JAKARTA, KOMPAS — Peraturan presiden tentang penetapan dan penyimpanan kebutuhan pokok akhirnya terbit. Akan tetapi, langkah pemerintah untuk mengendalikan harga 14 komoditas tak mudah dilakukan apabila pemerintah tak memiliki stok yang memadai.
Untuk menjamin ketersediaan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok yang beredar di pasar, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Perpres yang sudah ditandatangani pada 15 Juni itu baru diberi nomor pada Kamis (18/6).
Dengan keluarnya Perpres No 71/2015, Presiden berharap masalah kelangkaan dan gejolak harga barang yang selama ini terjadi bisa diatasi dengan sesegera mungkin. Teten Masduki dari Tim Komunikasi Presiden, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, mengatakan, alasannya, salah satu butir perpres itu menyebutkan adanya larangan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting di gudang ketika terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau ketika terjadi hambatan lalu lintas perdagangan barang.
Teten menambahkan, melalui perpres tersebut, dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan nasional, pemerintah pusat wajib menjamin pasokan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting.
"Misalnya jika terjadi gangguan pasokan atau harganya berada di atas atau di bawah harga acuan yang ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan," ujar Teten.
Ia mengatakan, perpres itu juga memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan harga dengan menetapkan harga khusus menjelang, saat, dan setelah hari besar keagamaan atau saat terjadi gejolak harga, harga eceran tertinggi pada saat operasi pasar, serta penetapan harga subsidi.
Barang penting
Barang kebutuhan pokok yang dimaksud dalam perpres itu adalah hasil pertanian, seperti beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabai, serta bawang merah. Kemudian, hasil industri, seperti gula, minyak goreng, dan tepung terigu, serta hasil peternakan dan perikanan, seperti daging sapi, ayam ras, telur ayam ras, ikan segar bandeng, kembung, serta tongkol, tuna, dan cakalang.
Barang penting lainnya yang dimaksud dalam aturan itu meliputi benih padi, jagung, kedelai, pupuk, elpiji 3 kilogram, tripleks, semen, besi baja konstruksi, dan baja ringan.
Menanggapi peraturan itu, pelaku usaha bidang pangan dan barang kebutuhan pokok mengatakan, stok yang cukup merupakan kunci stabilisasi harga pangan. Intervensi harga saat terjadi gejolak bisa dilakukan secara efektif.
Ketua Harian Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini mengatakan, pemerintah harus mempunyai cadangan stok yang kuat sebagai modal mengintervensi pasar saat melakukan operasi pasar.
Produksi bawang merah dan cabai musiman. Permintaan bawang merah dan cabai relatif konstan setiap bulan. Namun, di sisi lain, produksi pada bulan-bulan tertentu surplus atau sebaliknya defisit.
Saat produksi melimpah, harga jatuh; begitu sebaliknya. Agar harga tidak jatuh, pemerintah harus memperbaiki manajemen logistik, termasuk mempunyai stok cabai dan bawang.
Karena cabai dan bawang mudah rusak, diperlukan infrastruktur seperti ruang berpendingin skala besar. Stok barang pemerintah ini bisa sewaktu-waktu dikeluarkan, terlebih saat produksi kurang. Mekanismenya bisa melalui operasi pasar.
Perpres saja, menurut Benny, tidak cukup untuk modal stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Di atas semua itu, pemerintah harus membuat perencanaan pola tanam yang seimbang, perbaikan infrastruktur baik di budidaya maupun pascapanen, serta pembangunan ruang berpendingin agar bisa menyimpan cabai dan bawang merah selama enam bulan untuk stok.
Kekuatan pasokan
Terkait beras, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menekankan, efektivitas pelaksanaan perpres nantinya tetap bergantung pada seberapa kuat pasokan beras ke pasar.
Dengan pasokan beras cukup dan stok pemerintah kuat, stabilisasi harga beras bisa terjaga. "Produksi tetap menjadi kendali utama. Tanpa produksi yang cukup, pengendalian tidak akan berjalan efektif," ujarnya.
Pengusaha penggilingan padi sekaligus pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Perpadi DKI Jakarta, Nellys Sukidi, mengatakan, dengan Bulog menguasai stok beras 3 juta ton, harga beras akan stabil.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, sepanjang pasokannya ke pasar mencukupi, harga daging sapi akan tetap stabil.
Kalaupun ada sedikit kenaikan harga, hal itu wajar karena pedagang juga butuh tambahan pendapatan menjelang Lebaran. "Barang-barang lain naik, masak pedagang enggak boleh dapat untung sedikit lebih tinggi dari kondisi normal," katanya.
Khusus daging sapi, ketersediaan stok daging sapi untuk intervensi pasar harus disesuaikan dengan kebutuhan daging dan perilaku konsumsi daging masyarakat. "Konsumen yang biasa membeli daging sapi segar tidak mau membeli daging sapi beku," lanjutnya.
Belum operasi pasar
Di Magelang, Jawa Tengah, Wakil Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Wilayah V Kedu Ruwaji mengatakan, dari enam kota/kabupaten di wilayah Kedu, hingga saat ini belum ada satu pun yang mengajukan permintaan operasi pasar beras. Dengan kondisi ini, bisa disimpulkan bahwa stok pangan di keenam daerah tersebut relatif aman.
Amannya stok pangan itu juga terlihat dari minimnya permintaan percepatan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin).
Dari enam kota/kabupaten tersebut, sejauh ini hanya dua daerah yang mengajukan permintaan percepatan penyaluran raskin, yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Kebumen.
Sementara itu, di Kota Tegal, memasuki hari pertama bulan Ramadhan, permintaan daging sapi dan daging ayam dari masyarakat meningkat hingga dua kali lipat jika dibandingkan dengan hari biasa. Harga daging sapi di Kota Tegal juga naik sekitar 10 persen, dari sebelumnya Rp 100.000 per kilogram menjadi Rp 110.000 per kilogram.
Di Kupang, Nusa Tenggara Timur, memasuki hari pertama bulan puasa tahun ini, harga bahan kebutuhan pokok di sejumlah pasar di Kota Kupang mulai bergerak naik. Sementara mayoritas warga Kupang tidak menjalani ibadah puasa. Kenaikan itu bergerak lambat, tetapi cukup mengganggu kenyamanan konsumen karena sebelumnya harga bahan pokok sudah tinggi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT Bruno Kupok mengakui adanya kenaikan harga itu, tetapi hanya untuk beberapa jenis bahan pokok, seperti beras dan bumbu dapur. Sementara harga minyak goreng dan daging relatif stabil.
Di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, harga cabai merah di Pasar Gresik mencapai Rp 35.000 per kilogram atau naik Rp 9.000 dibandingkan dengan harga sehari sebelumnya Rp 26.000 per kilogram. Sementara harga daging ayam ras naik menjadi Rp 30.000 per kilogram dibandingkan dengan harga tiga hari sebelumnya Rp 28.000 per kilogram.
(EGI/WIE/KOR/FLO/ACI/MAS/HAR)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150619kompas/#/1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar