RMOL. Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengapresiasi langkah Presiden Jokowi lewat Menteri BUMN Rini Soemarno yang telah mengganti Dirut Bolog dari Lenny Sugiat kepada Djarot Kusumayakti.
Alasan pemerintah melakukan pergantian adalah karena Bulog dinilai gagal mencapai target penyerapan gabah petani pada masa panen tahun 2015, dimana pemerintah menargetkan Bulog bisa menyerap beras petani hingga 4 juta ton, namun sampai sekarang baru terserap 1,2 juta ton. Bulog juga dinilai gagal menstabilkan harga beras yang melambung.
"Kalau benar itu alasannya, tentu saja cukup masuk akal. Dan perlu kita apresiasikan," kata Sekretaris Jendral Badan Pengurus Pusat (BPP) Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Tri Sasono dalam rilisnya, Rabu (10/6).
Menurutnya, hal yang sama juga harus dilakukan terhadap direksi BUMN di sektor usaha lainnya agar mereka secara serius dan tidak main-main dalam bekerja.
"Berdasarkan pencopotan dirut Bulog dan satu direksi Bulog juga bisa dijadikan langkah untuk mencopot direksi-direksi BUMN yang tidak bekerja sesuai target dan cenderung meyebabkan kerugian bagi BUMN yang dipimpin, seperti direksi Pertamina yang selama lima memimpin juga telah meyebabkan kerugian terhadap Pertamina sebesar Rp 2,75 trilun periode Jan-Feb 2015. Dan tidak dicopotnya direksi Pertamina yang telah gagal karena Pertamina rugi menjadi tanda tanya besar, sebab tidak dicopotnya direksi Pertamina karena sangat kompromi dengan intruksi Klan Sumarno yang banyak mengintervesi Pertamina terutama dalam hal impor BBM ke Pertamina," beber Tri Sasono.
Ia menambahkan, direksi Pelindo II yang sudah punya catatan merah di KPK dan diduga terjerat dalam penyalahgunaan dana CSR untuk pembangunan sawah dan menduduki jabatan sejak SBY-JK tidak dicopot juga patut dipertanyakan, apakah karena telah memberikan kontribusi bisnis car port di Tanjung Priuk pada JK. Padahal selama RJ Lino memimpin Pelindo hutang Pelindo II makin bertambah.
"Kegagalan dirut Bulog dalam mencapai target membuktikan bahwa sistim head hunter perekrutan direksi dan komisaris BUMN yang dilakukan oleh Meneg BUMN sangat tidak bermutu sehingga direksi yang terpilih tidak sesuai dan tidak mampu mencapai target yang ditetapkan pemegang saham," kata Tri Sasono.
Tetapi, lanjut Tri Sasono, ada kabar yang tak sedap bahwa digantinya dirut Bulog dan satu direksi Bulog lebih diakibatkan karena adanya kepentingan untuk melakukan impor beras yang akan dilakukan oleh para mafia. Dimana dirut Bulog yang lama menolak melakukan impor beras karena akan merugikan petani .
"Kegagalan menstabilkan harga beras di pasar juga sebenarnya bukan sebuah kesalahan yang fatal dari dirut Bulog, sebab naiknya harga beras punya hubungan yang kuat dengan kegagalan Presiden Jokowi menstabilkan nilai kurs rupiah terhadap dolar yang berimbas pada tingginya harga beras, karena para pedagang besar beras menetapkan harga jual beras domestik berdasarkan harga beras international," ungkapnya.
Begitu juga dengan dampak dilepasnya harga BBM sesuai harga pasar mempunyai impact terhadap biaya beras distribusi angkutan gabah dan beras yang meyebabkan harga jual beras tetap tinggi.
Terakhir, Tri Sasono mengungkapkan, belajar dari kasus Bulog, sebaiknya Presiden Jokowi juga melakukan pencopotan terhadap para menteri yang tidak mencapai target kinerja yang ditetapkannya, atau yang sering membuat blunder dan membuat pemerintahan Jokowi-JK terlihat bodoh.
"Menteri yang layak dicopot yaitu Meneg BUMN (Rini Soemarno) karena gagal memilih personal yang ditempatkan di BUMN, Menseskab (Andi Widjajanto) yang salah buat Kepres, materi Pidato, Menteri ESDM (Sudirman Said) dan menteri yang membidangi ekonomi yang gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi dari 5,6 persen dan hanya tumbuh 4,7 persen pada semester pertama tahun 2015, serta gagal memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," jelasnya. [rus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar