Senin, 27 Oktober 2014
MUSIM kemarau dan kekeringan menghalangi upaya Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu mencapai prognosis 2014 sebanyak 80 ribu ton beras. Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu, Fansuri Perbatasari, mengatakan pengadaan beras Bulog selama Januari hingga saat ini baru mencapai sekitar 43 ribu ton.Volume itu masih jauh dari prognosis yang ditetapkan sebanyak 80 ribu ton.
Penyerapan beras itu sangat kurang karena terhalang oleh kemarau dan kekeringan.Kondisi itu menyebabkan produksi beras turun.
Fansuri menyebut volume pasokan beras pada Agustus masih berkisar 200 ton-300 ton per hari. Namun, saat ini volume beras masuk ke gudang Bulog hanya berkisar 15 ton-30 ton per hari. "Beberapa kali malah nihil," kata Fansori, kemarin. Kondisi tersebut, kata dia, memicu kenaikan harga beras hingga lebih dari Rp7.000 per kg. Bulog sulit membeli beras karena harga pembelian pemerintah (HPP) hanya Rp6.600 per kg.
Meski demikian, kata dia, hingga saat ini masih tersisa cadangan beras di gudang Bu log sekitar 26 ribu ton. Volume itu cukup untuk memenuhi kebutuhan penyaluran beras bagi keluarga miskin hingga enam bulan. Dari Brebes, kekeringan mengakibatkan harga beras melambung. Seperti yang terjadi di Pasar Beras Tikungan di Jalan Pangeran Diponegoro, Brebes, harga beras ada di kisaran Rp8.300 hingga Rp8.500 per kg, padahal sebelumnya di bawah Rp8.000 per kg. Neti, 47, yang membeli beras untuk dijual lagi, menyatakan harga itu relatif lebih murah ketimbang di pasar lain.
"Saya menjualnya lagi secara eceran Rp9.000 hingga Rp9.500, tergantung jenis dan kualitas berasnya," terang Neti.Krisis air Di bagian lain, krisis air bersih masih mendera ratusan warga di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, dan Desa Plangkapan, Kecamatan Tambak, Banyumas, Jawa Tengah. Agar lepas dari krisis itu, warga menampung air hujan. Air hasil tampungan dari hujan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih karena meski telah mulai hujan, mata air belum mengeluarkan air dan sumur masih asin.
Kepala Desa Nusadadi Nga limin mengungkapkan wilayah setempat memang menjadi daerah langganan kekeringan. "Tahun ini, kekeringan sekitar tiga bulan lebih. Mata air mengering dan air sumur berasa asin seperti tercampur air laut." Kemarau panjang yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Timur meresahkan warga. Sebagian petani di pantura sudah mengolah lahan untuk persiapan musim tanam. Namun, hingga kini hujan tidak segera turun.
Di tempat lain, kemarau panjang juga memaksa warga memperdalam sumur untuk mendapatkan sumber air bagi keperluan sehari-hari. Sebulan terakhir debit air dari sumur tradisional menyusut drastis. "Kita terpaksa perdalam sumur," kata Jiono, warga Trucuk, Bojonegoro. Penerima bantuan air bersih akibat kekeringan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, bertambah dari sebelumnya 10 desa menjadi 12 desa.
Sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Malang, Aprillijanto, kemarin, mengatakan warga yang mengajukan permintaan bantuan air bersih barubaru ini ialah Desa Kemiri, Kecamatan Jabung, dan Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung. Di Nusa Tenggara Timur diperkirakan, sebagian wilayah masih kemarau hingga awal November. Curah hujan normal akan terjadi pada awal Desember.
http://www.mediaindonesia.com/hottopic/read/5350/Serapan-Beras-Meleset/2014/10/27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar