Selasa, 13 Mei 2014
Belum lama petani selesai membasuh keringat setelah selesai menanam padi pada musim gadu, para petinggi yang mengurusi masalah pangan sudah berdebat ramai tentang kemungkinan impor beras untuk memenuhi persediaan beras dalam negeri. Banyak alasan dan pertimbangan dikemukakan, yang pasti banyak di antara mereka sepakat membuka kran impor beras dalam waktu dekat ini. Meskipun banyak juga yang menentang rencana impor ini tapi tampaknya pemerintah lebih memilih opsi melakukan impor untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras.
Dalam berbagai kesempatan Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso menyatakan bahwa pengadaan beras Bulog beberapa waktu terakhir ini relatif rendah. Hal ini disebabkan terjadinya ‘masalah’ produksi di sejumlah sentra produksi beras, yang kemudian berdampak pada naiknya harga beras. Harga gabah saat ini cenderung naik melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) sehingga Bulog mengurangi pembelian beras. Kondisi ini yang membuat Bulog terpaksa melakukan impor beras. Artinya, impor terpaksa dilakukan karena memang terjadi ‘masalah’ pada hulu produksi beras.
Apapun alasannya, yang jelas opsi impor selalu menjadi jalan pintas untuk mengatasi permasalahan pasokan beras. Seolah tidak ada alternatif lain yang lebih baik untuk mengatasi gejolak yang terjadi pada pasokan dan fluktuasi harga beras. Berbagai program yang sejak awal digembar-gemborkan sebagai solusi meningkatkan produksi beras seketika lenyap ditelan bumi. Coba cermati, ke mana larinya optimisme surplus produksi beras 10 juta ton? Di mana disembunyikan klaim bahwa kita akan segera memiliki kelebihan produksi beras melalui berbagai langkah terobosan, seperti GP3K dan berbagai program lainnya?
Kita tentu memaklumi menyediakan pangan untuk rakyat sangat penting. Artinya, memenuhi gudang Bulog untuk menyediakan stok pangan untuk rakyat harus mendapat prioritas perhatian. Mencegah harga beras membumbung tinggi, yang kemudian mendorong inflasi juga penting agar perekonomian nasional tidak ‘goyang’. Yang kita gugat, mengapa impor beras selalu diambil dengan sangat mudah, cepat dan tanpa mempertimbangkan kepentingan petani. Mengapa tidak dipertimbangkan matang kemungkinan jatuhnya harga beras akibat impor beras berlebihan? Pertanyaan klasik yang juga selalu muncul, mengapa pemerintah selalu berusaha mati-matian menahan lonjakan harga beras, dengan berbagai alasan dan pertimbangan, tetapi cenderung ‘cuek’ ketika harga beras di tingkat petani jatuh?
http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/mudah-impor-beras/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar