Jumat, 30 Mei 2014
MENARIK sekali mencermati Surat Menteri Perdagangan nomor: 644/M-DAG/SD|4|2014 perihal: Harga Penjualan Day Old Chicken (DOC) di tingkat peternak, yang diluncurkan 15 April 2014. Menarik karena kesan dan makna surat tersebut sangat bertolak-belakang. Ketika surat tersebut mengesankan pembelaan terhadap peternak kecil, sejalan dengan amanat UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, ternyata bermakna sebaliknya, penghalalan terhadap kartelisasi industri poultry RI. Itu tertangkap ketika disimak seksama.
Surat dimaksud mensiratkan tiga hal utama. Pertama, mengungkapkan bahwa harga ayam hidup (live bird) dan telur ditingkat peternak saat ini berada di bawah biaya pokok produksi sehingga peternak tidak memperoleh pendapatan yang wajar. Hal ini menyiratkan perlunya jaminan harga dasar. Kedua, tingginya produksi DOC, mengakibatkan kelebihan pasokan ayam broiler dan telur. Untuk mendukung upaya stabilisasi harga live bird dan telur dilakukan pengurangan produksi telur tetas broiler dan layer sebesar 15%. Ketiga, konsekuensinya adalah dibatasinya importasi induk ayam, grand parent stock (GPS).
Sepintas, sangat jelas orientasi iktikad Menteri Perdagangan, yaitu mengamankan kesejahteraan peternak ayam melalui jaminan harga. Akan tetapi menjadi tidak jelas efektifitas orientasi ini ketika alat kebijakannya adalah pengurangan DOC dan GPS, meski dijamin dengan pola distribusi DOC 70% untuk peternak dan 30% untuk perusahaan. Pertanyaan utama dengan efektifitas tersebut tersirat dalam kata-kata kurang lebih dalam prosentase distribusi, serta didukung terbatasnya kapasitas kendali dalam distribusi DOC oleh pemerintah.
Sebetulnya sangat mudah dipahami bahwa ketika DOC berkurang, maka pasar akan diwarnai oleh kelangkaan DOC. Harga DOC yang sementara ini sangat oligopolistik dan cenderung menjadi permainan kartel produsen DOC, akan semakin mahal, meski Menteri Perdagangan mengatur harga DOC maksimal Rp 3.200 per ekor. Faktanya, distribusi DOC ini sangat tertutup dan teramat diwarnai oleh jaringan dan rantai pasar yang tidak mudah dikendalikan.
Benar adanya bahwa penjaminan harga dasar atau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditas strategis, akan berdampak pada terjaminnya harga jual pada tingkat peternak atau petani. Namun demikian, perlu diperingatkan bahwa rangkaian kebijakan ini harus memperhatikan implikasi komprehensifnya. Pelajaran lapangan telah menunjukkan bahwa HPP untuk beberapa komoditas strategis cenderung dinikmati importir, bukan petani kecil.
Untuk kasus daging ayam dan telur, kecenderungan ini nampak lebih kuat. Alasannya, dengan makin terbatasnya DOC akan menyebabkan akses peternak kecil terhadap DOC semakin terbatas. Akibatnya, mereka tidak hanya kalah akses DOC-nya, akan tetapi berpotensi tersingkir dari usaha peternakan ayam. Kelompok ini akan mati. Kalau kelompok ini sudah mati, maka yang menikmati harga dasar, HPP, atau apapun namanya, adalah pengusaha besar, industri dan peternak mitranya. Yang terakhir inipun hanya ketetesan.
Sungguh perlu diingatkan bahwa Surat Menteri itu harus segera dicabut. Sangat kontraproduktif dalam pengamanan kesejahteraan peternak kecil. Karena bisa disimpulkan sepenuhnya bahwa: intinya harga naik itu bagus kalau yang menikmati peternak kecil.
Akan tetapi, kalau DOC dibatasi, maka akses peternak kecil terhadap DOC menjadi rusak. Peternak Kecil justru mati karena harus berhenti beternak. Walhasil, harga naik tidak dinikmati peternak kecil, tetapi dinikmati oleh industri dan peternak besar, yang bahkan memperoleh legitimasi kartelisasi, sekaligus membunuh konsumen dengan harga tinggi.
Itulah sebabnya pasar daging ayam dan telur ini akan menderita kartelisasi oligopolis menjelang lebaran. Skenario besar untuk keuntungan komprador itulah yang tersirat dalam Surat Mendag ini, sekaligus usaha sistematis membunuh peternak kecil dan konsumen: demi keuntungan sejumlah pemodal. Itulah makna Surat Mendag dimaksud.
(M Maksum Machfoedz. Guru Besar Sosek Agroindustri, Ketua PBNU)
http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3025/halalisasi-kartel-poultry.kr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar