Sabtu, 23 Juli 2016

Tajamnya Harga Bahan Pangan, Peranan BULOG, dan Voucher Belanja Presiden

Jumat, 22 Juli 2016

Hampir semua jenis bahan pangan di pasar Indonesia semakin hari menunjukan kenaikan harga yang bisa dibilang signifikan. Bahan pangan merupakan barang kebutuhan primer yang sehari-hari dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia mulai dari yang pokok seperti beras, gula, daging dan minyak goreng hingga yang kecil-kecil seperti cabai dan bawang merah dan kedelai. Harga bahan pangan yang semakin naik tidak mempengaruhi permintaan di pasar, artinya setinggi apapun harganya pasti ada yang beli dan pasti habis karena hal ini adalah urusan perut. Masyarakat kecil sudah sangat menjerit akan situasi ini namun dalam hal ini banyak pihak yang bersembunyi dibalik teori ekonomi yang terkenal tak terkecuali para pedagang dan menganggap itu hal yang wajar. Teori ekonomi yang paling popular dikalangan siswa SMP yang mulai belajar IPS ekonomi adalah Semakin banyak permintaan di pasar maka semakin mahal harga suatu barang tersebut dan berlaku sebaliknya atau semakin sedikit jumlah barang yang tersedia maka semaik mahal harga barang tersebut dan berlaku sebaliknya.  Sangat disayangkan, mengapa teori ekonomi seperti ini yang di doktrinkan kepada masyarakat Indonesia yang pernah mengenyam pelajaran ekonomi di SMP. Harusnya doktrin teori itu sekarang harus diganti dengan teori syariah, Arab Saudi berhasil mempertahankan nilai dan harga suatu barang dari tahun ke tahun di negaranya. Pada akhirnya kita tahu akibat dari pelajar itu sekarang, semakin lihai masyarakat kita menaikan harga barang. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu menanggapi secara serius  kenaikan harga-harga bahan pokok di Indonesia saat ini. Pada awal menjabat sebagai presiden, Pak Jokowi pernah membuat kepres tentang harga-harga barang sebagai solusi dari kenaikan harga yang terus menerus. Kepres ini berisi daftar harga barang-barang tertentu beserta harga termahal yang boleh di patok oleh para pelaku ekonomi. Namun ternyata kepres ini belum mampu melakukan stabilitas harga atau menjaga bahan pangan pada harga yang wajar. Kita ketahui bersama bahawa pada awal tahun ini hingga sekarang pemerintah kesulitan melakukan stabilitas harga daging yang melambung jauh terbang tinggi terutama di Ibu Kota Jakarta  yang sempat tembus Rp120-130 ribu/kg.  Saya rasa tidak hanya daging, tetapi juga hampir pada semua kasus kenaikan harga bahan pangan pemerintah cenderung tumpul atau lamban dalam menangani hal ini. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk melakukan stabilitas harga bahan pangan seperti menindak para distributor nakal yang dicurigai memainkan harga dengan menimbun stok bahan pangan.  Tidak cukup sampai disitu keran impor juga di buka sebagi bentuk frustasi bahwa sudah buntu mau melakukan apa lagi sudah mentok jedok. Namun ternyata hal tersebut juga belum mampu mengatasi masalah stabilitas harga bahan pangan sehingga pemerintah melakukan intervensi langsung di pasar dengan cara operasi pasar. Ibarat kompres demam, Operasi pasar terbukti dapat menurunkan kenaikan harga bahan pokok dipasaran, numun tidak bertahan lama. Operasi pasar adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melawan kenaikan harga dengan menjual barang tertentu dengan harga dibawah harga pasaran yang ada, kegiatan ini biasanya dilakukan di depan pasar dan dalam tentang waktu yang singkat atau sebentar. Setelah operasii pasar yang biasnya berlangsung selama 1-2 hari atau paling lama satu minggu biasanya bahan pangan yang di intervensi harganya bisa turun menuju stabil, namun demikian hal ini hanya berlaku sementara begitu operasi pasar selesai, pasar kembali demam tinggi. Ketika beras naik ada operasi pasar beras murah, gula naik operasi pasar gula murah, minyak goreng naik operasi pasar minyak goreng begitu terus gak habis-habis, lebih lama harga naiknya dari pada operasi pasarnya, coba kalau ada operasi pasar tiap hari. Seandainya saja banyak elit negeri ini yang paham betul konsep dasar logistik tentu hal-hal seperti ini bisa dengan mudah diselesaikan. