Ringga Arif Wh
Mahasiswa Jurusan Sosiologi
Kondisi perekonomian Indonesia memang sedang melambat. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Penyerapan anggaran juga belum maksimal, akibatnya berbagai program kerja pemerintah maupun pemda belum sepenuhnya terlaksana.
Di tengah perlambatan ekonomi, banyak daerah yang mengalami kekeringan dikarenakan hujan sudah lama tidak turun. Akibatnya tanaman pangan banyak yang mati dan warga juga kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Pangan memang menjadi persoalan klasik yang hingga kini masih menggelayut.
Produksi pangan dalam negeri yang kurang untuk mencukupi kebutuhan menjadi alasan sejak lama untuk melakukan impor. Padahal yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah keberpihakan pada petani yang sudah berjuang untuk berproduksi, yakni dengan penguatan pertanian. Banyakkaummuda sekarangyangengganuntukmenjadi petani, ini kan ironi di tengah suburnya tanah Nusantara.
Pertanian dan pangan yang kokoh tentu akan menjadi benteng pertahanan jika terjadi krisis ekonomi. Meminimalkan impor dan berlanjut pada kemandirian pangan, cadangan devisa pun bisa digunakan untuk hal lain. Infrastruktur pertanian perlu segera dibenahi seperti irigasi, waduk, embung.
BUMN yang memproduksi pupuk dan pestisida juga harus dimaksimalkan kinerja dan daya dukungnya, apalagi sekarang ini sudah ada yang dibentuk holding company. Sinergi BUMN memang penting, karena bidang usaha BUMN beragam dan asetnya begitu besar mencapai ribuan triliun rupiah.
Pabrik pengolahan bahan pangan juga perlu dibangun dan diperbanyak di luar Jawa agar terjadi pemerataan. Untuk petani dan nelayan, yang sering terkendala modal usaha, perlu untuk dijamin oleh pemerintah agar mudah dan tidak dipersulit mengajukan kredit melalui BUMN yang bergerak di bidang tersebut.
Dari segi hukum, pemberantasan pencurian ikan harus terus menerus digencarkan karena perbuatan kapal asing tersebut jelasjelas merugikan Indonesia. Pemerintah pada bulan Juli 2015 telah mengeluarkan PP 49/2015 untuk menambah penyertaan modal negara yang bersumber dari APBN kepada Perum Bulog.
Nilai nominalnya cukup besar yakni Rp3 triliun yang dimaksudkan untuk memperkuat struktur modal perusahaan dan meningkatkan kinerja Bulog dalam rangka stabilisasi harga, pembelian gabah petani, dan penyaluran beras bersubsidi. Harga pangan di pasar yang sering kali melonjak tinggi, membuat masyarakat resah di tengah himpitan perlambatan ekonomi.
Untuk itu Bulog hadir menggelar operasi pasar. Kualitas beras yang disalurkan untuk rakyat miskin tidak boleh asalasalan, aspek kelayakan dan keamanan tidak boleh dikesampingkan. Yang tak kalah penting juga penganekaragaman pangan yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Sektor UMKM yang selama ini menjadi penopang ekonomi dan terbukti tahan banting, ditempatkan pada posisi yang terhormat dengan pemberdayaan dan akses modal yang lebih ditingkatkan.
Bukankah yang paling banyakjumlahusahanya adalahUMKM, bukanperusahaan besar? Semoga bangsa ini bisa menghadapi persoalan pangan dan ekonomi dengan bijak dan solutif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar