Kamis, 6 November 2014
Metrotvnews.com, Jakarta: Rencana penghapusan program beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang diwacanakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno mendapat penolakan dari sejumlah pengamat pangan. Rencana itu diyakini dapat meresahkan masyarakat ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi seperti saat ini.
Ketua Tim Independen Kajian Pangan Universitas Andalas Jhon Farlis mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Universitas Andalas, masyarakat lebih resah dengan wacana penghapusan program Raskin, ketimbang penghapusan subsidi BBM.
"Hasil kajian kami, dalam survei yang dilakukan pekan ini, masyarakat lebih suka kebutuhan pangannya terjamin ketimbang jaminan BBM. Kalau Raskin dihapus, masyarakat bisa chaos," tukas Jhon melalui siaran persnya, Kamis (6/11/2014).
Jhon mengingatkan, sejarah mencatat hancurnya negara-negara sosialis seperti Uni Sovyet, berawal dari kesalahan dalam kebijakan pangan. Menurutnya, kalau senjata minim, negara hanya perlu berdiplomasi dengan musuh di luar. Tapi kalau pangan yang krisis, negara berhadapan dengan rakyatnya. Jhon mengaku heran dengan rencana menteri BUMN menghapus Raskin.
Sebab, menurutnya, selain tidak berwenang menggulirkan kebijakan Raskin, sang menteri tidak memahami bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan azasi yang wajib dilindungi oleh negara. Begitu pula subsidi pangan dibatasi hanya bagi masyarakat dengan persyaratan ketat. Sementara BBM sebagai kebutuhan sekunder disubsidi penuh untuk seluruh masyarakat.
"Selama ini pemerintah begitu ketat dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat, tetapi terlalu longgar dan royal dalam mensubsidi BBM. Orang ingin memperoleh Raskin harus dengan syarat tertentu. Tapi BBM bersubsidi, orang kaya pun boleh menikmatinya. Padahal secara nominal, subsidi pangan ini terbilang kecil dibanding subsidi BBM," cetusnya.
Menurut Jhon, subsidi pangan, khususnya Raskin, saat ini perlu diperluas jangkauannya. Bukan malah dikurangi, apalagi dihapuskan. Dalam APBN 2015, besaran subsidi pangan untuk Raskin dianggarkan Rp18,9 triliun, sementara subsidi BBM mencapai Rp291 triliun.
"Padahal, seandainya 240 juta masyarakat Indonesia digratiskan berasnya, APBN hanya mengeluarkan sebesar Rp216 triliun per tahun. Rakyat senang walaupun BBM naik, tapi beras aman. Jadi seharusnya Raskin ini diganti dengan Rasmas, Beras untuk seluruh masyarakat. Sehingga yang menikmati beras murah tidak terbatas pada masyarakat miskin saja," usulnya.
Rencana menggantikan pola pembagian Raskin dengan e-money, menurut Jhon, juga sangatlah riskan dan butuh biaya yang lebih mahal. Belum lagi efek e-money yang membuat masyarakat konsumtif tanpa arah.
"Tak ada jaminan masyarakat menggunakan e-money itu untuk membeli beras. Dengan Raskin ini dua sekaligus yang diatasi, pertama kerawanan pangan, kedua kerawanan ekonomi. Kalau e-money terkesan demokratis, masyarakat bisa membeli apapun. Tapi masalah kerawanan pangan tidak teratasi. Saat ini 95% masyarakat Indonesia mengonsumsi beras. Kalau beras tidak disubsidi, harga di pasar bisa kacau," ujarnya.
Sementara, pakar pertanian Univesitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS) Tuhana mengungkapkan, rencana menghapus Raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan UU Pangan. "Dari sisi regulasi, negara wajib memberi perlindungan sosial kepada masyarakat miskin, terutama soal pangan. Dalam hal implementasi, kebijakan mengganti Raskin dengan e-money bisa menimbulkan banyak masalah baru," pungkasnya.
WID
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/11/06/315075/rencana-penghapusan-program-raskin-mendapat-tentangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar