Selasa, 26 Agustus 2014

Bulog Harus Diperkuat

Selasa, 26 Agustus 2014

JAKARTA - Badan Urusan Logistik (Bulog) memiliki posisi strategis untuk mengendalikan harga ataupun ketersediaan sembilan bahan pokok. Namun, pemerintah saat ini belum memanfaatkan fungsi tersebut.

Hingga kini Bulog hanya diberi kewenangan untuk mengelola beras. Pengadaan komoditas lain, seperti minyak, gula, dan kedelai baru dilaksanakan berdasarkan permintaan pemerintah.

Direktur Utama (Dirut) Bulog, Sutarto Alimuso saat berbincang-bincang dengan SH, pekan lalu mengatakan, manajemen di Bulog sudah berubah, tidak lagi seperti masa Orde Baru. Pengelolaan aset maupun pengadaan barang di lembaga itu dilakukan secara transparan. "Dulu orang korupsi tidak dipecat. Sekarang dipecat," katanya.

Bulog juga tidak bisa lagi diintervensi segelintir orang yang mencoba mencari "keuntungan" pribadi. "Banyak pihak yang tidak menghendaki Bulog besar karena spekulan tidak bisa bermain," ujarnya.

Dia menjelaskan, transparansi di Bulog dilakukan sejak ia menjabat sebagai dirut di lembaga itu. Saat awal kepemimpinan pada 2011, ia meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ikut mengaudit kerja Bulog. "Saya selalu minta diaudit," ujarnya.

Saat ini, Bulog memberdayakan aset-aset yang dimiliki untuk mendapatkan tambahan pemasukan. Sebagai sebuah perusahaan umum (perum), Bulog dituntut untuk mencari untung supaya bisa menggaji karyawan dan mengembangkan organisasi. Namun, selama ini, keuntungan paling besar didapat dari penjualan beras premium. Oleh karena itu, Bulog menyewakan aset-aset yang dimilikinya.

"Aset yang bisa diberdayakan, kami berdayakan. Kalau tidak aset akan jadi beban. Bulog tidak pernah menjual aset. Sewa jangka pendek ditentukan Bulog, jangka panjang perlu izin BUMN. Namun, yang belum termanfaatkan banyak sekali," tuturnya.

Aset Bulog
Dia menegaskan, Bulog tidak akan pernah melepaskan aset-aset yang dimiliki. Apalagi, pendapatan dari sewa aset itu naik setiap tahunnya. Pada 2013, sewa aset Bulog mencapai Rp 50 miliar. Namun, pada semester I/2014 ini, optimalisasi aset Bulog mencapai Rp 45 miliar.

Pengelolaan sewa aset pada 2012 ada di posisi rendah karena saat itu Bulog ditunjuk pemerintah untuk mengadakan beras sekitar 3,6 juta ton. "Jadi gudangnya banyak digunakan untuk menyimpan sendiri, tidak disewakan sehingga pendapatan dari sewa menurun," ucapnya. Jika dioptimalkan, Sutarto mengatakan, Bulog bisa mendapatkan pemasukan sebesar Rp 57 triliun setiap tahunnya.

Dia mengakui, sebagai sebuah perusahaan yang baru jalan, Bulog masih memiliki kekurangan dalam hal administrasi. Namun, kekurangan itu bukan sebuah kesengajaan, melainkan sebuah ketidakmengertian karena masih dalam tahap belajar. "Bisnis Bulog baru mulai, biasanya mengandalkan PSO. Kalau ada masalah administrasi mungkin saja. Tapi kalau ada yang sengaja akan ditindak tegas," katanya.

Ia membantah, penyimpanan dan biaya angkut beras impor tidak efisien. "Kami selalu mencari harga yang paling murah," ujarnya.

Sebelumnya, dalam pemberitaan SH disebutkan pengelolaan aset di Bulog diduga bermasalah.

Menurut keterangan yang diperoleh SH, pengelolaan pendapatan komersial meliputi penjualan dari bidang perdagangan, bidang industri, dan jasa. Pendapatan dari bidang perdagangan meliputi penjualan beras komersial, gula pasir, dan komoditas yang diperdagangan BulogMart. Dari audit di bidang itu juga didapati beberapa temuan.

Pemilihan mitra dan pemberian modal kerja tidak didukung analisis dan jaminan yang memadai sehingga berpotensi merugikan perusahaan. Selain itu, mitra kerja sama perdagangan tidak mampu memenuhi kewajiban kontrak sehingga berpotensi merugikan perusahaan. Pendapatan tidak tercatat secara akurat dan tepat waktu dan tidak dilaporkan seluruhnya. “Penyetoran pendapatan tidak sesuai prosedur,” demikian data yang diperoleh SH.

Di sisi lain, persediaan beras, gula, atau komoditas perdagangan yang sifatnya tidak tahan lama dan jumlahnya cukup besar, namun belum seluruhnya terjual, telah menimbulkan carrying cost dan berpotensi menurunkan kualitas.

Dari sisi pengendalian biaya, ada indikasi hasil pengadaan gabah, beras, ataupun komoditas perdagangan lainnya di bawah kualitas yang ditetapkan. Ini tentu merugikan pemerintah. Pengadaan barang-barang tersebut juga tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Rekanan menyubkontrakkan pekerjaan kepada perusahaan lain, rekanan terlambat menyelesaikan pekerjaan, dan rekanan tidak terdaftar.

Sumber : Sinar Harapan

http://sinarharapan.co/news/read/140826052/bulog-harus-diperkuat-span-span-span-span-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar