Senin, 25 Juli 2016
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga pangan yang kurang terkendali sejak tahun lalu semakin membebani penduduk miskin desa. Kenaikan harga itu menyebabkan pengeluaran masyarakat desa jauh di atas rata-rata garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin tinggi.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, Minggu (24/7), mengatakan, dalam satu tahun ini bahan pokok penyumbang peningkatan garis kemiskinan terbesar adalah beras. Bahan pokok lain yang juga berkontribusi terhadap peningkatan itu adalah telur ayam ras, gula pasir, dan bawang merah.
"Ini paradoks. Bahan pangan itu diproduksi di desa, tetapi masyarakat desa harus membelinya dengan harga lebih tinggi. Hal itu menunjukkan masih ada masalah fundamental yang belum terselesaikan, yaitu kedaulatan pangan," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan Maret 2015-Maret 2016 naik 7,14 persen, dari Rp 330.776 per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 354.386 per kapita per bulan pada Maret 2016. Makanan menjadi penyumbang terbesar peningkatan garis kemiskinan itu. Di pedesaan, kontribusi beras terhadap garis kemiskinan sebesar 29,54 persen, telur ayam ras 3,02 persen, gula pasir 2,99 persen, dan bawang merah 2,26 persen.
Menurut Henry, jumlah penduduk miskin di pedesaan memang turun. Namun, kemiskinan tidak hanya sekadar jumlah penduduk, tetapi juga kesejahteraan penduduk.
Kesejahteraan penduduk miskin di desa justru turun. Hal itu karena indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di pedesaan dalam satu tahun ini meningkat.
"BPS menunjukkan, indeks kedalaman kemiskinan pedesaan pada Maret 2015 sebesar 2,55 dan pada Maret 2016 naik menjadi 2,74. Indeks keparahan kemiskinan pedesaan pada periode yang sama juga meningkat dari 0,71 menjadi 0,79," katanya.
Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran setiap penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Adapun indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi pula ketimpangan pengeluaran penduduk miskin.
Henry berharap agar pemerintah membenahi persoalan itu. Swasembada dan kedaulatan pangan melalui keberpihakan dan pemberdayaan petani sangat penting. Pemerintah perlu terus memberikan insentif terhadap petani.
Pergantian raskin
Sementara itu, keputusan pemerintah mengganti beras untuk rakyat miskin (raskin) dengan e-voucher tanpa melakukan penguatan sistem produksi usaha tani padi akan berdampak serius pada nasib petani. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah harus kompak bekerja.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo mengatakan, pertaruhan pencabutan raskin dan digantikan menjadi e-voucher sangat besar. Idealnya, dengan pemberlakuan e-voucher, instrumen pemerintah dari pusat hingga daerah, mulai dari kementerian teknis dan terkait hingga dinas teknis dan terkait, menjalankan tugas pokok dan fungsi seperti yang sudah digariskan.
"Kita percaya niat pemerintah pusat tentu baik, tetapi belum tentu pada implementasi dijalankan dengan baik kementerian dan daerah," katanya.
(HEN/MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160725kompas/#/18/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar