Jumat, 12 Desember 2014

Bangun Kluster Komoditas Pangan

Jumat, 12 Desember 2014


Perkuat Peran Bulog untuk Mengelola Komoditas Pangan Strategis

Ancaman krisis pangan dunia, termasuk Indonesia, harus dijadikan lecutan untuk mengubah strategi reformasi kebijakan, salah satunya klusterisasi komoditas untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Seperti diketahui, krisis pangan, energi, serta air mendapat perhatian penuh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir. Sorotan utama dunia khususnya bidang pertanian dewasa ini beragam terutama menghadapi kebutuhan pangan bagi penduduk dunia yang terus meningkat. Sebagai perkiraan pada tahun 2050 nanti penduduk dunia menembus sekitar 9 miliar jiwa.

Untuk mengimbangi kebutuhan, dalam perhitungan organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO), produksi pangan dunia harus naik 70 persen dari produksi saat ini. Padahal, seperti diketahui, ketersediaan lahan pertanian dunia juga tidak bertambah.

Selain itu, pemanasan global atau perubahan iklim yang ekstrem di semua belahan dunia dituding memberikan dampak bagi produksi pertanian yang berakibat merosotnya cadangan pangan dunia. Diperparah lagi dengan banyaknya negara yang memproduksi bahan bakar menggunakan bahan baku biji-bijian, seperti jagung dan gandum, yang berakibat harga pangan menjadi mahal.

Khusus di Indonesia, untuk mendorong terciptanya ketahanan serta kedaulatan pangan, peneliti eeoekonomi dari Global Future Institute (GFI), Agus Setiawan, menegaskan masalah impor harus dihentikan melalui skema klusterisasi komoditas pangan nasional. Jika tidak, maka tingkat kebergantungan Indonesia terhadap impor produk-produk pertanian yang tinggi akan mengganjal rencana pemerintah mewujudkan swasembada pangan.

Hingga tahun 2013, tercatat 29 komoditas pangan yang menggantungkan impor. Tiga belas di antaranya seperti beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, kelapa, cengkih, kakao, sawit, tembakau, ubi kayu, dan kentang. “Dengan sistem kluster pertanian, maka setiap wilayah akan berjalan sesuai dengan potensi pertanian yang dikembangkan,” tutur Agus Setiawan di sela-sela Peluncuran Bedah Jurnal “The Global Review: Menuju Ketahanan Energi dan Pangan” di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Dia menegaskan pemerintah harus berani mewujudkan sistem kluster walau mengancam negara-negara lain yang selama ini menjadikan Indonesia sebagai pasar komoditas pertanian mereka. Kluster Ini tepat untuk memutus rantai impor yang setiap tahun membebani anggaran negara.

Dengan membanjirnya impor sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya mampu menyumbang 14,43 persen produk domestik bruto (PDB). Padahal, sebagai negara dengan iklim tropis dengan tanah yang subur dan kepulauan sektor tersebut semestinya menyumbang hingga 20 persen terhadap PDB. “Menurunnya produksi pangan kita disebabkan oleh kian berkurangnya gairah petani,” ujarnya.

Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Dani Setiawan, berpendapat masalah pertanian sangat sistemik. Menurunnya produktivitas pangan merupakan akibat dari kebijakan pemerintah yang menjaga stabilitas produksi pangan sehingga kesempatan impor kian terbuka.

Dia mendesak pemerintah segera membenahi masalah-masalah mendasar di sektor pertanian. Ini memang butuh waktu yang cukup, tetapi itu harus dilandasi dengan komitmen yang kuat pula dari pemerintah sendiri. “Saya optimistis dengan perbaikan persoalan-persoalan fundamental tersebut maka kebergantungan pada impor akan dikurangi," jelasnya.

Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Commitee for Social Justice (IHCS), Gunawan, berpendapat jika pemerintah bersungguh-sungguh mewujudkan swasembada pangan, langkah pertama yang dilakukan ialah melakukan reformasi agraria. Reformasi agraria dengan mengembalikan hak-hak para petani kecil yang lahannya selama ini banyak yang dialihfungsikan.

Dia menyebutkan perluasan industri telah merugikan para petani sehingga upaya pembaruan agraria tidak bisa ditawar lagi. Swasembada pangan berarti membahas tentang kecukupan lahan jika pemerintah daerah merasa kecukupan lahannya kurang, maka yang perlu dilakukan ialah menggiatkan ekstensifikasi (perluasan) lahan pertanian.

Bulog Diperkuat

Mantan Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, meminta pemerintah untuk memberikan penugasan baru yang lebih besar lagi kepada Bulog. Penugasan itu dengan cara membiarkan Bulog mengelola dan menjaga stabilitas seluruh komoditas pangan nasional. Hal itu dilakukan dengan melihat adanya perubahan positif yang terjadi pada komoditas beras dalam beberapa tahun terkahir.

Sutarto menambahkan tidak adanya lembaga yang mengatur kedelai dan produk-produk pangan lainnya mengakibatkan setiap tahunnya terjadi masalah baik pada tingkat produsen maupun konsumen. Akibatnya, impor pun dilakukan yang terus memukul perekonomian petani. Bulog, kata dia, harus menjadi instrumen negara untuk menjaga stabilitas pangan, bila perlu menjangkau produk hortikultura. ers/E-12

http://koran-jakarta.com/?25515-bangun%20kluster%20komoditas%20pangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar