JAKARTA, (PRLM).-Penghapusan program beras untuk orang miskin (raskin) dinilai akan menjadikan Indonesia sebagai negara paling liberal di dunia dalam mengembangkan kebijakan pangannya.
Hal itu juga akan berdampak terhadap menurunnya pendapatan 14 juta rumah tangga petani dan target pencapaian swasembada beras 2017 sulit tercapai.
"Hal itu juga pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan petani," kata Dr. Ir. Arif Satria, MSc, Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (Pispi) dalam pernyataan sikapnya, di Jakara, Rabu (3/12/2014).
Hadir pada kesempatan itu Ir. Winarno Tohir (Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Indonesia), Viva Yoga Mauladi (Anggota DPR RI, Komisi IV), dan Rito Angky Wibowo (Direktur Perum Bulog).
Menurut Winarno Tohir, isu penghapusan raskin sudah sering terdengar, bahkan lembaga Bulog-nya juga akan ditiadakan. "Saya juga mendengar dari seorang anggota DPR bahwa Presiden Jokowi akan menghapusnya pada Desember 2015," katanya.
Karena, saat itu sudah berlaku Masyarakat Ekonomi ASEAN dimana pasokan beras akan sangat banyak dari negara lain.
Dikatakan, nanti tidak ada lagi kedaulatan pangan, ketahanan pangan, dan swasembada pangan. "Tapi yang harus dipikirkan adalah nasib petani. Bagaimana kesejahteraanya dan masa depannya. Pemerintah tentu harus memikirkan," ujar Winarno.
Menurut Pispi, penghilangan Raskin akan berdampak terhadap meningkatkan harga beras di masyarakat, karena 100 persen tataniaga beras diserahkan kepada mekanisme pasar. Ahl ini menjadikan negara Indonesia sebagai negara paling liberal di dunia dalam mengembangkan kebijakan pangan nya.
Kemudian, penghilangan Raskin akan berdampak berkurangnya akses masyarakat di perdesaan dan pelosok yang bukan berada di wilayah sentra produksi dalam mendapatkan beras dengan harga dan kualitas yang baik.
"Kami menilai, Raskin dari sudut pandang sosial, ekonomi dan politik sangat tidak layak untuk dihilangkan. Yang diperlukan adalah upaya perbaikan yang komprehensif yang meliputi aspek data sasaran keluarga, kualitas, administrasi, manajemen stock, dan distribusi untuk memberikan pelayan yang baik kepada masyarakat miskin dan memberi rasa aman berusaha bagi petani padi di Indonesia, demi tegaknya kedaultan pangan," katanya
"e-Money bisa diterapkan hanya sekedar sebagai alat pembayaran yang tidak menghilangkan program Raskin nya," kata Arif.
Dia mengingatkan, pelaksanaan Raskin merupakan amanah pelaksanaan Undang Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam undang undang tersebut, Raskin merupakan instrumen pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Raskin telah berkonstribusi terhadap kestabilan harga beras baik ditingkat produsen maupun di tingkat konsumen. Dalam tiga tahun terakhir ini, pasokan dan harga beras stabil dan tidak menimbulkan keresahan sosial dan politik. Harga pembelian gabah di tingkat petani stabil pada level yang menguntungkan.
Raskin juga telah membuat kelompok masyarakat miskin memiliki akses yang sangat mudah dalam memperoleh beras murah yang berkualitas. Setelah pencabutan subsidi BBM, program Raskin merupakan jaring pengaman sosial yang dapat memberikan rasa aman 15 juta lebih penduduk miskin dan tidak mampu terhadap kekurangan pangan.
"Dengan adanya raskin, semua masyarakat baik masyarakat di perkotaan, di perdesaan hingga di wilayah pelosok Indonesia mendapatkan akses yang sama dalam membeli beras dengan harga yang sama," tutur Arif.
Dikataka, Raskin memiliki efek domino dalam menjamin kesejahteraan 14 juta rumah tangga petani padi di Indonesia, dan memberikan andil terhadap 3.000 ribu lebih rumah tangga yang terdapat dalam semua rantai pasok raskin di Indonesia.
Raskin juga sudah terbukti berkonstribusi dalam menekan efek spekulasi dalam mempermainkan harga gabah. Pada saat stok raskin meningkat, harga beras di tingkat konsumen stabil, akan tetapi pada saat stok raskin berkurang atau habis, harga beras di masyarakat cenderung meningkat.
Dia menambahkan, Raskin juga sudah terbukti memiliki kontribusi dalam menurunkan inflasi. Terdapat kecenderungan dengan semakin besar stok raskin, kontribusi beras terhadap laju inflasi sangat kecil. Jika stok raskin berkurang atau bahkan dihilangkan akan berdampak terhadap kontribusi beras terhadap laju inflasi besar.
"Dalam pelaksanaannya, Raskin memang mengalami berbagai masalah, yang sangat mungkin untuk diperbaiki dan dibenahi dimasa yang akan datang," katanya. (Satrio Widianto/A-89)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar