3 Februari 2014
AKHIR-akhir ini kita dihebohkan dengan kasus penyelundupan beras impor. Kasus ini muncul setelah ada protes dari seorang pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, saat ada kunjungan sejumlah menteri untuk memastikan ketersediaan beras yang merupakan bahan pangan bernilai strategis di Republik Indonesia.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa sudah meminta agar masalah penyelundupan beras ini diungkap dan diselesaikan. Penyelundupan beras kualitas premium mendistorsi pasar beras dalam negeri. Daya saing beras Indonesia sejak tiga-empat tahun lalu kalah dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand. Rata-rata harga beras Indonesia 30 persen lebih tinggi daripada beras impor dengan kualitas sama.
Masuknya beras impor dengan harga lebih murah tentu akan menekan harga beras di pasar domestik. Di luar persoalan itu, bagaimana penyelundupan itu bisa terjadi?
Dilihat dari dokumen impornya, penyelundupan itu sudah mengantongi surat rekomendasi dari kementerian teknis, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian.
Rekomendasi yang diberikan adalah mengimpor beras kualitas khusus. Pemerintah membolehkan impor beras kualitas khusus untuk pasar khusus juga, seperti restoran atau hotel. Karena kebutuhan beras untuk sejumlah restoran dan hotel tertentu memang spesifik dan tidak diproduksi di Indonesia.
Setelah mengantongi rekomendasi impor dari Kementan, para importir mengurus izin impor dari Kementerian Perdagangan. Oleh Kemendag izin diberikan sesuai surat rekomendasi dari Kementan.
Kalau semua dokumen impor, baik itu rekomendasi maupun izin impor, benar tetapi setelah masuk ke Indonesia ternyata jenis berasnya berbeda dari yang ada dalam dokumen, di sini kita mempertanyakan ketelitian surveior. Kalau surveior bekerja dengan baik, mestinya beras yang masuk sama dengan yang ada di dokumen.
Bea dan Cukai bisa saja lalai tidak melakukan pemeriksaan. BC tidak memeriksa karena melihat ada dokumen surveior. Akan tetapi, harap diingat bahwa importasi beras masuk kategori khusus dan tidak sembarang orang bisa mengenali jenis-jenis beras hanya dengan melihat tampilan fisiknya.
Penyelundupan dalam kasus beras muncul salah satunya karena harga beras premium di pasar dunia lebih kompetitif dibandingkan pasar domestik. Harga beras premium impor rata-rata Rp 2.000 per kg lebih rendah dibandingkan beras kualitas sama di Indonesia. (HERMAS E PRABOWO)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/140203kompas/#/17/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar