JAKARTA, KOMPAS — Musim tanam serentak padi di musim hujan 2015 mundur. Dampaknya, panen raya padi 2016 juga akan mundur. Meski panen raya tidak berlangsung saat puncak musim hujan 2016, penanganan pascapanen pengeringan padi harus lebih baik agar panen raya nanti memberikan tambahan pendapatan bagi petani.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso, Rabu (9/12), di Jakarta. Sutarto juga berpengalaman menjadi Direktur Utama Perum Bulog dan Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pada saat menjadi Dirjen Tanaman Pangan Kementan, peningkatan produksi padi Indonesia tertinggi dalam sejarah. Begitu pula saat menjadi Dirut Bulog, Bulog mencapai pengadaan beras tertinggi sepanjang sejarah.
Berbekal pengalamannya itu, Sutarto mengatakan, dalam kondisi iklim ideal, musim tanam padi serentak dimulai Oktober-November. Pada 2015 ini, tanam serentak padi baru dimulai minggu kedua Desember.
Karena musim tanam padi serentak mundur 1-1,5 bulan, panen raya padi 2016 juga akan bergeser dari yang seharusnya Januari-Februari 2016 menjadi Maret-April 2016.
Karena mengalami pergeseran, risiko kesulitan penanganan pascapanen seperti pengeringan padi tidak sesulit saat kondisi iklim normal. "Bayangkan apabila panen raya berlangsung Januari-Februari 2016 saat hujan berlangsung setiap hari," katanya.
Dalam konteks ini, revitalisasi penggilingan padi sangat diperlukan. Revitalisasi bukan semata mengganti mesin penggilingan lebih modern, tetapi melengkapinya dengan lantai jemur. Sebab, ini akan sangat efektif menjaga kualitas gabah dan beras.
Dengan menjaga kualitas gabah dan beras tetap bagus, harga jual gabah dan beras bisa tinggi sehingga memberikan pendapatan yang lebih bagi petani.
Di luar masalah lantai jemur dan alat pengeringan padi, pemerintah juga harus mempersiapkan instrumen pengendalian harga gabah/beras yang lebih baik agar harga tidak jatuh.
Berkaca dari pengalaman pengadaan beras 2015, Perum Bulog sudah harus mengatur strategi dari sekarang. Misalnya terkait dengan perkiraan harga gabah/beras pada panen 2016, apakah masih akan terjangkau dengan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras yang ada sekarang.
Hal yang juga harus diingat semakin banyak pemain besar dalam bisnis penggilingan padi dan perdagangan beras, yang berpotensi "mempermainkan" gabah/beras saat panen raya sehingga Bulog tidak akan bisa melakukan pembelian.
"Kalau tidak lagi terjangkau, solusinya apa? Harus sudah dipersiapkan sekarang," katanya. Termasuk dalam strategi pengadaan apakah akan memanfaatkan mitra kerja penggilingan besar saja atau penggilingan menengah dan kecil dengan membangun "jaringan semut".
Apabila memungkinkan, Bulog bisa mulai melakukan pengadaan gabah/beras Februari 2016. Pada April-Mei 2016 Bulog bisa membeli beras 40.000 ton per hari. Dengan demikian, dalam rentang Februari-Mei 2016, total pengadaan beras Bulog harus sudah di atas 2 juta ton setara beras agar stabilisasi harga bisa dilakukan. "Itu hanya bisa dilakukan kalau semua dipersiapkan dengan baik. Jangan sampai saat panen raya harga gabah/beras sangat rendah, tetapi ketika panen raya sudah selesai Bulog tidak dapat beras," ujar Sutarto.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan luas areal tanam padi pada musim tanam Oktober 2015- Maret 2016 seluas 9 juta hektar. Dengan rata-rata produktivitas tanaman padi 5,2 ton per hektar, artinya pada periode tanam tersebut akan panen 50 juta ton gabah kering giling.
Mentan optimistis target luas tanam akan tercapai karena iklim lebih baik dan cenderung normal. Perbaikan jaringan irigasi tersier 90 persen dari program, bantuan alat dan mesin pertanian 80.000 unit atau naik 20 kali lipat dari tahun sebelumnya.
http://print.kompas.com/baca/2015/12/09/Waspadai-Musim-Hujan-dan-Kendala-Panen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar