Jumat, 26 Juni 2015
Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengatakan bahwa negeri ini sedang menghadapi berbagai mafia. Mafia pangan, mafia ikan, mafia migas, dan lainnya (Kompas, 15/6/2015). Kalau mau ditambah masih ada lagi: mafia tanah, mafia bioskop, mafia saham, mafia TV, mafia pengecer, dan banyak lagi.
Istilah mafia yang berasal dari Sicilia, menurut Reader's Digest, berasal dari bahasa Arab "ma'siyah" yang berarti maksiat. Sicilia pernah diduduki oleh penguasa Arab. Namun, arti umum mafia adalah kelompok kriminal yang terorganisasi (organized crime). Sementara mafia yang dimaksud Jokowi adalah mafia bisnis. Kelompok ini legitimate. Bukan kriminal, melainkan bisa menabrak aturan main yang ditetapkan oleh peraturan dan undang-undang melalui cara yang lihai dengan memanfaatkan berbagai lubang dari aturan hukum.
Kelompok ini biasanya punya kekuatan keuangan yang besar. Koneksi mereka kuat dengan penguasa di bidangnya, intimidatif apabila ada yang mengganggunya, cenderung monopolistik dan menguasai pasar, serta ikut memengaruhi kebijakan pemerintah agar menguntungkan kelompoknya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, kelompok mafia memberikan imbal balik kepada penguasa dan politisi dalam bentuk uang, saham, dana pemilu, atau bentuk-bentuk lain yang sulit dilacak.
Informasi adalah bagian penting dari kerja mafia. Mereka bisa memperoleh informasi penting jauh sebelum diketahui publik melalui kontak-kontak bayaran mereka di pemerintahan.
Hasil keuntungan mereka umumnya disimpan di negeri-negeri yang "aman", seperti Singapura dan kawasan bebas pajak, atau diinvestasikan dalam surat-surat berharga di luar negeri atau investasi lain.
Belakangan para mafia ini sedikit terbuka kedoknya setelah pemerintah menunjuk tim migas yang diketuai Faisal Basri dan setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan gebrakan menenggelamkan kapal-kapal "asing" pencuri ikan. Mafia tanah yang menguasai bank tanah dan menentukan harga tanah di kota-kota besar sejauh ini belum tersentuh. Mafia beras mempermainkan harga beras dengan menimbun dan menekan pembelian dari petani.
Memberantas mafia
Melawan mafia tidak mudah karena mereka kuat dan tidak akan tinggal diam. Selama bertahun-tahun mereka justru dipelihara dan dibesarkan oleh kekuatan politik tertentu guna menjamin kelangsungan kekuasaan mereka. Mereka akan melawan menggunakan kekuatan uang, lobi politik, media, dan apabila perlu dengan teror.
Politisi, anggota DPR, aparat hukum, dan pejabat yang dipelihara dan banyak menikmati keuntungan materi dari mereka tidak akan tinggal diam melihat sumber penghasilannya dihancurkan. Namun, dengan tekad yang bulat, pemerintah yang bersih dan berkemauan politik dapat meminimalkan kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai mafia ekonomi ini sebagai berikut.
Pertama, membersihkan aparat hukum dan pejabat dari unsur-unsur kotor yang memperkaya diri sendiri. Jika ada kemauan politik, tidak sulit mengidentifikasi mereka dan menggantikannya dengan orang-orang yang bersih dan berani. Selama masih ada pejabat yang bisa dibeli, selama itu pula berbagai mafia akan meraja lela.
Kedua, memaksakan transparansi dalam setiap transaksi oleh pengusaha. Salah satu trik mafia adalah menutupi pemilik sebenarnya dari usaha mereka. Saham PT dimiliki oleh PT yang dimiliki oleh PT lain, seterusnya bertingkat-tingkat sehingga sulit diketahui orang kuat sebenarnya di belakang usaha itu. Trik lain adalah dengan melakukan transaksi bertingkat kepada perusahaan milik sendiri di luar negeri. Perlu ada undang-undang membatasi kepemilikan bertingkat sampai maksimum dua tingkat.
Ketiga, memberantas praktik transfer pricing dengan audit khusus terhadap transaksi yang mencurigakan. Mafia sering menyewa atau melakukan pembelian bahan baku dari perusahaan milik sendiri di luar negeri dengan harga jauh di atas harga pasar (over price) atau menjual hasil produksi dengan harga di bawah pasar (under price). Dengan demikian, dia akan membatasi laba di dalam negeri atau bahkan merugi guna menghindari pajak di dalam negeri.
Keempat, menjaga ketat agar kebijakan pemerintah yang dapat memengaruhi pasar tidak bocor sebelum diumumkan dengan membatasi jumlah pejabat yang diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan penting.
Kelima, melaksanakan dengan konsekuen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha, mengefektifkan kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang belakangan tumpul, serta memberantas monopoli dan persekongkolan dalam tender.
Keenam, mengintensifkan pemeriksaan pajak pada usaha-usaha yang ditengarai menggelapkan pajak, baik dengan melanggar hukum maupun dengan memanfaatkan lubang-lubang dalam peraturan pajak.
Perlu tekad politik
Ketujuh, menggunakan kekuatan ekonomi pemerintah untuk membangkrutkan mereka yang mencari keuntungan besar dengan cara menimbun, bukan dengan menggunakan polisi ekonomi atau sejenisnya, melainkan dengan membanjiri pasar dengan barang yang diperdagangkan. Mafia tanah dapat dihentikan dengan peraturan mengenakan pajak bertingkat atas kepemilikan lahan kosong untuk waktu lama, membatasi areal tanah yang dimiliki pada setiap saat, dan pemerintah memiliki sendiri bank tanah untuk mengimbangi kepemilikan swasta.
Kedelapan, menghilangkan segala bentuk subsidi yang tidak tepat sasaran dan hanya akan menciptakan dua harga yang mendorong penyelundupan. Sebaliknya, pemerintah melakukan kebijakan afirmatif dan memberi insentif kepada usaha-usaha yang menghasilkan devisa dan menciptakan lapangan kerja bagi khalayak.
Kesembilan, menghindari sejauh mungkin perangkapan jabatan (dwifungsi) pengusaha dengan pejabat atau politisi dengan peraturan yang jelas tentang benturan kepentingan (conflict of interest).
Kesepuluh, menjaga wibawa pemerintah dengan pelaksanaan hukum yang tegas, disiplin aparat, dan konsistensi dalam menetapkan kebijakan yang mendukung iklim usaha yang sehat.
Memang tidak mudah melawan berbagai kekuatan bisnis mafia ini. Akan tetapi, dengan tekad bulat politik, komunikasi publik yang jelas, dan niat yang tulus, rakyat akan mendukung dan perlahan, tetapi pasti mafia bisnis di Tanah Air akan dapat dikendalikan.
ABDILLAH TOHA
Pemerhati Politik
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150626kompas/#/7/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar