Rabu, 21 Mei 2014
Liberalisasi Dianggap Sudah Kebablasan
RMOL. Impor pangan yang terus meningkat setiap tahunnya, membuktikan bahwa Indonesia semakin jauh dari kedaulatan pangan. Kehidupan petani yang jauh dari sejahtera, juga menjadi bukti bahwa Indonesia bukan lagi negara agraris.
menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, kedaulatan dan ketahanan pangan menjadi isu pokok yang dituntut oleh petani terhadap kepemimpinan mendatang.
“Dasar tuntutan itu adalah liberalisasi pangan yang sudah berlebihan,” ujar Saragih di Jakarta, kemarin.
Liberalisasi pangan, katanya, berlangsung saat keran impor terhadap komoditas pertanian terus meningkat tiap tahun. Dia mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, Indonesia mengimpor sebanyak 472 ribu ton beras dari Vietnam, Thailand, India, Pakistan, dan Myanmar.
“Ini memprihatinkan mengingat Indonesia pernah memperoleh predikat swasembada beras,” katanya.
Menurut Saragih, volume impor beras yang tinggi mengindikasikan produktivitas yang menurun. Penurunan itu dipicu oleh penyempitan luas lahan pertanian. “Pemerintah terpilih harus berani untuk menegakkan reformasi agraria melalui pendistribusian dan perluasan lahan bertani,” ucapnya.
Tuntutan ini, lanjutnya, penting untuk menjaga tingkat produktivitas dan identitas Indonesia sebagai negara agraris. Dia berharap, pemerintahan yang baru berani mengubah paradigma pertanian dari semula pertanian model kolonial yang mengandalkan ekspor-impor menjadi model ekologis yang mementingkan keberlanjutan pertanian.
“Model ekologis ini penting karena membuat petani memikirkan kondisi lahannya. Misalnya dengan penggunaan pupuk organik sehingga kesuburan lahannya relatif lebih lama dan produktivitasnya juga lebih meningkat,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia, Riyono, meminta calon presiden dan calon wakil presiden terpilih mendatang agar lebih berani mengimplementasikan program pertanian yang lebih riil dan operasional.
“Jangan berhenti pada jargon kerakyatan di satu sisi, dan jargon kebangsaan di sisi lainnya. Agendanya harus riil. Misalnya mencetak satu juta petani entrepreneurship,” tekannya.
Dengan keberanian pemerintah baru untuk mengangkat bidang pertanian, dia berharap, akan membuat sektor ini menjadi fondasi kebangkitan perekonomian nasional.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Suswono mengakui, sektor pertanian membutuhkan banyak dukungan pembiayaan mengingat anggaran APBN untuk sektor tersebut sangat terbatas.
“Saat ini alokasi anggaran untuk pertanian hanya sekitar Rp 17 triliun per tahun. Idealnya Rp 24 triliun per tahun jika produksi ingin terus ditingkatkan,” katanya.
Disamping terbatasnya anggaran, kata Suswono, permasalahan lain yang dihadapi sektor pertanian adalah alih fungsi lahan yang sulit dibendung.
http://www.rmol.co/read/2014/05/21/156092/Pemerintahan-Baru-Diminta-Kawal-Kedaulatan-Pangan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar