Rabu, 08 April 2015
Hasil Audit BPK Semester II-2014
RMOL. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dana beras untuk rakyat miskin (raskin) sekitar Rp 1 triliun dari total RP 18,16 triliun tidak disalurkan pemerintah.
Hal ini terungkap dalam hasil audit BPK atas Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester II-2014 yang dilaporkan ke DPR, kemarin.
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, dari audit yang dilakukan BPK diketahui, jika dana penyaluran raskin tidak semuanya disalurkan. Menurut dia, dana raskin yang disalurkan hanya Rp 17,19 triliun atau 94,65 persen dari subsidi raskin sebesar 18,16 triliun.
Padahal, kata dia, raskin merupakan bagian dari program penanggulangan kemiskinan. "Jika dana ini tidak digelontorkan semua tentu akan berdampak pada program penanggulangan kemiskinan itu," katanya.
Selain itu, dia menyimpulkan jika pelaksanaan program penyaluran raskin juga belum efektif. Dia menjelaskan, ada beberapa persoalan dalam pendistribusian raskin. Pertama, data penerima raskin belum diperbaharui sehingga para penerima berpotensi tidak tepat sasaran.
Kedua, kata dia, ditemukannya raskin berkutu dan bau apek di Perum Bulog sehingga adanya pengembalian. "Kualitas yang diterima tidak baik, beras berwarna hitam, berkutu, banyak bubuk dan berbau apek," jelasnya.
Pengamat Pertanian dari Universitas Indonesia Bustanul Arifin mengatakan, sistem pengelolaan dan penyaluran beras untuk raskin memang perlu diperbaiki untuk meminimalisir potensi penyelewengan dan tidak perlu dihapus program tersebut.
Menurut dia, pengadaannya harus disesuaikan pertahun atau tergantung dengan angka kemiskinan. "Jika angka kemiskinan turun, harusnya pengadaan raskin juga diturunkan. Kalau jumlah orang miskinnya turun, tetapi jumlah raskin naik, itu jadi pertanyaan," katanya.
Menurut dia, hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut program raskin tidak sesuai 6T yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga dan tepat administrasi. Ini berarti proses pelaksanaan di lapangan harus diperbaiki.
Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat sebelumnya mengakui adanya beras raskin berkutu. Itu disebabkan buruknya kualitas penyimpanan beras gudang Bulog. Di sisi lain, kapasitas gudang Bulog paling besar di Indonesia hanya mampu menyimpan 4 juta ton beras.
Dalam menyalurkan Raskin, lanjutnya, Bulog bekerja sama dengan Kementerian Sosial. Untuk operasi pasar, Bulog berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan. "Kalau dikeluarkan sendiri bagaimana Bulog bisa mempertanggungjawabkan? Kami kan diaudit BPK juga," ucapnya.
Sebelumnya, KPK menganggap program raskin tidak efektif. Karena itu, KPK menyarankan agar program yang telah berusia 15 tahun ini didesain ulang.
Dari temuan KPK, persoalan data penerima menjadi persoalan klasik. Dalam penghimpunan data rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang diperoleh dari BPS, kurang melibatkan pemerintah daerah. Hal ini membuka potensi terjadinya ketidaksesuaian data dengan kondisi sebenarnya. Hal ini berakibat penetapan RTS-PM menjadi tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya menerima raskin, justru tidak menerima. ***
http://ekbis.rmol.co/read/2015/04/08/198406/Nggak-Semua-Dana-Raskin-Disalurkan-Pemerintah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar