Sabtu, 12 September 2015

Stok Bulog Masih Minim

Sabtu, 12 September 2015

Impor Sapi Bakalan Sebaiknya untuk Peternak Rakyat


JAKARTA, KOMPAS — Upaya Pemerintah melindungi masyarakat berpendapatan rendah dari tekanan pelemahan ekonomi nasional melalui penambahan raskin ke-13 dan 14 terkendala minimnya stok beras di Perum Bulog. Untuk itu, pengadaan beras harus dimaksimalkan.

Menurut Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso, Jumat (11/9), di Jakarta, sekarang ini stok beras Perum Bulog 1,69 juta ton hanya cukup untuk kebutuhan 6-7 bulan ke depan. Kebutuhan beras untuk rakyat miskin (raskin) bulanan 232.000 ton.

Stok beras 1,69 juta ton sudah termasuk pembelian beras Bulog secara komersial sebanyak 400.000 ton. "Sekarang September, masih kurang empat bulan sampai akhir tahun. Ditambah raskin ke-13 dan 14, stok beras di gudang Bulog akan terkuras habis akhir tahun ini. karena Bulog juga perlu beras untuk operasi pasar," katanya.

Pengalaman selama ini, dalam kondisi pasar beras yang sangat bergejolak, kebutuhan beras untuk operasi pasar dalam setahun mencapai 200.000 ton.

Melihat kondisi di atas, sepanjang Januari-April 2016 Bulog tidak akan punya stok beras. Kecuali ada tambahan pengadaan beras secara besar-besaran untuk menutup kekurangan cadangan beras di gudang Bulog.

Namun, dalam kondisi kemarau panjang seperti sekarang, sulit bagi Perum Bulog melakukan pengadaan beras secara besar-besaran. Apalagi sampai 1,4 juta ton. "Kalau dalam kondisi panen raya masih mungkin," katanya.

Ditanya, apakah dengan dukungan TNI AD target tambahan pengadaan beras Bulog masih sulit dilakukan, Sutarto justru mempertanyakan ketersediaan beras saat ini.

Menurut dia, produksi beras 2015 tidak lebih baik daripada realisasi produksi beras 2014. Berbagai indikator produksi di lapangan bisa menunjukkan hal itu, misalnya terkait sulitnya Perum Bulog melakukan pembelian, harga beras yang cenderung tinggi, dan ketatnya stok beras di pasar.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, stok beras di Bulog sekarang 1,7 juta ton. Pengadaan beras Bulog harian sampai kemarin rata-rata 15.000 ton. Dalam kondisi iklim normal, stok beras cukup.

Pemerintah pada 9 September 2015 mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi I. Terkait upaya melindungi masyarakat berpendapatan rendah, pemerintah akan melakukan stabilisasi harga pangan, percepatan pencairan dana desa, dan penambahan raskin ke-13 dan 14.

Dalam Paket I itu, pemerintah melakukan deregulasi terkait sektor pertanian. Ada tujuh kebijakan yang masuk dalam deregulasi di bawah Kementerian Pertanian.

Di tempat terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia Teguh Boediyana mengatakan, rencana pemerintah melonggarkan daging sapi impor masuk pasar tradisional akan mendistorsi pasar dan menekan harga sapi di tingkat peternak di desa-desa. Hal itu bukan solusi mengatasi tingginya harga daging sapi, tetapi justru menciptakan masalah baru.

Langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah sebanyak mungkin mendistribusikan sapi bakalan eks impor kepada sebanyak mungkin pelaku usaha penggemukan sapi. "Sekarang ini impor sapi bakalan hanya dikuasai 25 perusahaan besar, padahal nilainya mencapai Rp 15 triliun/tahun," katanya.

Seharusnya sapi bakalan eks impor yang jumlahnya mencapai 600.000-700.000 ekor didistribusikan kepada peternak dan koperasi. Dengan semakin banyak pemain, ada persaingan harga sehingga upaya untuk bermain harga bisa dihindari.

Dengan memberikan kesempatan kepada peternak atau koperasi memelihara sapi bakalan eks impor, ekonomi pedesaan akan semakin berkembang.

Jika pemerintah memaksakan melonggarkan daging sapi eks impor masuk pasar tradisional, akan berefek pada penurunan harga sapi siap potong di tingkat peternak. "Padahal, sekarang sudah berlaku harga keseimbangan baru, yakni peternak sudah membeli sapi bakalan dengan harga tinggi lalu dipaksa untuk menjual murah dengan kebijakan itu. Justru kebijakan itu akan mendistorsi peternak sapi," ujarnya.

Untuk mendukung pelonggaran masuknya daging sapi impor ke pasar tradisional dan pemasukan sapi impor dari negara yang bebas secara zona dari PMK, pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No 41/2014, khususnya untuk mengakomodasi ketentuan basis zona untuk pemasukan ternak.

Terkait impor sapi dari negara yang bebas secara zona, Teguh mengatakan, pada 2010 Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang membatalkan diperbolehkannya impor sapi dari negara yang belum bebas PMK.

"DPR lalu memaksakan diri memasukkan pasal yang sama dalam UU No 41/2014. Kenekatan DPR sekaligus menjatuhkan wibawa MK. Kami kembali akan melakukan gugatan ke MK," katanya.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Pembibitan Sapi Potong Indonesia Dayan Antoni mengatakan, jika daging eks impor masuk, daging produksi dalam negeri dikhawatirkan belum mampu bersaing. "Kalau belum, itu artinya kepentingan konsumen lebih diutamakan daripada produsen," katanya.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan, porsi terbesar paket kebijakan ekonomi ke arah kemudahan impor berpotensi menurunkan harga komoditas, tetapi langkah itu akan menekan harga di tingkat petani. (MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150912kompas/#/18/

1 komentar: