Sabtu, 21 November 2015

Sulaeman Hamzah: Hadapi Kartel Pangan, Tak Mungkin Bulog Sendirian

Jumat, 20 November 2015

Jakarta – Pekan lalu (13/11), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan kepada Presiden Jokowi adanya dugaan praktik kartel beras nasional di beberapa daerah. Praktik monopoli ini terjadi seiring masuknya beras impor sebesar 1.5 juta ton yang didatangkan oleh pemerintah dari Vietnam. Menindaklanjuti laporan tersebut, pemerintah beritikad membatasi ruang gerak kartel agar harga beras di pasaran tetap terkontrol.

Anggota Komisi IV DPR, Sulaeman Hamzah menyambut positif langkah pemerintah itu. Menurut Sulaeman, praktik kartel pangan ini sudah ada sejak pemerintahan SBY, dan saat ini pemerintahan Jokowi harus berjibaku menekan keberadaan mereka.

“Sebetulnya ini luka lama sejak pemerintahan sebelumnya yang tidak terpantau, kemudian sekarang muncul kembali,” katanya saat ditemui di ruang kerja, Gedung Nusantara I, Komplek Senayan, Selasa (18/11).

Legislator dari Papua ini mengatakan, persoalan kartel beras ini tak lepas dari keberadaan beberapa perusahaan swasta tertentu yang mendominasi kegiatan ekspor impor nasional.  Persoalan yang harus dihadapi pemerintah saat ini, menurut Sulaeman tak hanya menghadapi gerakan kartel tersebut, tapi juga pengelolaan beras impor yang telah didatangkan. Dalam hemat Sulaeman, impor beras ini menghadirkan dilemma bagi para petani, dan di sisi lain saling berjejalin dengan manuver para operator kartel beras.

“Sebelum datangnya beras impor ini, petani memperkirakan hasil panen akhir tahun ini bisa menjadi modal saat memasuki masa tanam kembali. Tetapi dengannya masuknya beras ini, menyulitkan mereka untuk memasarkan gabahnya karena harus bersaing dengan beras impor yang masuk,” tutur legislator Fraksi NasDem ini.

Menurut Sulaeman, meski pemerintah menegaskan bahwa beras impor hanya didatangkan sebagai stok cadangan pangan, dalam praktiknya akan sulit mencegah peredaranya. Berdasar pengalaman terdahulu, setiap ada arus masuk beras impor, sulit untuk mengerem agak tidak tersebar ke pasar.

Untuk itu, Sulaeman menyarankan agar upaya pemerintah menghadapi kartel pangan dilakukan secara menyeluruh, karena hal itu tak cukup dilakukan oleh satu institusi saja. Dia menghimbau seluruh stakeholder terkait bekerjasama menghadang kartel pangan, terutama institusi yang terkait dengan perizinan.

“Untuk memberantas kartel, tidak mungkin hanya Bulog yang menghadapinya, kewalahan juga. Maka harus dilakukan penertiban yang melibatkan seluruh komponen. Izin usaha harus tertib. Bagi Perusahaan yang melanggar ketentuan dan kebijakan, ya harus diberikan sanksi yang tegas dari pihak penegak hukum, atau dicabut izin usahanya oleh kementerian perdagangan,” tegasnya.

Jika langkah itu tak dilakukan, Sulaeman khawatir persoalan kartel dari waktu ke waktu akan selalu berulang, baik dalam bentuk permainan harga pasar mau pun penyelundupan bahan pangan impor. Selain itu, anggota komisi pertanian ini sekali lagi mengingatkan pentingnya sinergitas koordinasi dan komunikasi antar kementerian. Untuk kesekian kali, Sulaeman mengutip kebijakan beras impor dari Vietnam, yang menurutnya merupakan efek dari lemahnya komunikasi antar kementerian.

“Menteri Pertanian bilang stok aman, Menteri Perdagangan memilih mengimpor beras untuk cadangan stok nasional. Seharusnya hal-hal semacam itu tidak terjadi. Jangan sampai keputusan yang diambil justru merugikan petani dan masyarakat banyak,” sesalnya.

Meski pun begitu, berbagai tantangan di sektor pangan ini tak menyusutkan optimism Sulaeman terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Dia masih yakin, pemerintah bersama pengawalan DPR akan mampu memangkas pergerakan kartel pangan yang kerap menumpangi dinamika pasar dan kebijakan.

“Saya berkeyakinan pemerintah saat ini bisa, sangat bisa, kalau komunikasi seluruh komponen terbangun,” pungkasnya.

http://fraksinasdem.org/2015/11/20/sulaeman-hamzah-hadapi-kartel-pangan-tak-mungkin-bulog-sendirian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar