Minggu, 10 Januari 2016
JAKARTA (HN) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, impor beras dari Pakistan dan India bertujuan mencegah peningkatan angka kemiskinan di Tanah Air.
"Harga beras ini kan menentukan. Kalau tidak stabil, angka kemiskinan naik. Impor ini supaya harga beras tidak naik. Kemiskinan tidak naik dan kebutuhan terpenuhi," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (8/1).
Harga beras merupakan penentu keberlangsungan kehidupan warga masyarakat sehingga pemerintah bertugas untuk menjaga stabilitas harga tersebut. Stabilitas harga beras diperlukan dengan menjaga ketersediaan beras untuk konsumsi penduduk yang salah satunya dilakukan dengan mendatangkan beras dari Pakistan dan India.
"Persoalannya, untuk menjaga stabilitas harga beras karena harga beras yang menentukan. (Persoalannya) bukan dari Pakistan atau dari mana tetapi kita harus punya cukup persediaan," katanya.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, pemerintah menjajaki kerja sama dengan Pakistan untuk membeli beras dari negara tersebut. "Sedang berjalan, sudah ada tanda tangan MoU dengan Pemerintah Pakistan, government to government partnership. Sekarang Bulog sedang memelajari detil teknis stok beras yang ada di Pakistan," katanya.
Selain Pakistan, Indonesia juga membuka peluang impor beras dari India yang merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia. Penandatanganan nota kesepahaman kerja sama dengan India segera dilakukan.
Thomas mengatakan, impor tersebut merupakan inisiatif Kementerian Perdagangan dalam upaya menambah stok beras guna pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Direktur Pengadakan Bulog Wahyu mengatakan, sampai saat ini belum ada perintah melakukan penambahan impor. Namun sudah ada persiapan pengadaan seperti pengecekan pada negara yang dituju.
"Nota kesepahaman merupakan tahap awal untuk melakukan impor dengan Pakistan dan India. Tapi belum bisa jadi dasar. Kita sedang melakukan pengecekan," katanya.
Berbagai tahapan yang dilakukan adalah terkait ketersediaan jumlah beras yang dibutuhkan Indonesia, kualitas beras Pakistan dan India serta harga yang akan disepakati. "Kalau stok nasional saat ini masih 1,38 juta ton. Itu cukup untuk empat bulan ke depan. Itu semua berasal dari beras impor dan produk dalam negeri."
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga beras dan konsumsi rokok memicu angka kemiskinan naik. Hal ini Ini karena konsumsi rokok di Indonesia masih tinggi meski bukan menjadi kebutuhan primer.
Menurut dia, beras menjadi pemicu kemiskinan karena pada Maret 2015 terjadi kenaikan harga mencapai 14,8 persen. "Beras komponen penting dalam angka kemiskinan sehingga kenaikan harga beras Maret 2015 turut menambah angka kemiskinan Indonesia."
Namun pada periode Maret-September 2015 harga beras mulai menurun 0,92 persen. Imbasnya, kemiskinan turun tipis pada periode tersebut, yaitu hanya 80 ribu orang. "Mudah-mudahan pertumbuhan ekonomi bagus dan berkualitas sehingga angka kemiskinan turun."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar