Pemilihan Prasetyo dari Partai Nasdem Banyak Menuai Kritik
JAKARTA, KOMPAS — Setelah satu bulan tertunda, Presiden Joko Widodo akhirnya memilih HM Prasetyo, anggota DPR dari Partai Nasdem, sebagai Jaksa Agung. Pilihan ini akan menjadi taruhan bagi Joko Widodo karena banyak menuai kritik tajam.
Kendati Prasetyo pernah lama berkarier di kejaksaan, terakhir menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tahun 2005-2006, banyak kalangan meragukan kemampuannya melakukan perbaikan berarti di internal kejaksaan dan independensinya dalam penegakan hukum.
Pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11) siang, juga tertunda lebih dari 1,5 jam karena menunggu Jokowi selesai berdiskusi dengan sejumlah relawan yang mendukungnya dalam pemilihan presiden lalu.
Pelantikan hanya dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, sebagian menteri Kabinet Kerja, dan sejumlah pejabat di Kejaksaan Agung.
Gerus dukungan
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra menilai keputusan tersebut melawan aspirasi sebagian besar pendukung Jokowi yang mengharapkan Jaksa Agung independen. Apabila di kemudian hari penunjukan ini berujung masalah, hal tersebut juga akan menggerus dukungan publik kepada Jokowi.
”Ketika Jokowi memisahkan pemilihan Jaksa Agung dengan menteri, orang kemarin berpikir bahwa hal itu bagus karena Jokowi ingin agar pemilihan Jaksa Agung tak tergerus politik. Namun, ternyata sama saja,” ujar Saldi.
Dia menyarankan agar Jokowi memberikan target yang jelas kepada Prasetyo untuk membuktikan kinerja sekaligus menunjukkan bahwa kekhawatiran publik selama ini keliru.
Pemilihan Prasetyo juga menuai kritik dari internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai Jokowi bernaung. Ketua DPP PDI-P Trimedya Panjaitan merasa terpilihnya Prasetyo di luar ekspektasi publik.
”Kami menghormati hak prerogatif Presiden dalam memilih Jaksa Agung. Namun, terpilihnya Prasetyo sepertinya tidak akan menjanjikan penegakan hukum yang lebih baik. Ini mirip seperti era presiden sebelumnya yang memilih mantan jaksa, yang pada akhirnya membuat kejaksaan berjalan stagnan, tidak mundur, tetapi juga tidak ada kemajuan berarti,” kata Trimedya.
Keraguan terhadap sosok Prasetyo itu, menurut dia, juga didasari ketiadaan prestasi yang menonjol yang ditunjukkan Prasetyo saat menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Seharusnya jika Presiden Jokowi mencari sosok yang memahami anatomi kejaksaan, lebih tepat jika dipilih dari jaksa aktif yang relatif masih muda dan memiliki mobilitas tinggi.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman di Jakarta menilai penunjukan Jaksa Agung dari partai politik sangat rentan intervensi kekuasaan.
”Meski Jaksa Agung dari partai politik, kami minta Jaksa Agung tetap independen dalam menjalankan tugas dan menjauhi praktik menjadikan hukum sebagai alat politik kekuasaan,” kata Benny.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola, pun sangat kecewa.
”Ini berita buruk untuk kepastian hukum. Jaksa Agung itu haram memiliki relasi apa pun dengan politik dan bisnis,” katanya.
Direktur Eksekutif Indonesian Legal Resource Center Uli Parulian Sihombing juga meragukan independensi Jaksa Agung baru dari Partai Nasdem ini.
”Dia harus buktikan dengan segera menangani dan membawa kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat seperti Tanjung Priok, Munir, dan kasus korupsi,” ujarnya.
Beri waktu
Saat ditanya tentang keraguan sejumlah kalangan akan kemampuan dan independensinya itu, Prasetyo meminta diberi waktu.
”Nanti dilihat saja, seperti apa. Saya tidak bisa memberikannya sekarang. Namun, saya katakan tadi, begitu bangsa memanggil kita, segala kepentingan lain, pribadi, golongan, dan yang lainnya, kita tinggalkan,” ujarnya.
Prasetyo mengaku baru dihubungi Presiden untuk diangkat menjadi Jaksa Agung pada Kamis pagi itu juga.
Pada Kamis siang, ia juga baru menerima surat yang ditandatangani Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella tentang pemberhentiannya dari keanggotaan Partai Nasdem dan sebagai anggota DPR dari Partai Nasdem.
Saat ditanya tentang prioritas tugas yang diamanahkan Presiden Jokowi, dia hanya menyebutkan diminta bekerja sebaik-baiknya bagi bangsa dan negara serta meningkatkan penegakan hukum.
Menanggapi penilaian publik tentang kejaksaan yang lemah dalam pemberantasan korupsi, ia hanya menyatakan akan mengajak jajaran kejaksaan untuk meningkatkan kinerja.
”Ya, kita bekerja keras, bekerja, dan bekerja. Itu komitmen kita,” ujarnya kepada pers.
Berdasarkan pantauan Kompas, seusai pelantikan kemarin, Jaksa Agung Prasetyo tak segera mendatangi kantor barunya.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana, awalnya, pihaknya telah menyiapkan tempat untuk menggelar jumpa pers atas terpilihnya Prasetyo. Namun, acara itu dibatalkan.
”Yang pasti, kejaksaan menyambut baik Jaksa Agung baru karena setelah menunggu selama sebulan, akhirnya sudah ada yang definitif,” ujar Tony.
Terkait kemungkinan ada perombakan di jajaran Jaksa Agung Muda, Tony tak mau berspekulasi. Menurut dia, hal itu merupakan wewenang Presiden atas usul dari Jaksa Agung. Sementara itu, jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan jabatan karier.
Patrice Rio Capella secara terpisah membantah terpilihnya kader Nasdem, Prasetyo, menjadi Jaksa Agung merupakan alat politik.
”Tidak benar itu kalau Prasetyo akan menjadi bemper atau sarana menyerang lawan politik. Prasetyo lebih lama berada di lingkungan Kejaksaan Agung daripada di Nasdem yang diawali tahun 2011,” kata Rio Capella.
Dia juga menegaskan bahwa sejak pukul 11.00 kemarin, Prasetyo telah diberhentikan dari Partai Nasdem. Posisi Prasetyo di DPR akan digantikan kader Nasdem yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum. Adapun pengganti posisi Prasetyo di mahkamah partai belum ditentukan.
Rio optimistis Prasetyo bisa mengangkat martabat Kejaksaan Agung dengan melakukan gebrakan penegakan hukum.
Ada tujuh anggota Mahkamah Partai Nasdem. Ketua Mahkamah Partai Nasdem adalah OC Kaligis.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno yang sebelumnya kolega Prasetyo di Partai Nasdem juga mendukungnya. Menurut dia, Presiden mempertimbangkan kapabilitas, kredibilitas, dan loyalitas Prasetyo yang diberi kepercayaan menjabat Jaksa Agung.
Tak libatkan KPK-PPATK
Pengangkatan Prasetyo tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No 131/2014 tertanggal 20 November 2014. Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto menyatakan, keppres tersebut ditandatangani Presiden pada Kamis pagi. Selanjutnya Presiden memerintahkan Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet untuk mempersiapkan pelantikan.
Penelusuran rekam jejak Prasetyo untuk menduduki jabatan Jaksa Agung tersebut, menurut Andi, tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Hal ini berbeda saat Presiden Jokowi memilih menteri kabinetnya, yang melibatkan KPK dan PPATK.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, juga mempertanyakan mengapa tak terdengar pemeriksaan rekam jejak Prasetyo oleh PPATK dan KPK.
Erwin menilai sisi positif Prasetyo hanya dapat cepat menyesuaikan diri dengan kultur kejaksaan karena mantan orang kejaksaan. ”Hanya itu positifnya. Saya belum melihat ada komitmen yang kuat dari Prasetyo untuk melakukan reformasi di kejaksaan,” katanya.
Dia yakin, pegiat pembaruan hukum sangat kecewa. Agenda-agenda penegakan hukum rentan menjadi barter politik
(NTA/RYO/ONG/AGE/IAN/BDM)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141121kompas/#/1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar