Rabu, 9 September 2015
KLATEN, KOMPAS — Meskipun menghadapi ancaman kekeringan akibat kemarau, petani di beberapa wilayah di Klaten dan Sukoharjo, Jawa Tengah, masih bisa panen padi. Hasil panen tersebut menjadi incaran para tengkulak dari sejumlah daerah.
"Banyak yang cari, mereka dari Sragen, Demak (Jawa Tengah), Jawa Barat, bahkan Banten datang langsung mencari gabah ke petani," ujar Muji (34), petani, di sela-sela panen padi di sawahnya di Desa Daleman, Kecamatan Wonosari, Klaten, Selasa (8/9).
Muji mengatakan, para tengkulak dari luar daerah berani menawarkan harga lebih tinggi dibandingkan dengan para tengkulak atau penebas padi setempat. Padi siap panen di lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi, misalnya, oleh penebas lokal hanya ditawar Rp 7 juta-Rp 8 juta, sedangkan oleh tengkulak dari luar daerah ditawar hingga Rp 10 juta. "Mereka siap angkut langsung gabah yang dipanen," ujarnya.
Muji mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) justru turun dari Rp 5.000 per kilogram menjadi Rp 4.700 per kg. Penurunan harga ini karena berat bulir beras menyusut. "Ketika panen, gabah kelihatannya bagus, tetapi setelah masuk penggilingan berat berasnya ternyata lebih rendah daripada kondisi normal," katanya.
Ngadiman (57), petani di Dukuh, Kecamatan Sukoharjo, Sukoharjo, juga mengatakan, tengkulak dari luar daerah aktif mencari padi siap panen. Mereka berani membeli gabah dengan harga di atas Rp 4.700 per kg GKP.
Secara terpisah, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Klaten Joko Siswanto mengatakan, hingga minggu IV Agustus, luas panen padi di Klaten mencapai 56.497 hektar dari total luas tanam padi 66.715 hektar. Dengan demikian, masih ada 10.218 hektar sawah yang belum dipanen. "Hingga Agustus, Bulog telah menyerap beras 24.450 ton dari target penyerapan di Klaten 29.500 ton," katanya.
Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional III Surakarta Yudi Prakasa Yudha mengatakan, penyerapan beras di wilayah eks Karesidenan Surakarta (Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri) hingga awal September mencapai 73.000 ton. Bulog Subdivre Surakarta menargetkan penyerapan beras tahun 2015 sebanyak 90.000 ton.
Di Maluku, petani di Desa Parbulu, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, diingatkan akan bahaya merkuri yang marak digunakan petambang emas. Lokasi pengolahan emas yang umumnya di sekitar permukiman penduduk dan areal pertanian dikhawatirkan mengancam keselamatan manusia jika zat berbahaya itu masuk ke rantai makan. Apalagi daerah itu merupakan sentra produksi padi.
Peringatan tersebut disampaikan Gubernur Maluku Said Assagaff dan Panglima Komando Daerah Militer XVI Pattimura Mayor Jenderal TNI Doni Munardo dalam panen raya di desa itu, Selasa. Hadir pula Bupati Buru Ramly Umasugi.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Maluku, produksi padi di Maluku pada 2014 sebanyak 101.836 ton gabah kering giling. Dari jumlah itu, sebanyak 42,33 persen berasal dari Kabupaten Buru yang berpusat di Waelata. (RWN/FRN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150909kompas/#/22/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar