Selasa, 26 Januari 2016

Bulog Mesti Diwajibkan Beli Produk Petani

Selasa 26 Januari 2016

JAKARTA – Pemerintah mesti mewajibkan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk membeli produk pertanian dalam negeri, seperti beras dan gula, agar kemandirian pangan nasional benar-benar terwujud. Negara juga harus tegas kepada Bulog untuk benar-benar menjalankan fungsi sebagai penyangga cadangan (buffer stock) pangan, penyeimbang, dan stabilisator harga.

Pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan hal itu ketika dihubungi, Senin (25/1). Ramdan menegaskan sudah tidak zamannya lagi menggembar-gemborkan impor pangan sebagai solusi untuk menjaga stabilitas harga.

“Dengan gembar-gembor impor pangan menandakan pemerintah tidak mampu meningkatkan produksi pertanian. Kondisi ini juga akan dimanfaatkan spekulan untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia sehingga akhirnya terjadi kolusi dan korupsi,” ungkap dia.

Menurut Ramdan, aparat penegak hukum seperti Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) semestinya mendampingi pemerintah dalam mengelola pangan nasional. KPK mesti juga mengungkap kalau impor pangan itu merugikan keuangan negara. “Presiden juga mesti selalu hadir dan mengetahui kalau impor pangan telah memiskinkan petani, menghabiskan devisa, dan dimanfaatkan oleh pejabat tinggi yang bermental pedagang,” tegas dia.

Dari Yogyakarta, pengamat pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo, menambahkan pemerintah sudah seharusnya menegur Bulog yang cenderung mengabaikan prioritas untuk membeli beras dan gula petani. Bulog lebih memilih impor beras dan gula sehingga terkesan menjadi penjaga stok petani luar negeri. “Kalau Bulog cuma menjadi mediasi serahkan saja ke pedagang,” tukas Jangkung.

Sebelumnya dikabarkan, pemerintah mesti belajar dari kasus impor beras Bulog beberapa tahun lalu. Ketika itu, walaupun impor beras dari Vietnam dengan skema G to G, tetap saja terbukti adanya fee gelap yang diterima oknum pejabat di Singapura. Oknum pejabat merasa aman karena transaksinya di Singapura dan negara lain, termasuk di Inggris.

Menurut Jangkung, alasan pejabat pemerintah untuk impor beras dan gula bukan saja tidak masuk akal tapi menutupi permainan perburuan rente (rent seeking). “Impor yang begitu besar tidak hanya menekan kurs rupiah, tapi juga melemahkan sendi-sendi utama ekonomi bangsa sehingga keamanan nasional pun terancam,” papar dia.

Data Impor

Menyinggung rencana pemerintah untuk menghitung ulang kuota impor gula kristal putih (GKP) 2016, Jangkung menyatakan hal itu makin menegaskan jika pemerintah tak mempunyai data yang akurat tentang produksi gula nasional. “Bukan saja data gula, data pertanian lain, seperti beras dan komoditas baku lainnya juga tak akurat. Inilah yang dimanfaatkan kroni pejabat dan pedagang untuk memburu rente dari impor pangan.”

Deputi II Bidang Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, belum lama ini mengatakan data milik pemerintah masih kurang akurat karena belum diketahui dengan pasti berapa sebenarnya stok GKP di dalam negeri. “Impor gula masih akan dibicarakan lagi karena kita mau evaluasi dulu,” jelas dia.

Berdasarkan penghitungan sementara pemerintah, saat ini stok GKP yang ada kurang lebih 800.000 ton. “Jadi kita masih punya waktu 4 bulan untuk mengevaluasi kembali (kuota impor GKP),” ujar Musdhalifah.

http://www.koran-jakarta.com/bulog-mesti-diwajibkan-beli-produk-petani/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar