya berbelanja juga menjadi pengisi liburan bersama keluarga. Biasanya ia berbelanja bahan makanan tertentu untuk kemudian bersama anak-anak tercinta membuat menu masakan baru di dapur sendiri.

Dalam urusan pengadaan pangan, pria lulusan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ini mengaku menemui sejumlah tantangan. Tapi, seluruh jajaran direksi harus menjawabnya dengan sejumlah langkah solusi. Salah satunya dengan mengawal ketersediaan pangan langsung dari sawah.

Dalam menjalankan bisnis, kata dia, Bulog tidak terpaku hanya menyerap gabah dan beras semata. Bulog juga harus bisa menghasilkan gabah hasil budi daya sendiri. Sebelumnya, Bulog hanya mengandalkan serapan gabah dari Unit Pengadaan Gabah Pemerintah (UPGB), mitra Bulog, kelompok tani, dan koperasi.

Dengan hanya mengandalkan bisnis tersebut, Bulog sulit menyerap gabah petani karena harga pembelian pemerintah (HPP) kerap berada di bawah harga pasar. Hal tersebut membuat petani memilih menjual ke pasar karena harganya lebih baik.

Bisnis on farm pun dirambah menjelang 2016. Akan ada tiga pola, yakni pola mandiri, kemitraan, dan sinergi. Pada pola mandiri, kegiatan usaha tani didanai dan dikelola oleh Perum Bulog di lahan milik sendiri atau lahan yang disewa. Target luas tanam program on farm Bulog ditetapkan satu juta hektare (ha) sawah.

Telah diagendakan, seluas 250 ribu hektare di antaranya akan dikelola Bulog sendiri, lalu seluas 250 ribu hektare bersinergi dengan BUMN lain, dan 500 ribu hektare bermitra dengan petani atau mitra kerja pengadaan (MKP). Kegiatan bisnis tersebut memungkinkan Bulog melakukan budi daya padi di lahan sawah milik sendiri atau menggandeng petani dengan memberi bantuan alat mesin pertanian dan sarana produksi pertanian. ed: mansyur faqih

http://www.republika.co.id/berita/koran/wawasan/16/01/04/o0ezc853-wahyu-direktur-pengadaan-perum-bulog-berbenah-logistik-pangan-nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar