Kamis, 26 Desember 2013

Pemerintah Dinilai Tak Serius

Kamis, 26 Desember 2013

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah tidak pernah serius dalam menyikapi kenaikan harga bahan pangan dan komoditas pertanian, khususnya pada hari-hari besar seperti Natal dan Tahun Baru sekarang ini. Cuaca buruk dan keterlambatan pasokan selalu saja dijadikan alasan.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo, harga kebutuhan pokok naik karena pemerintah memang tidak pernah serius melakukan persiapan. Dia mengatakan di Jakarta kemarin, kenaikan harga bahan pokok dan pangan setiap hari besar merupakan dampak kebijakan pemerintah menyerahkan berbagai komoditas pertanian kepada mekanisme pasar.
Firman mengingatkan, di berbagai negara maju, pangan dan kebutuhan pokok orang banyak dilindungi negara sehingga harganya selalu stabil, termasuk saat hari-hari besar.
"Pemerintah seharusnya punya lembaga ketahanan pangan yang bisa menstabilisasi harga bahan pokok. Lembaga tersebut kira-kira berperan seperti Bulog dulu di zaman Orde Baru," tuturnya.
Jika kondisi saat ini terus dibiarkan tanpa intervensi pemerintah, menurut Firman, bisa timbul kartel dalam perdagangan bahan pangan. Konsekuensinya, setiap tahun harga pangan melonjak setiap kali menjelang hari-hari besar nasional.
"Ini persoalan serius. Tahun lalu kartel mempermainkan komoditas kedelai. Akibatnya, pemerintah dibuat seperti kebakaran jenggot dan terdorong menurunkan pajak impor kedelai dari lima persen menjadi nol persen. Tetapi, keputusan tersebut berdampak menghilangkan potensi pemasukan negara sebesar Rp 400 miliar per tahun," ujar Firman.
Bagi pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, pemerintah mesti tegas mengendalikan pasokan kebutuhan pokok. Ini untuk menghindari monopoli dan permainan spekulan.
"Apalagi harga bahan pokok utama (beras) yang terkendali sangat strategis dalam menekan inflasi. Sumbangsih beras terhadap inflasi berkisar 17,5 hingga 20 persen," ujarnya.
Selain itu, harga beras juga menjadi acuan. Oleh karena itu, jika harga beras naik, sangat mungkin harga kebutuhan pokok lain juga melonjak.
Sementara itu, sejumlah kepala daerah melakukan peninjauan ke pasar-pasar tradisional dalam menyikapi kenaikan harga kebutuhan pokok sekarang ini.
"Pedagang jangan memanfaatkan kesempatan Natal dan Tahun Baru untuk menikmati untung besar. Kita harus bersama-sama menjaga keseimbangan sehingga saudara kita dapat merayakan Natal dengan nyaman," tutur Plt Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, di Medan kemarin.
Berdasarkan pantauan di lapangan, harga berbagai bahan kebutuhan pokok dan komoditas pertanian naik bervariasi. Selain harga daging sapi yang terus bertahan tinggi Rp 95.000 per kilogram (kg), harga daging ayam juga mengalami kenaikan signifikan.
"Kenaikan harga itu dipengaruhi lonjakan permintaan untuk Natal," kata Murdop, seorang pedagang daging ayam di Pasar Turi Kuning di Medan, Rabu (25/12).
Dia memperkirakan harga daging akan naik lagi mendekati tahun baru, menyusul meningkatnya permintaan menjelang pergantian tahun tersebut. "Saat mendekati Lebaran lalu saja, harga melonjak tajam hingga Rp 30.000 per kilogram," ucapnya.
Harga kebutuhan sembako lainnya, seperti beras, telur, minyak curah, terigu, dan gula pasir, juga mengalami kenaikan. Harga beras IR juga mengalami kenaikan yakni semula Rp 8.500 menjadi Rp 9.500 per kg, kentang dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000 per kg di Pasar Sei Sikambing dan Pusat Pasar Medan. Demikian pula kol dari Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 per kg, tomat Rp 8.000 naik menjadi Rp 20.000 per kg, bunga kol menjadi Rp 20.000 per kg dari semula Rp 10.000. Tidak ketinggalan cabai rawit dari Rp 14.000 menjadi Rp 24.000 per kg, daun pare dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000 per kg.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut Bidar Alamsyah mengatakan, stok ayam menghadapi Natal dan Tahun Baru cukup aman. Disebutkannya, stok ada 17 juta ekor dari kebutuhan yang diperkirakan 10,5 juta ekor.
Kenaikan harga kebutuhan pokok juga terjadi di sejumlah pasar tradisional di Cirebon, Jawa Barat. Kenaikan yang paling signifikan terjadi pada komoditas sayuran, terutama cabai merah yang mengalami kenaikan hingga 60 persen dari harga sebelumnya.
Seorang pedagang grosir sayuran di Pasar Jagasatru, H Sadeli, menyebutkan, harga sayuran umumnya mengalami fluktuasi setiap harinya. Saat ini harga sayuran sedang naik karena stok barang berkurang akibat musim hujan. "Tidak hanya menjelang Natal atau Lebaran kalau harga sayuran naik turun, tergantung stok barang ada atau nggak," ujarnya.
Di Pasar Jagasatru sendiri harga cabai merah jenis beauty, yang sebelumnya dijual Rp 20.000, naik menjadi Rp 32.000 hingga Rp 33.000 per kg. "Kalau permintaan dari pembeli sih biasa saja, dibanding ketika menjelang Lebaran," tuturnya.
Pedagang sembako lainnya, Rahmat, mengaku hampir semua kebutuhan sembako mengalami kenaikan. Ia sendiri mengaku bingung dan serbasalah dengan fluktuasi kenaikan harga. Terutama untuk menjelaskannya kepada konsumen. "Wah, harga sembako pada naik menjelang akhir tahun, apalagi mau muludan, pasti naik lagi," ujarnya.
Dia menambahkan, kalau tahun baru yang banyak naik itu telur dan minyak curah. Namun, harga telur dan minyak curah biasanya kembali mengalami penurunan. "Sedangkan kalau susu dan kopi, yang naik itu nggak bakal turun lagi," ungkapnya.
Sementara di wilayah Jakarta, terpantau sejumlah harga sayuran dan bahan kebutuhan pokok, sejak awal pekan ini masih bertahan di harga yang sama seperti pekan lalu. Misalnya, di PD Pasar Jaya Santa, Jakarta Selatan, bahan kebutuhan pokok lain yang mengalami sedikit kenaikan pada awal pekan ini yaitu tepung terigu dan telur. Kenaikan tersebut dianggap normal seiring dengan masuknya musim penghujan sekaligus menjelang perayaan Natal.
"Tepung terigu naik sedikit, cuma Rp 1.000, mungkin karena Natal sama Tahun Baru, jadi kebutuhannya banyak," ujar seorang pedagang di pasar tersebut. (Bayu/Antara/Budi Seno)

Firman Subagyo, Wakil Ketua Komisi IV DPR

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=341276

Tidak ada komentar:

Posting Komentar