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi, logistik mendapatkan perhatian penuh beriringan dengan infrastruktur dan transportasi karena beliau paham betul bahwa harga barang tidak lepas dari tingginya biaya logistik di negara ini. Logistik adalah suatau rangkain proses membuat atau memperoleh barang, menyimpan barang, mendistribusikan barang, hingga menjual barang. Membuat atau memperoleh barang itu seperti membeli barang dari petani atau impor dari luar negeri. Setelah mendapatkan barang kemudian barang itu disimpan di gudang, jika pasar membutuhkan maka akan segera didistribusikan ke pasar untuk dijual kepada konsumen tingkat akhir alias masyarakat umum. Nah intervensi permanen yang dilakukan pemerintah tadi  hanya maksimal sampai pada proses distribusi. Dalam hal memperoleh barang untuk kasus harga daging pemerintah melakukan impor sapi local dari Nusa Tenggara (permanen) dan interlokal dari Australia (kalo kurang aja) ke Jakarta. Dalam hal menyimpan dan distribusi, pemerintah telah memegang kepala dan menggandeng para distributor swasta dan BUMD, kalo macem-macem penggal. Terakhir dalam hal penjulan, hal ini tetap saja belum bisa dikontorol secara maksimal. Ketika para distributor di tekan harus menjual dengan harga 80 ribu, ya mereka jual harga 80 ribu/kg untuk daging ke pedagang.  Setelah diterima pedagang dengan harga 80 ribu disini drama dimulai. Dalam sebuh pasar anggap saja 3 orang pedagang daging yang mendapat daging dari distributor yang sama nah pedagang A butuh uang untuk beli I phone anaknya, dia pikir kalo daging dijual 100rb masih laku lah ya ternyata bener, masih laku. Pedagang B butuh uang buat bayar UKT anaknya, dia pikir harga 110rb masih laku lah ya, eh tenyata masih aja ada yang beli. Pedagang C butuh uang lebih karena anaknya yang no 2 mau masuk SMA swasta karena gak diterima di negeri, dia pikir 120 masih laku deh kayaknya butuh duit nih!!!!, eh ternyata masih ada aja juragan bakso yang borong dagingnya.  Dari sini, apakah bisa kita menyalahkan pedagang daging tadi? Tentu tidak. Apakah pantas pemerintah menindak mereka? Tentu tidak pantas rasanya. Saya ingin mengatakan bahawa tingginya harga logistik bahan pangan tidak hanya dipengaruhi oleh keterbatasan infrastuktur dan indeks konektifitas saja, tetapi ada juga faktor lain yaitu terlalu banyak tangan yang bermain dan mengambil keuntungan di setiap proses logistik yang ada. Hal ini terjadi karena ditengarai akibat tumpulnya badan urusan logsitik nasional alias BULOG. Sebagai salah satu BUMN yang bergerak dibidang logistik, BULOG bisa dibilang tumpul dalam menjalankan rangkaian proses logistik yang ada di Indonesia. Dalam rangkaian proses logistik, BULOG dirasa berhasil hanya dalam tahap pertama yaitu membuat atau memperoleh barang. Untuk kasus beras BULOG berhasil mendatangkan beras impor dari berbagai negara dan juga bisa membeli gabah dan beras dari petani lokal. Pada tahap menyimpan barang, semua tentu tau dan sepakat bahwa BULOG tidak bisa dikatan berhasil dalam menyimpan barang.  Masih segar ditelinga kita beras kutu, beras jamur, bawang busuk dll yang merupakan bukti kegagalan BULOG dalam menyimpan barang. Anda semua tentu tahu jeruk cina, jeruk warna orange yang dibungkus plastic ada tulisan cinanya, kalo dibuka sudah tidak segar lagi tetapi tidak busuk walaupun sudah berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan di dalam container dan terapung dilautan. Itu bukti bahwa cina bisa menyimpan barangnya dalam jangka waktu yang lama sedangkan kita belum bisa paling tidak untuk BULOG.  Belum pernah saya masuk ke gudang BULOG, tetapi dari liputan sidak Pak Jokowi ke gudang BULOG beberapa waktu lalu yang menyebabkan beliau marah, gudang berasnya tak ubahnya seperti gudang penyimpanan semen dan pasir, semoga sekarang sudah dibenahi. Proses menyimpan ini proses yang penting menyimpan bahan pangan tentu tidak bisa sembarangan beberapa hal harus diperhatikan seperti suhu, kelembapan udara, kebersihan dan ventilasi semuanya harus dikontrol terus.  Pada proses distribusi BULOG juga kurang tajam sehingga masyarakat terkadang tidak mengetahuitahu jika ternyata sudah ada pembagian beras sejahtera atau berasnya ditahan perangkat desa atau berasnya tidak sampai ke masyarakat miskin, atau ada yang tidak mendapat kupon dll. Pada proses akhir penjualan, BULOG hanya bisa menjadi kompres demam melalui operasi pasar padahal demamnya sering muncul tapi kompresnya jarang-jarang, oh ada lagi yang namanya BULOG mart mungkin mirip lotte mart dan superindo gitu kali ya, bisa beli online juga, ya yang dikampung gimana coba. Saya tidak tau apakah ada atau tidak undang-undang yang melarang pemerintah atau BULOG untu melakukan intervensi langsung terhadap pasar secara pemanen. Sampai pada saran, -saya tidak tahu apakah banyak orang yang berfikiran sama seperti saya atau hanya saya saja yang berfikiran seperti ini, atau malah sudah dilakukan hal berikut ini-  mengingat naiknya harga barang secara terus menerus dan bergantian di pasar mulai dari beras, gula, minyak goreng, bawang merah, cabai, kedelai, mungkin kedepan terong akan naik juga, sehingga pemerintah melalu BUMN logistik seperti BULOG  dirasa perlu melakukan intervensi langsung terhadap pasar secara permanen.  Saya mengusulkan BULOG bekerja sama dengan PD pasar atau sendirian juga boleh kalo bisa, membuka atau membeli kios di pasar atau sekitar pasar di seluruh Indonesia dan menjual bahan pangan pokok dan tambahan yang diperoleh atau ada pada gudangnya sehingga harga bahan pangan bisa stabil sepanjang tahun.  Dengan demikian seluruh proses logistik untuk bahan pangan ditangani oleh satu tangan saja mulai dari memperoleh, menyimpan, mendistribusikan, hingga menjual jadi keuntunganya hanya diambil satu saja atau sekali bisa ambil untung dipenjualan saja jadi pada penyimpanan dan distribusinya BULOG tidak mengambil keuntungan .  Jika dilakukan oleh banyak tangan maka pada masing-masing ke 4 proses tersebut akan diambil keuntungan bukan sekali tapi empat kali. Lalu siapa penjual yang akan menjual barang BULOG dipasar dengan bendera BULOG?, kalo boleh pinjam istilah Pak Ahok bisalah menggunakan PHL BULOG atau PHL kementrian perdagangan untuk berjualan dan dibayar perbulan seperti karyawan pada umumnya. Beberapa hari yang lalu di salah satu televisi swasta Pak Jokowi berbicara akan menghilangkan sistem pembagian beras sejahtera diganti dengan voucer belanja. Sepertinya hal ini terjadi akibat keputusasaan presiden terhadap BULOG yang belum juga bisa menangani seluruh proses logistik dengan sempurna, tetapi dirasa kurang tepat jika harus menganti beras sejahterah dengan voucher belanja.  Bisa  kita bayangkan ketika harga bahan pangan semakin naik maka voucher belanja ini semakin berkurang nilainya dan akhinya membuat keuangan negara membengkak. Setali tiga uang, jika pemerintah ataupun BUMN sudah sampai pada tahap intervensi langsung secara permanen di pasar selain harga barang dapat di stabilkan sepanjang tahun, sehingga tidak perlu mengganti beras sejahtera dengan voucher belanja, malah kartu-kartu sakti presiden yang selam ini dicibir bisa berfugsi dengan sakti. Anggap saja dipasar sudah ada kios sederhana milik BULOG ukuran 4x4 meter yang menjual beras, gula, daging, dan minyak goreng, bagi para pemilik Kartu Keluarga Sejahtera atau kartu-kartu yang lain diberikan jatah beras sejahtera sebanyak 25 kg/bulan dengan asumsi 1 kelurga 4 orang, bisa dibeli langsung 25 kg atau mau dibeli berapa kilopun juga boleh asalkan 1 bulan maksimal 25 kg kemudian jatah untuk gula dan minyak goreng bisa disesuaikan sehingga barang pangan murah ini menjadi tepat sasaran tanpa perlu antri berdesak-desakan karena takut tidak kebagian.  Tidak hanya itu saja kios juga bisa menjual beras, minyak goreng, gula, dan daging biasa untuk dijual dengan harga yang wajar kepada masyarakat umum, bisa saja dengan harga yang tidak jauh berbeda dari harga pabrik karena seluruh proses logistik di lakukan oleh BULOG sendiri dengan mengambil untung seadanya. Dengan demikian maka kartu-kartu sakti yang sering dibagi-bagikan Pak Jokowi ini menjadi benar-benar sakti dan cukup tanpa perlu adaanya voucher belanja lagi sehingga teori ekonomi yang mainstream tadi akhirnya tidak berlaku, mau barang banyak mau sedikit mau setengah mau ditimbun mau di impor ekspor atau mau habis, harganya tetap 80ribu ya 80ribu, 10ribu ya 10ribu. Pemerintah harus memaksimalkan fungsi BULOG sebagai BUMN urusan logistik nasional dan BULOG, sebagai ujung tombak urusan logistik nasional, harus berbenah mulai dari sistem penyimpanan barang yang perlu direvitalisasi, sistem distribusi dan penjualan yang terus menerus sehingga seluruh rangkain proses logistik nasional bisa ditangani dan menjadi dasar atau patokan harga bagi seluruh pelaku ekonomi yang ada di Indonesia.  Tidak hanya menjaga kuantitas stok, bulog juga harus mampu menstabilkan harga bahan pangan. Seluruh hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, begitu kurang lebih bunyi UUD 45 maka sudah sepantasnya pemerintah dan BULOG melakukan intervensi permanen ke akar rumput logistik yakni penjualan bahan pangan langsung ke masyarakat secara terus menerus karena hal tersebut merupakan hajat hidup orang banyak.

wassalam
gelombang laut

http://www.kompasiana.com/adam12/tajamnya-harga-bahan-pangan-peranan-bulog-dan-voucher-belanja-presiden_5791ff7a2223bd21074de782

Tidak ada komentar:

Posting Komentar