Senin , 16 Januari 2017
Hampir selalu saja begitu. Ketika ada krisis kenaikan harga pangan atau komoditas pertanian, ada saja pejabat yang meminta masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Ketika harga cabai naik, ada menteri yang mendorong masyarakat untuk menanam sendiri cabai. Ketika harga bawang naik, ada juga menteri yang mengajak masyarakat untuk menanam sendiri bawah.
Pernyataan-pernyataan sejenis itu terdengar naif. Bahkan membangun gambar bahwa pengelola pemerintahan seperti kehabisan akal untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh warga negara. Oleh karena itu kita bisa memahami jika ada warga masyarakat yang menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut dengan sinis.
Dahulu, sebelum era reformasi, masyarakat bisa berharap kepada Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk mengambil peran dalam menormalkan harga-harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya. Sekarang, dalam posisinya yang baru, kita tidak bisa berharap banyak kepada Bulog.
Dalam posisinya sebagai BUMN saat ini, Bulog saat ini tidak mempunyai kewenangan yang cukup untuk menangani tata kelola pangan di negeri kita. Untuk tugas mengendalikan pangan, Bulog hanya punya kewenangan mengurus beras, gula, dan terigu saja. Lagi pula, Bulog saat ini bukanlah regulator.
Intervensi IMF (International Monetary Fund - Dana Moineter Internasional) pada awal masa reformasi lah yang mengamputasi peran-peran dan kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh Bulog. Anti klimaksnya adalah ketika Bulog berubah menjadi Perum (Perusahaan Umum) lewat PP (Peraturan Pemerintah) nomor 7 tahun 2003.
Dengan posisi sebagai Perum, usaha Bulog bersifat menyediakan pelayanan yang memberikan manfaat kepada khalayak namun sekaligus memupuk keuntungan seperti lazimnya sebuah perusahaan. Para pengkritik menyebutkan, dengan posisinya itu, Bulog cenderung diarahkan menjadi mesin ekonomi yang melulu berorientasi untuk mengejar keuntungan.
Itu pun tidak benar-benar mampu dilakukan oleh Bulog karena ada peraturan tentang Harga Pokok Pemerintah. Ketentuan itu acap kali membuat Bulog sulit mendapatkan keuntungan.
Dengan kedudukannya sebagai Perum, kita memang tidak bisa berharap banyak kepada Bulog dalam urusan penyelenggaraan pangan di negeri kita. Butuh kewenangan yang lebih luas untuk menangani penyelenggaraan pangan.
Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan di negeri kita berdasarkan kepada tiga hal. Pertama, kedaulatan pangan. Kedua, kemandirian pangan. Ketiga, ketahanan pangan.
Untuk mewujudkan ketiga hal tersebut, UU nomor 18 tahun 2012 itu mengamanatkan pembentukan suatu lembaga pemerintah yang langsung berada di bawah Presiden. Lembaga itu menjalankan tugas pemerintahan di bidang pangan.
Lembaga yang diatur dengan Peraturan Presiden itu, seperti disebut dalam Pasal 128 UU nomor 18 tahun 2012 itu, bisa "mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah."
Pada akhir tahun 2015 sejumlah pihak menyebut-nyebut nama Badan Otoritas Pangan sebagai perwujudan dari lembaga yang dimaksud oleh undang-undang tersebut. Wajar jika isu tentang Badan Otoritas Pangan itu muncul di akhir 2015 sebab undang-undang tentang pangan itu mengamanatkan selambatnya 3 tahun setelah diundangkan, lembaga tersebut harus terbentuk. Dan itu jatuh pada bulan November 2015.
Namun sampai awal tahun ini, lembaga yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut belum terwujud. Pemerintah seharusnya lebih serius untuk mewujudkan lembaga tersebut.
Wacana untuk menjadikan Bulog sebagai Badan Otoritas Pangan sudah sepatutnya dikaji lebih cepat dan sungguh-sungguh. Bagaimana pun Bulog mempunyai pengalaman, sumber daya manusia, infrastruktur, dan jaringan yang memadai.
Bersamaan dengan itu perlu dipertimbangkan untuk meleburkan juga lembaga-lembaga yang selama ini berkecimpung dalam menangani pangan -seperti Badan Ketahanan Pangan, misal- ke dalam Badan Otoritas Pangan tersebut.
Pemerintah jangan terlalu lama menunda-nundanya. Kita membutuhkan lembaga yang mengatur tata kelola pangan, yang bisa lebih efektif dalam menciptakan stabilisasi harga dan mampu mempercepat swasembada.
Sangatlah penting bagi kita saat ini untuk menunjukkan dan mempraktikan politik pangan yang lebih jelas memihak kepada rakyat, yang tidak akan menyerahkan produk-produk pangan yang vital dan strategis kepada mekanisme pasar.
Lewat politik itulah pemerintah bisa memperlihatkan bahwa negara hadir dalam urusan yang vital dan strategis demi kemaslahatan rakyat banyak.
https://beritagar.id/artikel/editorial/jangan-tunda-lagi-pembentukan-badan-otoritas-pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar