Kamis, 25 September 2014

APTRI Desak Bulog Serap Gula Petani

Kamis, 25 September 2014

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) berharap pemerintah pusat membeli gula petani sesuai dengan HPP karena saat ini stoknya cukup melimpah.

"Apalagi Perum Bulog juga melakukan pengadaan gula sebagai stok cadangan atau 'buffer stock'," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTRI M. Nur Khabsyin di Kudus, Kamis (25/9).

Hingga saat ini, kata dia, kuota stok cadangan gula yang dimiliki Perum Bulog baru terealisasi 43.000 ton dari rencana sebanyak 350.000 ton.

Dari realisasi sebanyak 43.000 ton gula, kata dia, sebanyak 22.000 ton di antaranya merupakan gula impor dan selebihnya gula lokal.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah melalui Perum Bulog membeli gula petani sesuai dengan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp8.500/kg.

Gula hasil produksi secara nasional yang terserap di pasar, katanya, baru 10 persen sehingga di masing-masing pabrik gula saat ini masih tersedia stok gula yang melimpah.

Bahkan, kata dia, ada pabrik gula yang terpaksa menyimpan gula hasil produksinya di halaman parkir maupun tempat yang lapang karena gudang penyimpan gula selama ini sudah penuh.

"Jika kondisi saat ini tidak ada perbaikan maka banyak pabrik gula yang akan berhenti produksi," ujarnya.

Menurut dia, tidak maksimalnya penyerapan gula dari pabrik gula di Tanah Air, salah satunya karena surplus gula di pasar mencapai 2,8 juta ton sehingga gula petani tidak laku di pasaran karena sudah kelebihan stok.

Melimpahnya stok gula di pasaran, kata dia, karena gula impor pada 2012 dan 2013 masih tersisa cukup banyak sehingga gula dari pabrik tidak bisa terserap di pasar secara maksimal.

Akibatnya, kata dia, harga lelang gula petani juga rendah karena saat ini berkisar Rp8.000 hingga Rp8.100/kg.

Harga lelang gula tersebut, kata dia, jauh dari HPP gula yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp8.500/kg.

Sebetulnya, kata Khabsyin, HPP tersebut juga menyebabkan petani rugi karena biaya produksinya mencapai Rp8.791 per kilogram.

Kondisi tersebut, kata dia, semakin diperparah dengan rendahnya rendemen gula rata-rata secara nasional pada tahun ini hanya 6,5 persen atau turun dibanding dengan tahun sebelumnya mencapai 7,5 persen.

Produktivitas tanaman tebu tahun ini, kata dia, juga mengalami penurunan antara 25-30 persen karena faktor iklim yang panas sehingga kandungan niranya juga menurun.

Akibatnya, kata dia, kerugian yang ditanggung petani semakin besar karena per hektare lahan tanaman tebu rata-rata bisa mencapai Rp15 juta.

Biaya produksi tanaman tebu per hektare, kata dia, antara Rp30 juta hingga Rp35 juta, sedangkan tanaman tebunya hanya laku Rp15 jutaan untuk setiap haktare.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/14/09/25/ncftlb-aptri-desak-bulog-serap-gula-petani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar