Selasa, 12 Agustus 2014

Beras Impor untuk Antisipasi Harga

Selasa, 12 Agustus 2014

JAKARTA, KOMPAS — Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, impor beras kualitas medium dan premium pada 2014 mulai masuk ke Indonesia. Beras impor itu langsung masuk ke gudang Bulog untuk menambah stok beras guna mengantisipasi fluktuasi harga beras di pasar.
”Sekarang memang masih turun hujan dan penanaman padi masih berlangsung. Namun, harus dilihat secara mendetail apakah hujan turun ini di semua wilayah sentra produksi beras atau di kota-kota saja,” kata Sutarto, Senin (11/8), di Jakarta.

Sutarto mengatakan, pada tahap awal ini, Perum Bulog mendapat izin impor beras, baik kualitas medium maupun premium, 50.000 ton. Beras impor masuk sejak Idul Fitri kemarin. Hingga kemarin, total beras impor baru 10.000 ton.

Kebutuhan beras impor akan disesuaikan dengan permintaan dalam negeri. Jika produksi beras dalam negeri cukup memenuhi pasar sehingga tidak terjadi kenaikan harga, impor tidak dilanjutkan. ”Kita lihat perkembangannya,” katanya.

Sutarto belum bisa memprediksi besar kebutuhan beras impor hingga akhir 2014. Namun, indikasi perlunya impor beras terlihat dari realitas turunnya produksi beras dalam negeri.

Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Billy Haryanto, mengatakan, tren harga beras di pasar grosir mulai naik. Belum lagi dampak kebijakan pengaturan BBM subsidi yang berimbas pada naiknya biaya angkut beras.

Billy mencontohkan ongkos transportasi beras dari Sragen, Jawa Tengah, yang selama ini Rp 160 per kilogram (kg) naik Rp 50 per kg. Belum lagi kenaikan biaya produksi beras di penggilingan padi sebesar Rp 50.

Dengan adanya kebijakan baru, biaya logistik dan produksi naik Rp 200 per kg. ”Belum termasuk kenaikan musiman,” katanya. Kalaupun ada harga beras Rp 7.500 per kg di pasaran, berasnya tidak ada. Saat ini, beras yang tersedia di pasaran harganya Rp 8.000 per kg di tingkat grosir. Harga di tingkat konsumen Rp 8.500 per kg.

Terkait dengan kenaikan biaya produksi di penggilingan, Sutarto mengatakan seharusnya itu tidak terjadi. Sebab, selama ini penggilingan padi tidak menggunakan solar bersubsidi. Meski begitu, asosiasi penggilingan padi sudah mengajukan usulan meminta BBM bersubsidi untuk penggilingan padi.

Usulan sudah disampaikan dan direspons baik oleh PT Pertamina. Peluang mendapatkan BBM subsidi juga ada, tinggal pembahasan lebih detail soal mekanismenya. (MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/140812kompas/#/18/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar