Sabtu, 11 Oktober 2014
"Selama ini harus kita akui kebijakan pangan tidak pro kepada rakyat,khususnya kepada 3O juta petani.Kebijakan pangan harus pro rakyat dan pro kepada petani.Kalau keadaan begini terus dan dibiarkan, tinggal tunggu waktu kapan 'meledaknya," tegas Kamadjaya, President Director Pabrik Gula (PG) Blora Gendhis Madhura Mukti dalam bincang-bincang dengan wartawan BeritaRayaOnline di Blora, Sabtu (11/1O/2O14).
Dikatakannya lagi ke depannya sebaiknya dalam Kabinet Jokowi-JK kebijakan pangan tidak lagi dipegang atau dilakukan oleh Kementerian Perdagangan.
"Sejak IMF masuk tahun 1999 seluruh kebijakan pangan dipegang oleh Kementerian Perdagangan.Sebaiknya dalam pemerintahan baru nanti pangan dipegang lagi, misalnya semacam lembaga atau institusi seperti Bulog dan harus sensitif langsung berinteraksi dengan produksi, apapun nama lembaganya," kilahnya.
Oleh karena itu,Kamadjaya berpesan, tidak boleh import apapun oleh Kementerian Perdagangan.
"Impor pangan hanya boleh dilakukan oleh produsen yang bisa membantu produksi lokal seperti nelayan, petani, dan peternak gurem.Selain itu selama musim panen produk bersangkutan tidak boleh import,"pesannya yang pagi itu Kamadjaya sedang menunggu kedatangan rombongan Menteri Pertanian Suswono untuk meresmikan Pabrik Gula (PG) Blora di Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Investasi Rp 1,8 Triliun
Kamadjaya, President Director Pabrik Gula (PG) Blora Gendhis Madhura Mukti (GMM) mengatakan lagi bila rendemen bisa naik 6 persen menjadi 12 persen, maka produksi gula bisa menjadi 5 juta ton."Bangun pabrik gula di Jawa bisa efisiensi seperti zaman dulu Rendemen bisa minimum 8 persen, harga tebuRp 50 ribu per kuintal. Di lain tempat Rp 39 ribu sampai Rp 40 ribu per kuintal. Bila satu hektar sama dengan 700 kuintal maka 700XRp 70 ribu sama dengan Rp 7 juta yang diperoleh petani, sedangkan ongkos angkutke Madiun, misalnya, Rp 1,2 juta/truk," jelasnya seraya menambahkan untuk investasi PG.Blora GMM mencapai sebesar Rp 1,8 triliun.
Ditambahkannya, di Kabupaten Blora (dengan luas 210 ribu hektar) ada 4000 Ha lahan . Pada 2010 (ketika ia masuk ke Blora) terdapat 100 hektar.""Dengan 40 ribu hektar lahan kritis dan marjinal yang cocok untuk tebu, maka tidak ada alasan Kabupaten Blora akan jadi sentra tebu secara nasional,"ucapnya.(lasman simanjuntak)
http://www.beritarayaonline.com/2014/10/kamadjaya-ke-depan-kebijakan-pangan.html#.VDsyJbCsXyQ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar