Jumat, 27 Februari 2015

Harga Beras Melambung, DPR akan Bentuk Pansus

Jumat, 27 Februari 2015

JAKARTA, (PRLM).- Melambungnya harga beras yang drastis sampai 30 persen sekarang ini seharusnya menjadi warning (peringatan) bagi pemerintah dalam menjaga kedaulatan pangan.

Kenaikan yang 30 persen itu sudah pada tingkat membahayakan bagi suatu negara dan ancamannya lebih berbahaya kepada rakyat.

Apalagi kasus beras ini hampir terjadi setiap tahun. Terus berulang-ulang dan sistemik. Kenaikan harga terjadi sebulan menjelang panen.

Oleh karena itu, DPR akan segera membentuk Pansus beras dan pupuk terkait dugaan adanya kartel atau mafia beras dan pupuk, yang menyulitkan petani selama ini.

Mengantisipasi kenaikan harga, tidak perlu impor, karena Indonesia tidak kekurangan stok.

“Saya melihat ada tangan-tangan yang tidak terlihat untuk pengkondisian untuk melakukan impor, setiap menjelang panen raya pada Maret dan April mendatang. Untuk itu, agar harga gabah dan beras tidak jatuh di musim panan raya itu, maka pemerintah harus tolak impor beras,” tegas Ketua Kelompok Komisi IV (Kapoksi) FPKB DPR RI Daniel Djohan dalam dialektika demokrasi ‘Melambungnya harga beras, siapa yang bermain?” bersama anggota Komisi VI DPR RI dari Golkar Muhammad Sarmuji dan pemerhati pertanian Jan Prince Permata di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (26/2/2015).

Menurut Daniel, yang harus dilakukan oleh Bulog adalah menindak oknum pemerintah dan swasta juga operasi pasar untuk mengetahui jumlah stok beras.

Operasi pasar itu tidak dilakukan main-main, yang hanya mengandalkan pengusaha besar. Sebab, pengusaha besar itu sebagian merupakan bagian dari kartel, yang mengendalikan harga.

“Bulog harus andalkan Kopas (koperasi pasar) dan kios-kios kecil di pasar, karena tak mungkin akan menimbun beras,” ujarnya.

Persoalan yang terjadi selama ini, lanjut Daniel, pedagang kecil itu kalau minta ke depot logistik (Dolog) berasnya malah ditahan dibilng tak ada, sehingga mereka kembali ke pasar induk yang harganya sudah dikendalikan oleh pengusaha besar.

Oleh karena itu Dolog harus mendistribusikan stok beras itu ke pedagang kecil dan harganya harus dikendalikan oleh Bulog.

“Kalau harga sudah ditetapkan, pengawasnya kepala pasar yang sehari-hari bertugas di pasar mengawasi, dan yang melanggar harus mendapat sanksi, maka harga dan distribusi beras aman,” tambahnya.

Thailand kata Daniel, sudah menawarkan beras per Kg Rp 4.000,- tapi itu beras afkiran, sisa tahun lalu. Oleh karena itu kata Daniel, kalau ada oknum Bulog yang melakukan penyimpangan, maka Dirut Bulog yang baru Lenny Sugihat, bisa membereskan berbagai penyimpangan itu. Bulog mendapat PMN Rp 3 triliun, sedangkan pupuk mendapat subisidi Rp 32 triliun.

“Jadi, seharusnya Bulog langsung bertanggungjawab kepada Presiden RI, yang bisa menyubsidi petani dari hulu untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Harga beras pun tidak bisa diserahkan ke pasar, karena pangan sebagai kebutuhan dasar yang harus dikendalikan oleh negara,” jelas Daniel.

Sarmuji mengakui jika melambungnya harga beras saat ini tidak masuk akal, karena stok di Bulog menumpuk. Di Surabaya Selatan untuk wilayah Mojokerto, Jombang, dan sekitarnya misalnya, stok beras di Bulog itu bahkan cukup untuk 18 bulan. Tapi, kenapa harga beras terus naik? Padahal, Jatim sebagai daerah penyumbang 20 persen kebutuhan beras nasional. Itu berarti ada pihak-pihak yang memainkan harga.

“Ya, pedagang besar, pemain besar. Tapi, soal siapa? Intelejen tahu itu,” jelas politisi Golkar itu.

Kenapa bisa dimainkan, karena menurut Sarmuji, fungsi Bulog tidak jalan. Apalagi menjelang panen raya ini seharusnya stok beras itu dikeluarkan akhir Desember 2014 lalu.

“Bukannya akhir Februari 2015 ini, sehingga saat panen raya pada Maret nanti Bulog bisa membeli gabah atau beras dari petani, sekaligus bisa melakukan stabilisasi harga. Hanya saja Bulog tak bisa melakukan operasi pasar kecuali diminta oleh Menteri Perdagangan RI,” tuturnya.

Mestinya kata Sarmuji ketika harga beras itu naik sampai 10 persen, maka pemerintah langsung melakukan operasi pasar, namun karena fungsi Bulog tidak berjalan, maka harga beras terus melambung. Padahal, Bulog bisa membuat outlet di pasar-pasar yang sudah memiliki jalur distribusi.

“Jadi, kita memang harus membenahi Bulog. Untuk itu, kita mendukung Pansus beras maupun pupuk yang akan dilakukan lintas komisi DPR RI nanti,” pungkasnya.

Sementara itu Prince Permata menegaskan, jika yang sulit itu kejujuran, di mana harga itu indikator yang paling tepat untuk mengukur kejujuran tersebut adalah harga. Anehnya Presiden Jokowi yang katanya rajin blusukan, ternyata kebobolan harga beras.

“Jadi, kalau dengan 8 juta ton beras nasional akan aman, tapi buktinya pemerintah kecolongan. Saya khawatir ini bukan soal Bulog, kartel atau mafia beras, melainkan soal kapasitas pemerintah. Mengapa? Buktinya, sewaktu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden, hal itu bisa diatasi. Maka, ini berarti problem ketidakmampuan negara dalam mengantisipasi harga terkait kedaulatan pangan sebagaimana dijanjikan Jokowi sebagai Nawacita dan Trisakti Bung Karno,” ungkapnya.

Pada prinsipnya kata Permata, pemerintah itu harus seperti pedagang, dia harus hadir di sawah maupun di pasar agar mengetahui betul kondisi perberasan yang sesungguhnya. Baik mengenai terkait stok, menjelang panen raya, harga dan sebagainya. (Sjafri Ali/A-88)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/317830

Tidak ada komentar:

Posting Komentar