Sabtu, 16 Juli 2016

Mengubah Wajah Bulog Menjadi Transformatif

Sabtu.16 Juli 2016

Selama ini image yang melekat pada Badan Urusan Logistik (Bulog) adalah lembaga yang bekerja seadanya dan sarat korupsi. Lembaga tersebut cenderung pasif, tidak menjemput bola.

Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti ingin mengubah pola kerja itu. Bulog harus lebih transformatif, agresif atau menjemput bola.

Dalam beberapa waktu terakhir banyak kritikan menyoroti langkah pemerintah yang membuka keran impor secara besar-besaran. Pemerintah mengimpor daging sapi beku, jeroan dari sebelumnya dilarang serta daging kerbau dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK).

Impor dimulai sejak sebelum lebaran hingga setalah lebaran. Itu khusus untuk daging sapi beku dan jeroan, sementara daging kerbau rencananya akan didatangkan dalam waktu dekat, menunggu instruksi presiden. Sejumlah pihak menilai langkah pemerintah tersebut hanyalah bentuk terlalu liberal serta mematikan peternak kecil dalam negeri karena harga daging lokal akan jatuh, jauh dari harga normalnya.

Dalam hal ini Bulog merupakan lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengeksekusinya di lapangan.

Menurut Djarot, Bulog harus patuh dengan regulator. Presiden Jokowi sebelumnya telah menginstruksikan agar harga daging bisa di bawah 80 ribu rupiah per kilo gram (kg).

Dalam perjalannya, harga tersebut memang tercapai tetapi tidak maksimal karena masih ada yang menjualnya di atas harga normal. Kondisi itu masih juga berlaku hingga setelah lebaran yang artinya jika tidak diatasi bisa mempengaruhi perekonomian dalam jangka waktu yang lama.

Atas dasar itulah pemerintah membuka impor untuk daging beku, jeroan dan daging kerbau untuk menstabilkan harga hingga benar-benar stabil.

Kendatipun belum maksimal tetapi bagi Djarot,menjelang lebaran tahun pemerintah masih bisa mengendalikan harga. Padahal, pada tahun sebelumnya 10 hari sebelum lebaran harga daging bahkan di atas 150 ribu rupiah per kg.

“Kali ini, kalaupun ada kenaikan tetapi tidak menyentuh angka tersebut, palingan mencapai 120 ribu per kg. Itu semua karena sigapnya pemerintah mengantisipasi gejolak harga,”ungkap pria berkacamata itu.

Suplai Kurang

Adapun impor terangnya, itu dilakukan karena semakin tipisnya selisih suplai dengan demand. Sementara itu, harga daging di Indonesia juga terbilang cukup mahal jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti di Malaysia yang hanya 60 ribu rupiah per kg, demikianpun dengan Singapura.

Pemerintah menghendaki agar stabilitas harga bisa berlaku dala jangka waktu yang cukup lama. Itulah makanya impor dibuka hingga Desember untuk mencapai target tersebut sambil membenahi peternakan di dalam negeri.

“Pemerintah tidak melulu melakukan impor tetapi di tengaj itu juga membenahi struktur produksi dan perekonomian di dalam negeri. Pada waktunya impor akan dibatasi ketika tidak ada lagi masalah kekurangan suplai,”jelas pria yang menyandang master manajemen keuangan ini.

Mengimpor daging beku, jeroan dan kerbau lanjut Djarot merupakan cara pemerintah untuk menciptakan budaya konsumsi baru dalam masyarakat, bahwa kita tidak melulu mengkonsumsi daging sapi, masih ada yang lainnya yang bisa dikonsumsi.

Jadi, adapun beragam isu negatif terkait ketiga barang yang diimpor tersebut, bagi Djarot hal itu tidak benar adanya, apalagi pemerintah menjamin kehalalannya.

Untuk diketahui, Djarot terpilih sebahai Dirut Bulog menggantikan Dirut sebelumnya, Lenny Sugihat yang hanya mampu bertahan lima bulan.

Sebelum menjadi Dirut Bulog, Djarot menduduki jabatan Direktur Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) sejak tahun 2010.

Baru ditunjuk menjadi orang nomor satu di Bulog, Djarot langsung mengubah struktur organisasinya.

Menurutnya, struktur organisasi yang ada di Bulog tidak mencerminkan bahwa lembaga tersebut ingin maju. Tidak ada Direktur Operasional di tubuh Bulog menjadi kendala aktivitas bisnis tidak bisa menyatu dengan tubuh Bulog.

Atas pertimbangan itu lah makanya Djarot melakukan reformasi di internal Bulog dengan membentuk beberapa Direktur seperti Direktur Sumber Daya Manusia (SDM), Direktur Pelayanan Publik, Direktur Komersial, Direktur Pengadaan, serta Direktur Keuangan.

Reformasi Internal

Reformasi internal merupakan starting point untuk mendorong lembaga tersebut bergerak lebih jauh, menciptakan stabilitas harga serta mendorong petani untuk lebih bergairah demi tercapainya swasembada pangan seperti yang ditargetkan pemerintah.

Selama ini langkah Bulog melakukan transformasi itu sudah berjalan. Buah dari reformasi internal itu Bulog sejauh ini terus memperbaiki infrastrukturnya, membangun jaringan dengan kelompok tani hingga pelosok demi meningkatkan serapan.

Agar lebih maksimal lagi bekerja, Djarot berharap agar pemerintah menetapkan satu saja kementerian sebagai “bos” Bulog, agar bisa bekerja optimal.

Djarot juga meminta agar beragam regulasi yang bisa menghambat kerja Bulog dicabut. Hal itu seperti yang telah dilakukan terhadap daging beku yang sebelumnya tidak dijual di pasar tradisional, padahal masyarakat punya hak untuk mengkonsumsinya.

“Saya berharap regulasi yang kontraproduktif lainnya juga dicabut, termasuk memperluas jangkauan Bulog ke pangan jenis lain yang bukan hanya beras, Itu untuk memuluskan transformasi yang sedang dilakukan Bulog”pungkasnya. erik sabini/E-9

http://www.koran-jakarta.com/mengubah-wajah-bulog-menjadi-transformatif/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar