Jumat, 29 Januari 2016

Normalisasi Pasokan Pangan

Jumat, 29 Januari 2016

Ketidakpastian Picu Kisruh Lonjakan Harga

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan dua strategi untuk mengatasi persoalan stok dan lonjakan harga pangan pokok yang terus berulang. Strategi jangka panjang adalah menyusun rencana induk pangan. Untuk strategi jangka pendek, dilakukan normalisasi aliran pasokan tiga komoditas pangan, yakni beras, daging sapi, dan jagung.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Kamis (28/1), di Jakarta, mengatakan, rencana induk pangan akan dibuat menyeluruh, dari hulu ke hilir. Rencana induk itu antara lain menyangkut produksi, rantai pasok, tata niaga, logistik, pergudangan, angkutan, dan struktur pasar.

Dalam rencana ini, tiap komoditas pangan pokok akan dipetakan dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait. "Tentu ini membutuhkan kerja sama dan kerja tim antar-pemangku kepentingan terkait. Kuncinya koordinasi, inovasi, tidak berpikir secara sempit, dan tidak saling ngotot-ngototan," ujar Lembong.

Untuk jangka pendek, pemerintah menargetkan normalisasi pasokan aliran beras, daging sapi, dan jagung. Hal ini terkait lonjakan harga yang terjadi pada ketiga komoditas tersebut.

Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan izin impor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak 1,5 juta ton bagi Perum Bulog. Selain itu, tambahan impor beras dari Pakistan atau India sebanyak 1 juta ton juga direncanakan. Kementerian Koordinator Perekonomian juga telah mengumumkan rencana impor sejumlah komoditas untuk kebutuhan selama 2016. Sapi bakalan akan diimpor 600.000 ekor, daging sapi 50.000-60.000 ton, dan gula 200.000 ton.

Selain menambah stok beras melalui impor, Perum Bulog juga diminta menyerap beras petani. Pada tahun ini, Bulog menargetkan untuk menyerap 3,9 juta ton beras. Stok beras Bulog sebesar 1,49 juta ton pada 20 Januari lalu.

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian juga sedang membahas regulasi impor dan prosedur penanganan sapi impor. Lembong menjelaskan, upaya memperlonggar impor sapi dilakukan untuk menambah stok dan stabilisasi harga.

Regulasi impor sapi akan dibuat lebih fleksibel, antara lain menyangkut perubahan pengaturan impor sapi dari yang semula berbasis negara menjadi berbasis zona.

"Untuk menghindari adanya penyakit mulut dan kuku (PMK), pemerintah akan mengatur prosedurnya. Misalnya mengenai pulau karantina, sanitasi, dan higienitasnya untuk melindungi konsumen," katanya.

Pemerintah, lanjut Lembong, akan menyurvei dan menginspeksi eksportir negara asal sapi. Pemerintah juga meminta contoh sapi yang akan diimpor ke Indonesia dan memastikan kesehatan, mutu, atau standar minimumnya.

Kementerian Perdagangan akan membantu mengumpulkan contoh-contoh karantina sapi yang baik dari sejumlah negara. Contoh-contoh tersebut bisa dipilih dan diterapkan di Indonesia melalui kajian detail dan matang.

Ketidakpastian

Pada komoditas jagung, ketidakpastian aturan impor dinilai telah mengakibatkan kekisruhan yang berujung pada lonjakan harga jagung dalam negeri. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat umum para pelaku industri perunggasan nasional dengan Komisi IV DPR, Kamis (28/1) di Jakarta.

Dalam rapat dengar pendapat umum tersebut, hadir antara lain Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia.

Para pelaku industri perunggasan ini meminta dukungan Komisi IV DPR untuk turut menyelesaikan kisruh komoditas jagung. Ketua Umum FMPI Don Utoyo mengatakan, lonjakan harga ayam dan telor yang terjadi sekarang ini berkaitan erat dengan kebijakan Kementerian Pertanian menghentikan impor jagung per Oktober 2015.

"Tiap kenaikan harga jagung Rp 100 per kilogram akan menaikkan harga pokok produksi daging ayam Rp 80 per kilogram. Dengan kenaikan harga jagung Rp 3.300 per kg, harga pokok produksi daging ayam pun naik Rp 2.640 per kilogram dalam waktu dua bulan," kata Don.

Jagung yang sudah diimpor pabrik pakan untuk pengiriman Desember 2015 dan tiba di beberapa pelabuhan di wilayah Indonesia pada Januari ini dilarang dibongkar dan digunakan.

(HEN/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160129kompas/#/18/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar