Selasa, 22 Desember 2015

Kementan Tuding Bulog Kurang Gesit

Selasa, 22 Desember 2015

JAKARTA (SK) – Be­berapa harga bahan kebutuhan pokok merangkak naik mulai dari bawang, cabai hingga daging menjelang hari Natal dan Tahun Baru 2016. Kementerian Pertanian menuding kenaikan harga itu terjadi akibat Bulog kalah bersaing dengan tengkulak.

Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono menegaskan, kenaikan harga barang kebutuhan pokok sepekan terakhir bukan semata-mata dipengaruhi oleh gangguan pada sisi suplai atau ketersediaan pasokan.

”Dari sisi produksi nggak ada masalah. Saya tanya ke pedagang di pasar induk, kenapa harga naik? Mereka jawab karena suplai terganggu akibat musim hujan,” katanya dalam paparannya kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (21/12).

Menurut dia, jawaban pedagang tersebut dinilai hanya dibuat-buat. ”Saya sudah keliling ke semua sentra produksi bawang, cabai, semua aman. Saya bilang ke pedagang bahwa produksi aman, tapi mereka bilang musim hujan bikin barang sulit diangkut,” ujarnya.

Masalah angkutan, menurut Spudnik, bisa disiasati dengan ditutup terpal atau yang lainnya. ”Hanya soal teknis. Eh, tapi begitu tersudut, mereka bilang, bolehlah Pak, sekali-sekali pedagang dan petani merasakan kenaikan harga. Ini bukti kalau sebenarnya mereka memang mencari momentum untuk menaikkan harga,” katanya.

Spudnik menilai harga yang terbentuk di tingkat pedagang lebih merupakan kewenangan kementerian dan lembaga lain, seperti Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan untuk mengendalikannya. ”Jadi, bukan dari sisi produksi, melainkan lebih kepada situasional, yaitu menjelang Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.

Meski demikian, menurut dia, kenaikan harga yang terjadi sekarang ini masih dalam batas wajar. Spudnik menilai Bulog kalah bersaing dengan pihak swasta dalam menyerap produksi bahan pangan dari petani.

”Para tengkulak berani nebas (beli) sebelum panen. Sementara Bulog kurang gesit,” katanya.

Berdasarkan data pasar di Kementerian Perdagang­an, rata-rata harga bawang merah secara nasional membubung tinggi dari sekitar Rp20.000 per kilogram (kg) pada awal bulan, kini naik menjadi Rp 32.000 per kg. Demikian pula harga cabai merah kriting, mengalami kenaikan dari rata-rata Rp20.000 per kg menjadi Rp38.000 per kg.

Dari sisi produksi, sentra utama bawang merah Jawa Barat menghasilkan 3.321 ton selama Desember, sementara produksi Januari akan meningkat menjadi 57.871 ton seiring dengan panen raya. Sentra Jawa Tengah menghasilkan 46.994 ton bawang merah sepanjang Desember dan diperkirakan melonjak jadi 66.033 ton pada Januari 2016.

Spudnik kembali menyebutkan, dari sisi produksi tidak ada masalah. Kenaikan harga terjadi karena kebutuhan menjelang Natal dan Tahun Baru yang meningkat.

Selain itu, kenaikan harga produk hortikultura juga bisa disebabkan di satu rantai tata niaga saja seperti adanya pemrosesan di sejumlah pasar. Kalau sebelumnya harga bawang sekitar Rp11.000 – Rp15.000 per kg di tingkat petani, maka setelah diproses seperti pengeringan, harganya melonjak menjadi sekitar Rp30.000 per kg-Rp32.000 per kg.

Ia mengatakan, saat ini harga bawang merah di tingkat petani sekitar Rp19.000 per kg, tapi di pasar harganya bisa mencapai sekitar Rp26.000/kg.

Sebagai ujung tombak produksi pangan, Spudnik mengaku menerapkan manajemen suplai, yakni dengan mencocokkan lama tanam dengan tingkat kebutuhan.

”Misalnya, untuk kebutuhan bulan Maret 2016, berarti harus tanam bulan Desember 2015. Kebutuhan bulan Februari 2016 harus tanam bulan November 2015 dan seterusnya,” ujar dia.

Dengan cara ini, diharapkan kebutuhan bawang setiap bulannya bisa terpenuhi sesuai keperluan. Dengan pasokan yang pas, lonjakan harga pun tidak akan terjadi. Ia mengatakan, penanaman bawang maupun cabai tidak bisa dilakukan serentak satu kali untuk kebutuhan tiga bulan.

”Karena, kalau ditanam serentak, akan terjadi kelebihan pasokan ketika panen. Harganya pasti anjlok. Sementara bulan berikutnya karena nggak ada yang tanam, pasokan nggak ada, harga jadinya melonjak. Ini yang kita hindari. Kalau ada manajemen suplai, naik turun harga tidak akan drastis seperti sekarang,” papar dia.

Disadarinya, penerapan manajemen suplai bukan hal yang mudah dilakukan. Butuh kerja sama berbagai pihak, terutama aparat di daerah, dari mulai pemerintah daerah hingga Dinas Pertanian.

”Kalau pusat sendiri yang menjalankan, nggak akan bisa. Jadi, perlu bantuan sosialisasi terutama oleh mereka yang di daerah. Karena mereka, kan, yang bersentuhan langsung dengan para petani,” katanya. (adi)

http://www.suarakarya.id/2015/12/22/kementan-tuding-bulog-kurang-gesit.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar