Selasa, 14 April 2015

Serap Sejuta Ton Jagung, Bulog Butuh Minimal Rp 2 Triliun‏

Senin, 13 April 2015

Jakarta, GATRAnews - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengaku prihatin dengan jatuhnya harga jagung di tingkat petani pada musim panen ini. Saat kunjungan ke Dompu, Nusa Tenggara Barat, pada pekan lalu, dia mendapati bahwa harga jagung pipilan basah yang baru panen di petani hanya dihargai Rp 1.800/kg. Karena itu, pihaknya akan segera menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) jagung di kisaran Rp 2.000/kg untuk jagung pipilan basah dan Rp 2.700/kg untuk jagung pipilan kering.

Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan ditugaskan membeli jagung petani dengan harga sesuai HPP tersebut. Ditargetkan Bulog bisa menyerap hingga 1 juta ton jagung petani. Artinya, Bulog butuh setidaknya Rp 2 triliun untuk menjalankan peran sebagai stabilisator jagung.

Meski demikian, Amran yakin penugasan ini tak akan memberatkan Bulog. Sebab, dana Rp 2 triliun itu tidak dibutuhkan sekaligus dalam satu waktu, tapi bertahap mengikuti panen jagung. "Butuh Rp 2 triliun. Tapi sama dengan beras, bukan berarti menyerap 4,5 juta ton beras berarti langsung perlu Rp 16 triliun. Itu (uang) kan berputar. Kan ada harga komersial, keluar masuk uangnya," kata Amran saat ditemui GATRAnews di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/4).

Dia menjelaskan, Bulog bisa menyerap sedikit demi sedikit sepanjang tahun dengan dana yang berputar dari jual-beli jagung. Begitu jagung terjual, Bulog kembali memutar dana hasil penjualan itu untuk membeli jagung petani dari panen berikutnya. "Panen kan jalan terus Oktober-Maret dan April-September. Memang ada puncak dan paceklik," paparnya. Belum dapat dipastikan apakah Bulog dapat menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dan kapan Bulog bisa mulai menyerap jagung petani. Semuanya akan dibahas mendalam di Rapat Terbatas (Ratas) dalam waktu dekat. "Rapat terbatas sebentar lagi. Kita lihat di pembahasan nanti," tutur Amran.

Sebelumnya, Bulog mengaku tengah mempersiapkan diri untuk menjalankan peranan sebagai stabilisator jagung dan kedelai. "Kita mempersiapkan infrastruktur dan jaringan seandainya pemerintah suatu saat menugaskan kembali Bulog mengelola komoditas jagung dan kedelai," kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Djoni Nur Ashari.

Namun, saat ini sumber pendanaan untuk Bulog agar dapat menjalankan peran sebagai stabilisator jagung dan kedelai masih dibahas. Bila seperti beras, maka pemerintah harus memberikan anggaran subsidi (Public Service Obiligation/PSO) dari APBN. "Untuk jagung kita masih dalam proses pengkajian dan koordinasi dengan beberapa instansi terkait," ucapnya.

Djoni menambahkan, pengadaan jagung bukan hal yang benar-benar baru bagi Bulog. Di Lampung misalnya, Divisi Regional (Divre) Bulog di sana sudah menyerap jagung dari petani dengan menggunakan dana komersial. Jagung dari petani dibeli dengan harga rata-rata di atas Rp 3 ribu/kg. "Di Lampung kita sudah menyerap jagung menggunakan dana komersial. Belinya biasanya di atas Rp 3 ribu/kg," tuturnya.

Demikian juga dengan kedelai, Bulog saat ini sudah menyerap kedelai dari petani, misalnya di Aceh dan Demak meski jumlahnya masih belum signifikan, baru ratusan ton. Setelah diserap Bulog, kedelai dijual pada pengrajin tahu tempe. "Secara komersial kita sudah membeli di beberapa daerah untuk kita stok dan dijual kepada pedagang tahu tempe," papar Djoni.

Reporter: MA
Editor: Nur Hidayat

http://www.gatra.com/ekonomi-1/perdagangan/142350-serap-sejuta-ton-jagung,-bulog-butuh-minimal-rp-2-triliun%E2%80%8F.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar