REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor beras dinilai sebagai keputusan terbaik guna mencegah krisis di situasi sulit. Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyebut, pasokan ideal beras Bulog hingga akhir tahun setidaknya harus mengantongi 2,6 juta ton beras.
Jumlah tersebut setelah memperhitungkan pasokan beras saat ini, kebutuhan penyaluran raskin dan situasi paceklik akibat El Nino yang diprediksi berlangsung hingga 2015 usai.
"Jika pun dipaksakan penyerapan oleh Bulog dengan harga komersial, situasi akan makin parah untuk Bulog dan untuk kesehatan pasar," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (21/9).
Seperti diketahui, stok beras Bulog saat ini hanya 1,7 juta ton. Bulog gagal melakukan penyerapan beras petani karena HPP jauh di bawah harga komersil.
Yang perlu digarisbawahi, lanjut dia, tidak selalu linear antara stok beras yang diserap Bulog dari petani dengan produksi beras yang dikabarkan berlimpah. Meskipun, idealnya produksi beras harus bagus, namun penyerapan beras tidak dijamin ikut mulus. Bahkan hambatan penyerapan telah terjadi sejak dua tahun ke belakang.
Terlebih situasinya saat ini, harga beras tinggi karena situasi panen gadu. Di mana kualitas beras baik sementara panen terbatas. Bulog pun mau tidak mau harus membeli dengan harga komersil, bukan PSO. "Harga Rp 7300 sebagaimana inpers, tapi di lapangan beras medium di atas Rp 10 ribu," katanya.
Jika Bulog terus-menerus membeli dengan harga komersial, perusahaan yang notabene dituntut harus mencari laba pun akan merugi di akhir tahun.
Direksi Bulog, lanjut dia, pastinya akan menghindari jalur komersil. Jika diteruskan, jajaran direksi bahkan aka dianggap tidak berkompeten mengurus perusahaan, bermasalah dalam audit dan perombakan direksi akan kembali terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar