Jumat, 31 Juli 2015

Bupati Trenggalek Ingin Bulog Urusi Cengkeh

Wartaagro.com – Bupati Trenggalek, Mulyadi meminta Bulog untuk ikut mengurus cengkeh di Trenggalek. Permintaan ini saat Bupati cukup beralasan. Sebab, cengkeh  menjadi komoditi utama masyarakat Trenggalek.
"Di sini (Trenggalek), cengkeh sangat luar biasa. Kalau bisa, Bulog jangan hanya membeli beras saja, tapi juga bisa membeli cengkeh dari petani. Tujuannya agar harga cengkeh juga bisa ikut terjaga dengan baik seperti beras," ujar Mulyadi, dalam sambutannya pada acara panen padi di Munjungan, Trenggalek, Rabu (29/7),.
Tak hanya menyampaikan permintaannya kepada pihak Bulog, Mulyadi juga meminta kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang turut hadir, agar memberi fasilitas bagi pertumbuhan produktivitas cengkeh di Trenggalek.
Permintaan tersebut memang pantas dilontarkan. Sebab kawasan Munjungan, Trenggalek, hampir di setiap pelataran rumah warganya tampak cengkeh yang tengah dijemur.
"Kepada Pak Menteri saya mohon agar petani cengkeh di Trenggalek difasilitasi. Mulai dari pendistribusian bibit unggul cengkeh, obat-obatan, hingga peralatan yang bisa membantu cocok tanam para petani cengkeh. Dan semoga permohonan ini bisa diteruskan ke Pak Presiden Republik Indonesia," ucapnya.
Selain menyoroti permasalahan cengkeh, dalam kesempatan yang sama, Mulyadi juga mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi petani beras. Misalnya saja, masih kurangnya fasilitas pengairan, hingga kebutuhan peralatan tani.
"Karena ini sudah masuk musim kemarau, saya juga minta kepada Pak Mentan untuk banyak membangun embung sebagai bantuan untuk sarana irigasi. Selain itu, bantuan peralatan tani juga sangat kami butuhkan seperti pompa air dan handtraktor," imbuhnya meminta. (jtn/wa3)

http://wartaagro.com/berita-bupati-trenggalek-ingin-bulog-urusi-cengkeh.html

El Nino Datang Lagi

Jumat, 31 Juli 2015

Fenomena iklim El Nino berupa musim kemarau panjang telah berdampak pada lahan pertanian dan perkebunan serta ketersediaan air bersih.

Hujan sudah tidak turun selama dua bulan di 18 provinsi di Indonesia sehingga menyebabkan sebagian lahan pertanian dan perkebunan kekeringan. Penduduk di sejumlah wilayah mulai merasakan kesulitan air bersih.

Kita menghargai langkah pemerintah mengantisipasi dampak El Nino. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memperkirakan, 111.000 hektar (ha) lahan pertanian kekeringan dan hanya 8.000 ha puso. Luas tersebut sangat kecil dibandingkan dengan luas panen tanaman pangan. Luas panen padi, misalnya, lebih dari 12,6 juta ha.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, indeks El Nino memperlihatkan tingkat keparahan fenomena ini pada 16 Juli lalu, sama seperti situasi El Nino tahun 1997.

Jika prediksi BMKG benar, dampak kekeringan akan serius. Pada 1997-1998, El Nino menyebabkan kekeringan parah dan memaksa pemerintah mengimpor hingga 5 juta ton beras, terutama untuk membantu kelompok masyarakat miskin.

Dampak lain adalah kebakaran hutan seluas 9,7 juta ha, hal yang belum pernah terjadi. Asap kebakaran mengganggu pernapasan di wilayah Indonesia dan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia, dan Brunei. Banyak penerbangan terganggu tebalnya asap.

Kita tentu berharap dampak El Nino terhadap pangan, kebakaran hutan, dan penyediaan air bersih tidak separah tahun 1997-1998. Prakiraan iklim oleh BMKG telah semakin baik dikomunikasikan ke berbagai instansi pada aras horizontal.

Kementerian Pertanian, misalnya, lebih mampu merespons, antara lain dengan menyiapkan pompa air dan benih tahan kekeringan. Meski begitu, respons tersebut perlu sampai kepada petani. Informasi tentang perubahan iklim harus sampai sejak awal, begitu pula ketersediaan sarana produksi pertanian.

Hal lain yang sampai hari ini tetap masih sebatas wacana adalah pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Pada musim hujan terjadi banjir dan longsor, sementara pada musim kemarau kekeringan menjadi ancaman.

Pengelolaan lingkungan tidak dapat parsial. Lingkungan yang lestari berhubungan, antara lain, dengan jumlah penduduk karena menyangkut kebutuhan lahan untuk permukiman, pangan, dan industri.

Keseimbangan lingkungan juga berkorelasi dengan sebaran penduduk, cara kita mengelola pembangunan, penegakan hukum, dan tingkat pengetahuan masyarakat.

Kedatangan El Nino sebagai siklus alam memang tidak dapat kita halangi, setidaknya dengan teknologi saat ini. Namun, dampak negatifnya dapat dikurangi dengan belajar dari pengalaman dan kesungguhan dalam mengelola lingkungan agar menjadi lebih seimbang.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150731kompas/#/6/

111.000 Ha Lahan Kekeringan

Jumat, 31 Juli 2015

Empat PLTA di Kebumen Berhenti Beroperasi

Petani terpaksa membuat sumur bor dan memasang pompa untuk menghindari gagal panen karena lokasi sawah yang jauh dari sungai atau sumber air di Sijeruk, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (30/7). Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan Rp 2,5 juta untuk pembuatan sumur bor dan biaya pembelian bahan bakar pompa Rp 150.000 per hari.

Menyiasati Gagal Panen-Petani terpaksa membuat sumur bor dan memasang pompa untuk menghindari gagal panen karena lahan persawahannya jauh dari sungai atau sumber air di Sijeruk, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (30/7). Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan pembuatan sumur bor sebesar Rp 2,5 juta dan ongkos bahan bakar pompa Rp 150.000 per hari.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

SIDOARJO, KOMPAS — Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, lahan yang mengalami kekeringan pada Januari-Juli 2015 sekitar 111.000 hektar dan yang gagal panen sekitar 8.000 ha. Luas lahan yang kekeringan itu berkurang dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sekitar 200.000 ha dengan puso 35.000 ha.

Penurunan luas lahan yang mengering, bahkan puso, itu diklaim karena pemerintah melakukan antisipasi sejak dini dengan memperbaiki dan membangun saluran irigasi untuk 1,3 juta hektar. Pemerintah juga mendistribusikan mesin pompa air kepada petani.

"Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kekeringan yang melanda lahan pertanian. Pemerintah melakukan upaya pengendalian secara maksimal sehingga tidak akan berdampak signifikan terhadap produksi pangan nasional," ujar Amran saat panen kedelai dan padi di Desa Kalimati, Kecamatan Tarik, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (30/7).

Menurut Amran, lahan tanaman padi yang mengalami kekeringan sekitar 200.000 ha setiap tahun. Dari lahan seluas itu, 25.000 ha puso (gagal panen). Tahun ini, selain angka kekeringan dan puso turun, ada tambahan luas tanam periode Oktober 2014-Maret 2015 seluas 400.000 ha.

Kalau terjadi El Nino kuat yang menyebabkan 150.000 ha lahan tanaman padi menjadi puso, menurut Amran, masih tersisa cadangan 250.000 ha yang panen.

Untuk memaksimalkan antisipasi kekeringan, Kementerian Pertanian membentuk tim khusus di seluruh Indonesia. Semua bupati dan wali kota di Tanah Air juga diminta melapor apabila terjadi bencana kekeringan di wilayahnya sehingga bisa ditangani sejak dini.

Amran meminta warga tidak khawatir dengan bencana kekeringan yang melanda pertanian. Sesuai ramalan Badan Pusat Statistik, tahun ini ada peningkatan produksi gabah 5,5 juta ton secara nasional. Selain itu, hujan di sejumlah wilayah, seperti Aceh, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan, juga sudah turun.

Terburuk dalam 17 tahun

Sebaliknya, warga Kota Batam, Kepulauan Riau, diminta bersiap menghadapi musim kering terburuk dalam 17 tahun terakhir. Kekurangan air mungkin melanda kota itu. Permukaan waduk sumber baku air minum di kota itu pun mulai menyusut.

"Tahun ini paling buruk. Hujan lebih sedikit dibandingkan lima tahun terakhir. Permukaan waduk turun mencapai level yang paling rendah sejak dibuat," ujar Manajer Komunikasi PT Adhya Tirta Batam (ATB) Enriqo Moreno, Kamis di Batam. ATB adalah penyedia tunggal air bersih yang bersumber dari waduk.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Batam Phillip Mustamu menuturkan, beberapa hari terakhir sudah turun hujan di Batam.

Kekurangan air

Dari Jawa Timur dilaporkan, saat ini 23 dari 44 waduk di Kabupaten Lamongan tidak ada airnya lagi. Lahan pertanian seluas 1.321 ha di kabupaten itu pun kekurangan air. Bahkan, 552 ha tanaman padi dan 391 ha tanaman jagung gagal panen.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lamongan Aris Setiadi menyebutkan, tanaman padi dan jagung yang puso itu terdapat di Kecamatan Solokuro, Kedungpring, Bluluk, dan Modo.

Sejumlah petani di Lamongan berusaha mempertahankan tanaman jagung agar tak mati dengan mengangkut air dari telaga yang berjarak sekitar 1 kilometer dari sawah, seperti dilakukan Khasirun (65), warga Desa Sumberrejo, Kecamatan Lamongan Kota. Dia dibantu anaknya mengangkut air danau dengan gerobak.

Di Desa Jatirejo dan Tambakboyo, Kecamatan Tikung, Lamongan, telaga penampung air pun kering. Sebagian besar lahan dibiarkan tak ditanami.

Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Lamongan Handoyono menyebutkan, kapasitas 44 waduk dan rawa di kabupaten itu kini tinggal 35,8 juta meter kubik atau 32,38 persen dari kapasitas total 110,6 juta meter kubik. Sebanyak 23 waduk sudah kering.

Bupati Lamongan Fadeli meminta dinas pengairan mengatur sumber daya air, khususnya waduk yang masih berair. Pemerintah Kabupaten Lamongan juga memberikan bantuan pompa air untuk petani.

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Jember H Abdullah Halim menjelaskan, lahan pertanian di daerah itu pun terancam kekeringan. "Agar ketersediaan air cukup untuk tanaman jagung dan kedelai, hampir di setiap lahan milik petani dibuat sumur pantek sedalam 6 meter," ujarnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim Sudharmawan menuturkan, kekeringan yang melanda Jatim sejak medio Juli lalu terus meluas. Tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga kehidupan masyarakat. Warga di 196 desa dari 8.505 desa/kelurahan di provinsi itu kini kesulitan mendapatkan air bersih. Desa itu tersebar di Kabupaten Bangkalan, Bojonegoro, Lamongan, Blitar, Sumenep, dan Pamekasan.

PLTA berhenti

Di Mataram, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Husnul Fauzi mengatakan, provinsi itu memerlukan tambahan embung di cekungan potensial agar kekeringan tak terus mendera petani. Pengerukan diperlukan agar sekitar 3.000 embung yang saat ini ada dapat berfungsi optimal sebagai kantong air.

"Berapa pun pompa air yang kami distribusikan, apabila air yang ditarik tidak ada, celakalah itu," katanya. Menurut Husnul, banyak lokasi cekungan di 10 kabupaten/kota di NTB yang berpotensi dijadikan embung.

Husnul mengatakan, sejauh ini kekeringan melanda 4.046 ha tanaman pangan di NTB. Lahan yang puso mencapai 353 ha. Tahun lalu, lahan padi yang puso di NTB seluas 3.427 ha.

Kekeringan juga menyebabkan volume Waduk Sempor dan Wadaslintang di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, susut hingga 75 persen. Akibatnya, empat pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang mengandalkan sumber air dari waduk itu berhenti beroperasi. Aliran air dari dua waduk yang menjadi sumber energi PLTA dihentikan untuk menghemat cadangan air dan perawatan saluran irigasi.

Menurut Kepala Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral Kebumen Muchtarom, empat PLTA berhenti operasi mulai 1 Agustus. PLTA itu adalah PLTA Wadaslintang berkapasitas 16 megawatt (MW), PLTA Sempor (1,1 MW), PLTA Pajengkolan (1,4 MW), dan PLTA Merden (400 kilowatt).

"Empat PLTA itu tak beroperasi karena penyaluran air dari Waduk Wadaslintang dan Sempor dihentikan mulai 1 Agustus besok. Otomatis PLTA yang digerakkan oleh aliran irigasi waduk juga berhenti," katanya.

Muchtarom mengatakan, stok air waduk di Kebumen menurun. Waduk Sempor yang bervolume maksimal 38 juta meter kubik kini hanya sekitar 9,16 juta meter kubik dengan elevasi 55 meter. Adapun Waduk Wadaslintang, jika volume maksimal 388 juta meter kubik, kini menurun menjadi 231,4 juta meter kubik dengan elevasi 168,6 meter.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Kebumen Machasin mengatakan, saat ini, lahan sawah di kabupaten itu tidak terlalu membutuhkan banyak air karena tinggal menunggu panen.

(RAZ/ACI/GRE/WER/NIK/KOR/SIR/CHE/CAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150731kompas/#/1/

Bangsa Indonesia diharap perbaiki kedaulatan pangan dan energi

Kamis, 30 Juli 2015

 Untuk memperbaiki kedaulan pangan dan energi perlu meningkatkan produksi dan distribusi sehingga dapat dengan mudah diperoleh masyarakat,"
Palembang (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan bangsa ini perlu memperbaiki kedaulatan pangan dan energi agar bisa lebih kuat menghadapi permasalahan ekonomi global.

"Untuk memperbaiki kedaulan pangan dan energi perlu meningkatkan produksi dan distribusi sehingga dapat dengan mudah diperoleh masyarakat," kata Agus Martowardojo pada acara Seminar Nasional dan Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia 2014 "Memperkuat Modal Dasar Konektivitas" di Palembang, Kamis.

Menurut dia, untuk memperbaiki kedaulatan pangan dan energi terdapat cukup banyak kendala, namun dapat diatasi dengan visi yang kuat dan aktivitas yang fokus.

Sebagai gambaran untuk memperbaiki kedaulatan pangan, pada musim kemarau 2015 ini terdapat kendala cuaca karena ada fenomena Elnino atau peningkatan temperatur permukaan laut di Samudera Pasifik.

Biasanya dampak dari fenomena Elnino yakni kurangnya curah hujan, kondisi ini dapat menimbulkan ancaman kekeringan pada lahan pertanian tanaman pangan dan mempengaruhi produksi yang pada akhirnya dapat memicu naiknya harga pangan.

Fenomena Elnino itu perlu diatasi dengan tindakan yang tepat seperti tersedianya sarana pengairan yang baik yang saat ini gencar disiapkan pemerintah sehingga dapat dihindari gagal panen karena lahan mengalami kekeringan.

Begitu pula dengan kedaulatan energi, dalam kondisi sekarang ini bisa diperbaiki dengan menyiapkan dan mengembangkan energi alternatif sehingga tidak tergantung dengan bahan bakar gas dan minyak yang merupakan sumber daya alam yang terbatas.

Sumber energi bahan bakar gas dan minyak produksinya akan menurun dan harganya akan terus mengalami peningkatan sehingga dapat mempengaruhi distribusi dan tingkat konsumsi masyarakat.

Dengan langkah memperbaiki kedaulatan energi, ketergantungan masyarakat terhadap sumber energi yang terbatas secara bertahap berkurang dan mendorong masyarakat untuk kreatif membangun energi alternatif, kata Agus.

(T.Y009/S025)

4126 Hektare Lahan di NTB Kekeringan

Kamis, 30 Juli 2015

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan hingga 27 Juli terdapat sekitar 4126 hektare (ha) lahan pertanian yang terkena dampak kekeringan. Sekitar 2000 ha lebih lahan terkena dampak ringan, 400 ha lahan terkena sedang dan 200 Ha lahan mengalami kekeringan berat dan 153 ha lahan terkena Fuso.

Kepala Dinas Pertanian NTB, Husnul Fauzi mengatakan kondisi lahan pertanian yang terkena dampak kekeringan hingga saat ini relatif masih rendah dibandingkan tahun 2014 kemarin. Dimana, lahan yang terkena dampak mencapai 18 ribu ha dengan lahan yang terkena fuso mencapai 4300 ha diantaranya Palawija. Serta padi yang mencapai 3200 ha.

“Saya tidak mengkhawatirkan akan berdampak dan mempengaruhi kepada produksi sebab sampai saat ini produksi padi naik mencapai 6,29 persen melebihi 2014. Selain itu, dampak kekeringan belum berpengaruh signifikan,” ujarnya kepada wartawan di Kota Mataram, Kamis (30/7).

Menurutnya,  saat ini tanaman Palawija belum terkena dampak kekeringan, namun sekitar 13 ha lahan jagung terkena dampak. Selain itu, terdapat lahan yang terkena fuso sekitar 14 ha di sekitar area Bandara Internasional Lombok (BIL).

Ia menuturkan, penanggulangan terhadap dampak kekeringan yang dilakukan Dinas Pertanian adalah dengan menyebarkan 135 pompa ke semua kabupaten, mengecek jaringan irigasi yang bocor dengan memberikan bantuan melalui APBD Perubahan. Selain itu, kementerian mengusulkan agar cekungan yang berpotensi menjadi embung agar diusulkan pada anggaran tahun depan.

Husnul menambahkan Menteri Pertanian akan meninjau kawasan yang terkena dampak kekeringan di sekitar wilayah Bil, Jumat (31/7) yang mencapai 14 ha. Serta di wilayah Sumbawa. Dirinya pun mengungkapkan pihaknya bekerjasama dengan Bakorluh yang merekrut 100 lebih mahasiswa untuk antisipasi dampak kekeringan, pendamping yang berasal dari dosen dan Korem.

Dirinya mengimbau kepada masyarakat agar mengikut saran Dinas terkait lahan yang tidak direkomendasikan untuk ditempati dan ditanami padi. Dengan gejala, lahan pertanian tersebut kekurangan air. Ia mengaku bagi lahan-lahan yang mengalami fuso maka Kementerian Pertanian akan mengganti dengan cadangan nasional.

“Sekarang berapapun jumlahnya fuso akan dimintai kementerian diganti cadangan nasional,” ungkapnya.

Kamis, 30 Juli 2015

El Nino, Sofyan Djalil Pastikan Stok Beras Aman November

Kamis, 30 Juli 2015

Stok pangan November sampai Februari 3,5 juta ton.

VIVA.co.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil memastikan bahwa cadangan beras masih aman hingga bulan oktober 2015. Hal itu, menanggapi dampak El Nino, atau musim kemarau yang diprediksi terjadi hingga akhir tahun,
Namun, diutarakannya jika cadangan beras tidak lagi mencukupi, impor pun bukan tidak mungkin akan dilakukan.

"Kami lihat sampai Agustus-September ini, berapa pengumpulan beras oleh Bulog (Badan Urusan Logistik). Kalau bisa beli beras dalam negeri, kami beli dalam negeri. Kalau perlu diimpor ya mungkin, tetapi September-Oktober ini masih aman," ujar Sofyan di Kantornya, Kamis 30 Juli 2015.

Sofyan menuturkan bahwa pihaknya telah memprediksi tidak akan terjadi musim panen pada akhir tahun ini. Karena itu, kementerian akan memastikan stok beras untuk mencukupi kebutuhan.

"Yang penting akhir tahun, karena November ke Februari tidak ada panen. Biasanya, kami stok pangan sampai 3,5 juta ton, kami lihat saja nanti," Kata Sofyan.

Sofyan mengatakan bahwa bencana memang akhir-akhir ini banyak terjadi di Indonesia. Namun, dia melihat hal itu tidak akan berpengaruh kepada persediaan pangan nasional.

"Gempa kelihatannya tidak banyak berpengaruh. Kalau erupsi hanya di beberapa daerah saja. Yang berat, ya El Nino ini. Kekeringan sudah terjadi di beberapa daerah. (Produksi) Tebu tidak ada masalah, karena musim panen. Tapi kalau padi baru ditanam sekarang memang agak sulit, tetapi sampai Oktober stok beras aman," tutur Sofyan. (asp)

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/655331-el-nino--sofyan-djalil-pastikan-stok-beras-aman-november

Kekeringan dan Konsolidasi Kelembagaan

Kamis, 30 Juli 2015

Khudori, Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat dan pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

MENURUT Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, topan El Nino diperkirakan akan kembali terjadi tahun ini.

El Nino moderat diperkirakan berlangsung hingga November 2015.

Sejumlah daerah, seperti Sumatra Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, berpotensi terkena dampak badai tersebut.

Meskipun itu belum mencapai puncak, sejumlah daerah sudah mengalami puso.

Tanpa antisipasi yang memadai, ritual tahunan kekeringan akibat El Nino akan selalu berulang.

Ketika musim itu tiba, waduk, bendungan, dan jaringan irigasi mengering. El Nino akan memperparah kekeringan.

Waduk-waduk besar di Jawa--Jatiluhur, Kedungombo, Gajah Mungkur, dan Bengawan Solo--yang kondisinya kritis akan semakin kritis.

Masalah makin runyam karena infrastruktur irigasi banyak rusak: sekitar 51% jaringan irigasi rusak.

Tanpa infrastruktur irigasi yang baik, petani akan kesulitan mendapatkan air.

Hal itu dikhawatirkan berdampak pada produksi pangan utama.

Di berbagai daerah, kekeringan telah menampakkan sosoknya, yang ditandai kritisnya pembangkit listrik tenaga air, sawah puso, debit air sungai menipis, dan krisis air minum.

Setelah itu, serial akan berganti dengan rentetan paceklik, rawan pangan, dan busung lapar.

Dari tahun ke tahun, serial tersebut ditandai durasi, frekuensi, dan cakupan wilayah kekeringan, serta besarnya kerugian dan jumlah korban yang kian meningkat.

Sayangnya, serial itu bukanlah sinetron melankolis yang enak dinikmati dan ditonton.

Ironisnya, perhatian dan antisipasi selama ini tidak proporsional.

Penyelesaian kekeringan selalu bersifat reaktif, temporer, ad hoc, parsial, dan berorientasi proyek.

Pendekatan penanggulangan kekeringan tidak berubah dari waktu ke waktu: pemberian air bersih, bantuan pupuk, pompa, benih, pengadaan traktor, program padat karya, dan rehabilitasi sarana irigasi, seolah-olah masalah tidak pernah berubah.

Indonesia dengan rata-rata hujan tahunan 2.779 mm termasuk negara nomor lima yang kaya air di dunia.

Namun, ketersediaan air yang besar tidak jadi berkah.

Bila musim hujan air berubah jadi banjir, sedangkan di musim kemarau air berubah jadi monster kekeringan.

Masalahnya terletak pada ketidakmerataan alokasi air sepanjang tahun.

Hal itu disebabkan 1.832 mm (66%) dari 2.779 mm air hujan berubah jadi air limpasan permukaan (run off), yang tidak termanfaatkan dan menjadi mesin penggerus tanah subur (top soil).

Bagi pertanian, tanpa penyelesaian memadai, dampak kekeringan akan berlipat ganda, mulai penurunan luas tanam, luas panen, produktivitas sampai kualitas hasil, kebakaran hutan dan lahan, hingga meningkatnya beban perempuan.

Salah satu persoalan yang menuntut penyelesaian segera ialah konsolidasi kelembagaan pengelola air.

Di Forum Air Dunia ke-2 di Den Haag, Belanda, Maret 2000, ada kesepakatan untuk mewujudkan ketahanan air dengan prinsip dasar pengelolaan sumber daya air secara terpadu.

Intinya, keberadaan air tidak saja dipengaruhi kondisi geografis, tapi juga topografi dan geologi.

Konsep itu memandang karakteristik air memiliki keterkaitan: antara daerah hulu dan hilir, kuantitas dengan kualitas, dalam aliran dan di luar aliran, antara masa sekarang dan masa mendatang.

Batas-batas hidrologis tidak sama dengan batas-batas administratif.

Pengelolaan air harus mempertimbangkan satu kesatuan hidrologis sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan.

Prinsipnya ialah satu sungai, satu perencanaan, dan satu pengelolaan terpadu.

Sebagai penanda tangan kesepakatan, Indonesia telah mengeluarkan Keppres No 123/2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air yang diketuai menko perekonomian dengan ketua harian menteri PU.

Lalu, 10 Desember 2001 dibentuk Sekretariat Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air yang mengemban tugas Kebijakan Nasional Sumber Daya Air yang ditetapkan.

Visinya mulia, 'Terwujudnya kemanfaatan sumber daya air bagi kesejahteraan seluruh rakyat'.

Dengan visi tersebut, air tidak cuma dikelola secara efisien, adil, terpadu, dan berkelanjutan, tapi juga memberdayakan warga pemakainya.

Namun, sejauh ini visi itu hanya ada di atas kertas.

Konsolidasi kelembagaan sesuai dengan prinsip ketahanan air masih jauh dari kata berhasil.

Sumber informasi air masih dipegang BMKG, penyedia, dan pengelola sarana dan prasarana ada di Kementerian PU, izin pemberian usaha yang memanfaatkan dan memengaruhi kualitas air berada di Kementerian Perindustrian, sedangkan monitoring dan evaluasi kualitas air ditangani Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementan sebagai wakil konsumen terbesar selalu kebagian masalah air: banjir dan kekeringan.

Ketika kewenangan pengelolaan sumber daya air diserahkan ke daerah, akibat euforia otonomi daerah, terjadilah pengaplingan infrastruktur irigasi berdasarkan wilayah administrasi.

Petani dekat saluran induk (hulu) terjamin pasokan airnya, sebaliknya yang jauh dari saluran induk (hilir) akan menjerit.

Konsolidasi kelembagaan mendesak dirakit. Jika konsolidasi kelembagaan tidak kunjung berhasil, hal itu menjadi ancaman serius ketahanan pangan nasional, sebab 80% produksi padi ditumpukan di sawah beririgasi.

Konsolidasi kelembagaan dilakukan dengan memasukkan Ditjen Sumber Daya Air di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke Kementerian Pertanian.

Argumennya: pengguna air terbesar ialah pertanian sehingga akses dan kontrol terbesar harus dilakukan pengguna utamanya (main user), seperti di negara-negara maju Eropa, Australia, dan Amerika.

Penggabungan itu memungkinkan terjadinya efisiensi sistem dan alokasi sumber daya manusia serta pendayagunaan sumber daya alam.

Tanpa konsolidasi kelembagaan, akses petani atas air akan semakin tertutup karena mereka kalah bersaing dengan korporasi/industri.

ADM

http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/30/416799/kekeringan-dan-konsolidasi-kelembagaan

Kekeringan, Air, dan Kita

Kamis,  30 Juli 2015

Saya tengah membaca laporan World Economy Forum (WEF) 2015 yang membahas 10 tren masalah yang bakal mengemuka di dunia dalam 15 hingga 18 bulan ke depan.

Laporan itu menyebutkan dengan mengetahui apa saja masalahnya, kita bakal tahu langkah-langkah apa yang mesti disiapkan untuk mengantisipasi. Laporan WEF itu mengasyikkan, tetapi sekaligus menggetarkan. Pengantar untuk tulisan tersebut dibuat Al Gore, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat. Lalu, setiap tren juga ditulis tokoh-tokoh ternama.

Misalnya, artikel tentang terus meningkatnya jumlah pengangguran di dunia ditulis Larry Summer dari Harvard University. Untuk kali ini saya akan membahas topik yang ditulis Matt Damon, seorangaktoryangpunya perhatian besar terhadap isu-isu lingkungan hidup dan pendiri water.org, serta Gary White yang CEO water.org. Topiknya tentang increasing water stress.

Saya pilih topik ini karena kebetulan cocok dengan kondisi aktual yang terjadi di Indonesia, yakni masalah kekeringan. Bagi saya kekeringan itu adalah salah satu gambaran dari masalah besar yang dihadapi masyarakat dunia. Apa itu? Akses terhadap ketersediaan air.

Dampak Kekeringan

Saya akan mulai dengan isu kekeringan. Bagi Anda yang tinggal di perkotaan tentu merasakan betul fenomena ini. Panas kian terik menyengat. Debu-debu kian banyak yang berhamburan. Sungai-sungai kering, airnya menghitam bak jelaga. Saking keringnya bahkan di sana akhirnya kita bisa melihat sampah-sampah yang terbenam di bagian dasarnya.

Tapi kita yang tinggal di kota masih beruntung karena sampai kolom ini ditulis kita tidak sampai mengalami kekurangan pasokan air. Krankran air kita masih mengucur. Alirannya masih deras meski mutunya memprihatinkan. Kadang keruh dan kita bisa menemukan endapan kotorannya. Tapi di banyak wilayah lain, sebaliknya telah terjadi.

Di daerah tertentu kondisinya lebih memprihatinkan. Mereka tidak bisa memperoleh air. Kita bisa membacanya melalui laporan berbagai media. Setidak-tidaknya ada 12 provinsi yang terancam kekeringan. Kali ini lebih parah ketimbang kekeringan pada tahuntahun sebelumnya.

Sebagaimana dilaporkan BBC Indonesia, keluhan ini dilontarkanTatang, seorang warga Indramayu, Jawa Barat, yang sudah 25 tahun menjadi petani. Parahnya kekeringan kali ini juga dipicu fenomena El Nino. Bagi yang masih awam, saya sederhanakan saja pengertiannya. Fenomena El Nino dipicu meningkatnya suhu permukaan air laut di kawasan Pasifik.

Akibatnya massa uap air yang berada di Indonesia ditarik ke kawasan tersebut. Indonesia pun miskin uap air. Ini yang membuat hujan tak kunjung turun. Jadi kalau dalam kondisi normal mungkin Agustus atau September hujan mulai turun. Namun kali ini mungkin hujan baru mulai turun pada November 2015. Mundur tiga sampai empat bulan.

Bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai dampak El Nino kali ini lebih buruk ketimbang yang terjadi pada 1997-1998. Bicara tahun itu, saya tibatiba bergidik. Kita semua tentu masih ingat dengan peristiwa mengerikan yang terjadi pada tahun-tahun itu.

Itulah tahun ketika bangsa kita mengalami krisis ekonomi dan krisis politik bahkan sebetulnya krisis moral ketika menyaksikan penjarahan dan kekerasan yang terjadi sekaligus yang mengakibatkan jatuhnya rezim Soeharto. Kali ini, dampak El Nino agaknya bakal lumayan serius. Di beberapa daerah saya baca berita tentang sawah yang puso atau gagal panen akibat kekeringan.

Luasannya lumayan masif. Ini membuat produksi padi bakal menurun. Kita terancam kekurangan pasokan pangan. Itu sebabnya kali ini saya bisa mengerti kalau Bulog sudah harus mengimpor beras dalam volume yang lumayan besar, mencapai 500.000 ton. Saya kira, El Nino berpotensi mengganggu produksi pangan, bukan hanya di negara kita, tetapi juga di tingkat global.

Panen yang buruk bakal terjadi di berbagai belahan dunia. Di Brasil, misalnya, kekeringan juga terjadi secara meluas. Saya baca, di sana panen kopi di sana terancam gagal. Brasil adalah produsen kopi terbesar di dunia. Mudahmudahan ini tak sampai membuat harga kopi, yang kita nikmati setiap pagi, bakal naik.

Di Australia, El Nino juga mengancam panen tebu, pisang, dan bahkan mengganggu produksi hewan ternak. Lalu di India, El Nino mengancam produksi padi dan kacangkacangan. Dengan kondisi semacam itu, tak mengherankan kalau harga-harga produk pangan bakal melonjak.

Bank Indonesia memperkirakan dampak kekeringan bakal membuat harga sejumlah komoditas pangan bakal naik 5% sampai 10%. Jadi, kali ini Bulog harus benar-benar agresif berburu beras di pasar untuk mengamankan stok. Saya berharap aksi Bulog kali ini tidak diganggu politisi atau dipolitisasi.

Kemudian dikait-kaitkan dengan pilkada serentak pada Desember nanti. Lalu, yang juga tak kalah mengeringkan adalah El Nino mengakibatkan titik-titik api di sejumlah lokasi terus meningkat. Selama beberapa tahun silam kebakaran hutan terjadi di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan. Negara kita kemudian disebut sebagai eksportir asap.

Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya gangguan hubungan antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Kita tentu tak mau peristiwa tersebut berulang. Maka kita tak bisa lagi mengantisipasi kekeringan dengan caracara biasa. Cara-cara yang kita lakukan di masa lalu.

Salah satu isu untuk mencegah kebakaran hutan adalah pembuatan canal blocking. Kanal-kanal ini dibuat untuk mencegah api merambat dari satu lokasi ke lokasi lain. Mestinya sampai Mei 2015 kita sudah membuat 10 canal blocking . Kenyataannya itu tidak terjadi karena kalangan pemerintah daerah tak berani mengambil keputusan untuk mengeksekusi gagasan tersebut.

Waduk

Baiklah, kita kembali bicara soal kajian WEF yang bicara soal krisis air tadi. Intinya begini. Menurut kajian WEF, krisis air mencakup dua isu utama, yakni ketersediaan cadangan air dengan akses terhadap cadangan tersebut. Ada kawasan yang cadangan airnya berlimpah, tapi masyarakatnya mengalami krisis air.

Ini, misalnya, terjadi di Ethiopia. Tapi, ada daerah yang sumber airnya sangat terbatas, tetapi pasokan air bagi masyarakatnya sangat berlimpah. Ini, misalnya, terjadi di Arab Saudi. Bagaimana dengan di Asia, seperti Indonesia? Cadangan air mungkin bukan masalah serius. Tapi tingginya kepadatan penduduk di beberapa kawasan di Asia mungkin berpotensi menimbulkan masalah yang serius.

Lalu, krisis air makin juga diperparah dengan adanya kemiskinan. Di India, misalnya, sekitar 100 juta warganya yang miskin kesulitan memperoleh akses air bersih. Perubahan iklim yang berkelanjutan juga bakal menjadi masalah besar. Proyeksi water.org begini.

Jika tahun 2005 kelangkaan air dialami oleh 2,837 miliar penduduk bumi, untuk tahun 2030 bakal meningkat sekitar 38% menjadi 3,901 miliar. Mengerikan. Mudah-mudahan itu tak sampai terjadi. Solusinya, pemerintah mesti berperan aktif. Dan saya gembiramelihat pemerintahan kita kali ini rajin membangun waduk.

Jangan lupa, kita juga punya teknologi membuat air dari penguapan di udara (embun). Kalau mau, sekarang ada banyak jalan. Mudahmudahan kita tak sampai mengalami krisis air.

Rhenald Kasali
Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali  

http://nasional.sindonews.com/read/1027533/18/kekeringan-air-dan-kita-1438219879/

Petani Didorong Jual Beras ke Bulog

Kamis, 30 Juli 2015

Kementan Beri Insentif

JAKARTA, KOMPAS — Petani di sejumlah daerah didorong untuk menjual beras ke Perum Bulog. Salah satu insentif yang diberikan ke petani agar mau menjual beras untuk stok nasional itu adalah pemberian berbagai bantuan untuk mereka. Dengan cara ini, stok cadangan nasional diharapkan naik.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Jakarta, Rabu (29/7) mengatakan, jika dalam waktu tiga bulan ke depan Perum Bulog mampu melakukan pengadaan beras hingga 1,5 juta ton dari produksi dalam negeri, ketersediaan beras untuk Raskin dan stabilisasi harga mencukupi.

Saat ini pemerintah melakukan program peningkatan produksi beras nasional melalui Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu seluas 1 juta hektar.

Pemerintah memberikan bantuan benih, olah lahan, pendampingan teknis budidaya padi jajar legowo, bantuan pupuk juga biaya tenaga kerja. "Setelah panen petani diharapkan langsung menjual beras ke Perum Bulog," katanya.

Mentan mengatakan, dengan tambahan pengadaan beras di Bulog dari produksi di Jawa Tengah 500.000 ton, Jawa Barat 250.000 ton, Jawa Timur 500.000 ton dan Sulawesi Selatan 500.000 ton, pengadaan beras Bulog akan langsung terpenuhi.

Kepala Divisi Regional Perum Bulog Jawa Tengah Usep Karyana mengatakan, Bulog akan menyerap semaksimal mungkin produksi padi dalam negeri dalam program Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadi 1 juta hektar.

"Target kami sebanyak-banyaknya, kalau bisa semua. Kami sudah siapkan kendaraan," katanya. Harga pembelian disesuaikan dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan melalui jalur komersial.

Sebelumnya, Mentan mengemukakan, potensi kekeringan lahan pertanaman padi secara endemis terjadi pada 200.000 hektar lahan setiap tahun yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga di luar Jawa.

Dari 200.000 hektar rata-rata lahan pertanian yang berpotensi terkena kekeringan, yang sampai berdampak puso biasanya 30.000 hektar. Mentan berharap puso akibat kekeringan hanya 10.000 hektar, tidak boleh lebih dari itu.

Secara khusus Mentan juga meminta kepada petani dan kelompok tani untuk segera mengajukan proposal bantuan jika ada potensi kekeringan di lahan pertanian mereka.

Sementara itu, Perum Bulog menyatakan stok beras di Perum Bulog cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan enam bulan ke depan. Kalau untuk mengantisipasi dampak musim kemarau baik itu paceklik maupun kenaikan harga, stok tersebut masih lebih dari cukup.

Kepala Bagian Humas Perum Bulog Muhson Ceha mengatakan, stok itu termasuk beras raskin dan cadangan beras pemerintah. "Apabila digunakan untuk penyaluran raskin dan wilayah yang terkena bencana paceklik, stok tersebut sangat mencukupi," ujarnya.

Menurut Muhson, kebutuhan raskin per bulan sebanyak 232.963 ton. Untuk memenuhi kebutuhan raskin selama enam bulan, stok yang dibutuhkan sebanyak 1.397.778 ton.

Sementara itu, selama musim gadu ini Bulog masih terus menambah stok beras. Per hari rata-rata menyerap panen sebanyak 8.500 -9.000 ton.

"Jadi stok beras selama musim gadu berakhir nanti masih akan terus bertambah lagi," kata Muhson.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan pada 24 Juli, ketersediaan pasokan beras di Bulog, di penggilingan, di pasar, dan sisa produksi Mei-Juli 2015 sebanyak 9,6 juta ton. Pada akhir Juli ini diperkirakan stok akan bertambah lagi karena surplus 1,45 juta ton.

Adapun stok gula di pabrik gula, distributor, pengecer, dan produksi Mei-Juli 2015 sebanyak 1,4 juta ton. Pada akhir Juli ini diperkirakan terjadi surplus gula 316.000 ton. (B02/MAS/HEN)

http://print.kompas.com/baca/2015/07/30/Petani-Didorong-Jual-Beras-ke-Bulog

Ini Strategi Mentan Amran Agar Petani Jual Beras ke Bulog

Rabu, 29 Juli 2015

Tulungagung -Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman punya cara halus agar petani mau menjual berasnya ke Perum Bulog, sehingga tak menjual ke tengkulak. Bantuan alat mesin pertanian (alsintan) seperti pompa, alat pemotong padi otomatis (harvester), traktor menjadi 'barter' saling menguntungkan.

Amran mengaku sangat bahagia karena produktivitas beras di Tulungagung, Jawa Timur bisa mencapai 7 ton/hektar. Ia berjanji bantuan mesin panen atau combine harvester akan dipercepat 10 unit untuk Kabupetan Tulungagung.

"Kami janjian dengan Bupati aku penuhi 52 unit pompa, asal panennya semua dijual ke Bulog. Panen diserap, pompa dikasih. Selisih harga Rp 100-200/kg jangan dimasalahkan, aku beri pompa, traktor, dan combine harvester," kata Amran di lokasi panen raya di di Desa Ngrendeng, Gondang, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (29/7/2015)

Ia mengatakan, Tulungagung mendapat bantuan anggaran pertanian naik 400% tahun ini menjadi Rp 43 Miliar karena mampu mencapai produktivitas yang bagus.

Sementara itu, Ketua kelompok tani Karidi melaporkan ke Amran soal kondisi pertanian di Tulungagung. Setiap tahun di wilayahnya ada peningkatan produksi karena rutin sekolah lapang.

"Kami ucapkan terima kasih atas bantuan hand tractor, mesin tanam, dan mesin perontok. Selama satu tahun kami sudah bisa 3 kali panen di November, April dan hari ini," katanya.

Karidi mengatakan petani sangat semangat naikkan produktivitas karena ada bantuan dari pemerintah."Saya sudah pesan ke petani jangan jual panennya ke luar. Sudah akan dibeli Bulog, harga harapannya di atas pasaran Rp 4.500-4.700/kg," katanya.

Sementara itu, Perum Bulog tengah dikejar target serap beras petani tahun ini yang tinggal tersisa 2 bulan musim tanam April-September sebesar 2,75 juta ton. Bulog menyatakan siap blusukan 24 jam serap gabah hasil panen petani.

Direktur Pelayanan Publik Bulog Wahyu Suparyono siap membeli hasil panen petani di beberapa wilayah yang telah dikunjungi.

"Mentan ini jiwanya blusukan, ini pas dengan Bulog. Sudah saatnya Bulog turun ke petani untuk serap sebanyak-banyaknya hasil panen. Mentan betul-betul menjaga ketahanan pangan sejalan dengan fungsi Bulog. Bulog juga siap blusukan 24 jam," ungkap Wahyu.

Terkait kendala adanya ketentuan kadar air maksimal 25% Mentan menyatakan regulasi tentang kadar air sudah diubah. "Kadar air sudah tidak jadi masalah, sekarang ada beras yang diserap komersial dan PSO (subsidi)," pungkasnya.

Hari Mentan dan rombongan tiba ke lokasi Desa Ngrendeng, Gondang, Tulungagung untuk panen raya padi seluas 80 hektar. Luas panen padi sawah Kabupaten Tulungagung seluas 27.000 hektar.

Mentan langsung turun ke sawah bersama Damdim, Kadisperta Tulungagung Suprapti, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Dirjen Tanaman Pangan Hasil Sembiring, Direktur Pelayanan Publik Bulog Wahyu Suparyono, dan Kapolres Tulungagung.

http://finance.detik.com/read/2015/07/29/183711/2978464/4/1/ini-strategi-mentan-amran-agar-petani-jual-beras-ke-bulog

Rabu, 29 Juli 2015

Kadivre Bulog Sulsel Minta Kepala Gudang Banyak di Lapangan

Rabu , 29 Juli 2015

FAJARONLINE, SIDRAP — Kepala Divisi Regional (Kadivre) Bulog Sulselbar, Abdul Muis, melakukan kunjungan kerja di Sidrap, hari ini, Rabu, 29 Juli.
Mantan Kasub Divre Bulog Sidrap dan Soppeng itu memantau sejumlah gudang penyimpanan beras milik Sub Divre Bulog Sidrap.
“Saya senang melihat antusias teman-teman di sejumlah gudang yang saya kunjungi, mereka beraktivitas begitu bersemengat, cuma saya tetap berharap agar para kepala gudang banyak-banyak di lapangan, jangan biasakan di belakang meja saja,” pinta Muis. (eby/wik)

El Nino dan Kearifan Kita

Beberapa hari terakhir media cetak dan elektronik telah memberitakan banyaknya daerah yang mengalami krisis air bersih.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan tahun ini Indonesia akan kembali dilanda fenomena alam El Nino dengan intensitas moderat. Tampaknya dampak yang ditimbulkan telah kita rasakan bersama.

Beberapa hari terakhir media cetak dan elektronik telah memberitakan banyaknya daerah yang mengalami krisis air bersih. Awal Juli sebuah harian yang terbit di Semarang, Jawa Tengah, memuat berita dengan judul besar “Kemarau, Lima Waduk Mengering”. Tidak lama kemudian, sebuah harian nasional juga memuat berita dengan judul “Kekeringan Ancam 200.000 Hektare Lahan”. Banyak juga media melaporkan terpantaunya titik api sebagai indikasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
   
Di bidang pangan, sedikit banyak fenomena ini pasti berdampak pada capaian produksi berbagai komoditas. Sesuai periodisasinya, awal Juli Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka ramalan I (aram I) produksi beberapa komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, dan kedelai.
Menurut aram I BPS, produksi padi nasional 2015 akan mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG), produksi jagung 20,67 juta ton pipilan kering, dan produksi kedelai 998.870 ton biji kering. Namun, ada satu hal yang perlu diingat, aram I BPS merupakan angka perkiraan produksi pada tahun berjalan dengan basis data luas tanaman akhir Desember tahun sebelumnya. Jadi, belum memperhitungkan dampak yang ditimbulkan fenomena El Nino ini terhadap produksi pangan.
   
Ada beberapa kondisi objektif yang berkembang beberapa hari terakhir yang mengharuskan kita mewaspadai dampak terburuk dari fenomena alam El Nino ini. Beberapa kondisi objektif tersebut di antaranya, meskipun saat ini musim kemarau belum mencapai puncaknya, di sejumlah daerah telah terjadi krisis air bersih.
Ratusan penduduk di sejumlah desa di Kabupaten Tegal merayakan Lebaran kemarin dalam kondisi keterbatasan air bersih. Padahal, tahun-tahun sebelumnya mereka ini baru minta bantuan air bersih bulan Agustus dan kini sudah menjerit kekurangan air sejak pertengahan Juni. Hal ini terjadi karena sejak awal Mei hingga sekarang ini tidak pernah turun hujan lagi.
   
Negeri ini sebenarnya sudah berkali-kali dilanda bencana kekeringan yang dipicu fenomena alam El Nino. Namun, kemampuan untuk mendeteksi secara dini dan akurat terhadap fenomena tersebut masih sangat lemah. Akurasi ramalan baru diketahui 3-4 bulan sebelum fenomena itu benar-benar terjadi. Kesulitan seperti ini menjadikan langkah antisipasi terhadap dampak yang ditimbulkan selalu saja terlambat. Ketika Indonesia dilanda bencana kekeringan tahun 1997/1998, antisipasi pemerintah waktu itu terlambat karena bersamaan waktunya dengan terjadinya gejolak sosial, politik, dan ekonomi. Pemerintah Orde Baru harus membayar mahal keterlambatan antisipasi dampak yang ditimbulkan fenomena alam tersebut. Impor beras lebih dari 5 juta ton yang ditempuh pemerintah tidak mampu menyelamatkan keadaan. Rezim yang telah berkuasa sangat powerful selama 32 tahun itu pun tumbang.

Gerak Cepat
   
Bencana alam selalu identik dengan keterbatasan dan penderitaan. Ketersediaan air bersih yang makin menipis telah memaksa sebagian masyarakat harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan akses air minum.  Menipisnya stok bahan pangan telah mengancam warga dari kekurangan pangan. Buruknya sanitasi lingkungan dan kualitas udara yang berdebu telah memicu timbulnya berbagai penyakit.
Kita harus arif menyikapi dan mengelola risiko yang ditimbulkan fenomena alam El Nino. Langkah darurat yang bersifat “memadamkan kebakaran” harus segera ditempuh. Pemerintah daerah harus bergerak cepat memobilisasi sistem serta mengerahkan seluruh sumberdaya yang ada. Seluruh armada harus dikerahkan untuk memberikan bantuan air bersih, bahan pangan, serta bantuan kesehatan dasar bagi warga yang membutuhkan. Keterlambatan dalam memberikan bantuan akan berakibat makin parahnya penderitaan warga yang menjadi korban.
   
Untuk menyelamatkan tanaman pangan yang terancam puso dilakukan dengan pengaturan irigasi secara bergilir, memanfaatkan air yang masih ada seoptimal mungkin, serta pemanfaatan sumur pantek bagi daerah yang memungkinkan untuk suplesi irigasi. Perlu dilakukan pemanfaatan ulang (reuse) air buangan untuk menyiram tanaman (gardening) atau mengguyur toilet (flushing).
Upaya jangka menengah dilakukan dalam kaitannya dengan upaya memanen hujan (rain harvest). Prinsipnya sangat sederhana, kelebihan air di musim hujan ditampung dan disimpan di dalam waduk, bendung, situ, embung, dan bangunan fisik penampung air lainnya untuk dimanfaatkan pada musim kemarau.
   
Percontohan yang dilakukan di Anne Frank and Pedro Guerra Schools di Belo Horizonte, Brasil, memfokuskan pada penyimpanan dan penggunaan air hujan untuk irigasi kebun, demplot komoditas pertanian, serta untuk menyiram halaman sekolah. Demonstrasi seperti ini merupakan ajang pendidikan bagi para siswa menyangkut berbagai isu tentang air, seperti konsumsi, pemanfaatan, penghematan, serta kualitas.
????Sektor pertanian merupakan sektor paling boros dalam menggunakan air. Oleh karena itu, kampanye untuk efisiensi penggunaan air (more crop per drop) perlu dilakukan secara berkelanjutan. Sekolah lapang iklim (SL-Iklim) perlu dimasyarakatkan kepada para petani agar mereka mampu merencanakan sendiri budi daya pertanian secara rasional. Selama ini ketika melihat air masih menggenang di sawah, yang ada di benak petani adalah menanam padi. Mereka tidak berhitung secara rasional sebulan atau dua bulan kemudian tanamannya gagal panen karena kekeringan.
   
Riset dan teknologi pertanian berperan sangat besar dalam mengantisipasi anomali iklim ini. Perlu inovasi teknik budi daya untuk melindungi tanaman dari kondisi iklim yang ekstrem. Jika sebelumnya para peneliti kita lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas unggul dengan produktivitas tinggi, ke depan harus diciptakan varietas yang selain berproduksi tinggi juga mampu beradaptasi dengan baik pada tanah dan iklim suboptimal (kekeringan, salinitas tinggi, dan genangan tinggi).
   
Upaya jangka panjang lebih ditekankan pada perubahan paradigma dan budaya masyarakat dalam mengelola alam. Paham antroposentrisme telah menempatkan alam sebagai sumber eksploitasi, menganggap air sebagai sesuatu yang diberikan alam sehingga masyarakat sangat boros menggunakan air. Paradigma seperti ini harus segera dicerahkan karena tidak lagi sesuai dengan peradaban.
   
Alam telah memberi semuanya. Oleh karena itu, semua orang tanpa kecuali dituntut arif dalam mengelola air yang merupakan barang tidak tergantikan (non substituble good) bagi kehidupan. Fenomena El Nino kali ini harus kita sikapi dengan arif. Hanya dengan kearifan itulah peradaban ini dapat kita selamatkan.

Toto Subandriyo
Penulis adalah pengamat sosial-ekonomi, alumnus IPB dan Magister Manajemen Universitas Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.

Sumber : Sinar Harapan

http://www.sinarharapan.co/news/read/150728273/el-nino-dan-kearifan-kita

Bawang Jadi "Pemicu"

Rabu, 29 Juli 2015

Keberhasilan pemerintah menstabilkan harga bawang merah tanpa perlu impor menjelang Lebaran lalu menumbuhkan keyakinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pentingnya pengelolaan tata niaga untuk mencapai swasembada pangan. Selama ini, ketika terjadi lonjakan harga komoditas pertanian, solusinya satu, yaitu impor. Seolah-olah tidak ada cara lain yang bisa dilakukan. Dengan impor, seakan semua persoalan sudah beres karena harga tinggi bisa ditekan saat barang impor masuk ke pasar.

Berkaca pada kasus bawang merah 2014, asumsi impor bisa menyelesaikan segala persoalan ternyata tak terbukti. Meskipun keran impor bawang merah dibuka saat itu, harga bawang merah tetap tinggi di tingkat konsumen. Dalam konteks itu, bangsa kita sudah kalah dua poin. Pertama, membuka keran impor berarti memukul harga bawang merah di tingkat petani. Kedua, impor bawang merah rupanya tidak serta-merta menurunkan harga bawang merah di tingkat konsumen. Apa yang terjadi? Petani berteriak karena harga rendah. Di sisi lain, konsumen menjerit karena harga bawang merah terlalu tinggi.

Sebagai ilustrasi, harga bawang merah tahun lalu berkisar Rp 40.000-Rp 100.000 per kilogram (kg) di tingkat konsumen. Di sisi lain, saat panen, harga bawang merah di tingkat petani terjun bebas, tembus Rp 5.000 per kg, jauh dari harga pokok produksi (HPP) yang berkisar Rp 8.000-Rp 10.000 per kg. Melihat kenyataan itu, Mentan mencurigai ada yang tidak beres dalam sistem distribusi dan pasar bawang merah. Ada upaya sistemik yang dilakukan para pedagang bawang merah untuk mengambil untung secara besar-besaran.

Produksi bawang merah nasional sekitar 1 juta ton per tahun. Dengan harga rata-rata bawang merah Rp 25.000 per kg tahun lalu, ada perputaran uang dari bisnis bawang merah mencapai Rp 25 triliun setahun. Dari total nilai perdagangan bawang merah itu, jika harga jual bawang merah di tingkat petani hanya Rp 6.000 per kg, petani hanya mendapat bagian Rp 6 triliun.

Uang Rp 6 triliun itu masih harus dipotong biaya pengolahan lahan, pembelian bibit, obat-obatan, dan tenaga kerja. Yang terjadi, 300.000 petani bawang merah bukan untung, sebaliknya merugi. Di lain sisi, 3.000 pedagang bawang merah berpesta pora dengan keuntungan Rp 19 triliun. Keuntungan itu hanya dipotong dengan biaya transportasi dan sewa kios-kios.

Mentan tidak mau hal itu terulang karena dampaknya minat masyarakat menjadi petani bawang merah turun. Jika demikian, Indonesia akan masuk perangkap sebagai negara importir bawang merah dunia. Oleh karena itu, ketika bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran lalu, harga bawang merah di tingkat petani kembali jatuh dan harga bawang merah di konsumen tinggi-padahal panen bawang merah tengah berlangsung-Mentan langsung menerapkan strategi baru.

Mentan mengajak Perum Bulog ke sentra bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, dan meminta Bulog membeli bawang dari petani untuk modal operasi pasar (OP) dengan harga beli yang wajar dan menguntungkan petani. Langkah sederhana itu dilakukan dengan modal pembelian bawang merah Rp 3 miliar. Hasilnya, dalam waktu singkat, harga bawang merah di petani naik sekitar Rp 10.000 per kg dan di konsumen turun hingga Rp 20.000 per kg.

Yang tak kalah penting, tahun 2015, Indonesia tak lagi mengimpor bawang merah. Keberhasilan pengelolaan tata niaga bawang menjadi pemicu dan memberi kekuatan bagi Mentan melakukan strategi sama dalam pengendalian harga dan pencapaian swasembada komoditas lain, seperti beras dan jagung.

Untuk beras, pemerintah sudah mengujinya pada Maret 2015, saat impor tidak dilakukan dan harga beras bisa kembali stabil setelah naik 30 persen. Untuk jagung, Mentan menyetop impor jagung dari target kekurangan impor jagung 1,35 juta ton tahun 2015. Mungkinkah keberhasilan swasembada bawang merah melalui pengelolaan tata niaga akan diikuti oleh beras, jagung, gula, dan daging sapi? (HERMAS E PRABOWO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150729kompas/#/17/

Program Ekonomi Kerakyatan Diapresiasi

Rabu, 29 Juli 2015

Kurs Rupiah Jadi Tantangan

JAKARTA, KOMPAS — Kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi pemerintah meningkat. Secara khusus, masyarakat memberikan apresiasi pada program-program perbaikan pasar tradisional serta pemberdayaan petani dan nelayan. Akan tetapi, mereka berharap pemerintah membuka lapangan kerja serta mengendalikan harga dan kurs rupiah.

Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi mengalami peningkatan pada sembilan bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Survei Litbang Kompas pada 25 Juni hingga 7 Juli memperlihatkan kepuasan publik mencapai 44,2 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan publik pada enam bulan pemerintahan Jokowi-Kalla, yaitu 37,5 persen, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan masa tiga bulan pemerintahan mereka, yaitu 49,6 persen.

Informasi yang dihimpun Kompas dari sejumlah kalangan sejak Minggu hingga Selasa (28/7), masyarakat mengapresiasi program kerja yang terkait dengan masyarakat kecil, seperti pedagang pasar, petani, dan nelayan.

Kepuasan masyarakat terlihat dalam pengembangan pasar tradisional. Apalagi ada program revitalisasi dan pembangunan 5.000 pasar tradisional selama lima tahun ke depan. Setiap tahun, pemerintah berkomitmen merevitalisasi dan membangun 5.000 pasar tradisional.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri di Jakarta mengatakan, masyarakat puas dengan kinerja ekonomi pemerintah karena benar-benar menggarap sektor ekonomi kerakyatan. Salah satunya, merealisasikan revitalisasi dan pembangunan pasar tradisional.

Pemerintah juga cepat menangani pasar tradisional yang terbakar. Setiap terjadi kebakaran, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, langsung terjun ke lokasi dan segera menanganinya.

"Pencairan dana bagi pasar yang terbakar atau terdampak bencana banjir juga sangat cepat. Pembangunan pasar yang terkena bencana yang dahulu memakan waktu 1-2 tahun sekarang maksimal setahun sudah tertangani," ujarnya.

Omzet pasar yang sudah direvitalisasi, lanjut Abdullah, naik mulai dari 50 persen hingga lebih dari 100 persen. Kondisi ini harus terus dikembangkan atau setidaknya dipertahankan. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah sebagai pengelola pasar tradisional.

Tidak pilih-pilih

content

Sardiyanto (53), petani padi warga Dukuh Kemuning, Desa Tumbukan, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Jawa Tengah, mengungkapkan, sebagai petani, dirinya merasa banyak perubahan dari pemerintah menyangkut pemberian bantuan atau subsidi. "Sekarang lebih transparan dan semua petani dibantu, tidak dipilih-pilih," katanya.

Sebagai petani dengan lahan 1.700 meter persegi, Sardiyanto mendapat bantuan benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Kualitas benih juga apa adanya, tidak jelek.

Petani diajarkan bertanam padi sistem jajar legowo sehingga produktivitas tanaman padinya bisa meningkat 15 persen. Bantuan bibit padi 5 kilogram juga diterima secara utuh.

Hal yang menggembirakan, petani bisa langsung mengajukan proposal bantuan, memonitor perkembangan bantuan, dan berkomunikasi secara baik dengan petugas di Pemerintah Daerah Klaten. Berbeda dengan dulu, petani merasakan tidak ada informasi transparan, termasuk besar bantuan yang akan diberikan dan kapan diberikannya.

Nelayan juga mengapresiasi kebijakan perdana Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam masa awal pemerintahan Jokowi, yakni penghentian sementara (moratorium) izin kapal-kapal ikan buatan luar negeri.

Dampaknya, gerak kapal-kapal buatan luar negeri seolah senyap bersama terhentinya kegiatan operasional kapal. Sebanyak 1.132 kapal buatan luar negeri yang dihentikan izinnya kini masih menunggu analisis dan evaluasi kelayakan perizinan kapal oleh tim Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Perikanan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur (IUU Fishing).

"Kebijakan moratorium semakin mempertegas apa yang sudah dilakukan masyarakat dalam memerangi pencurian ikan," ujar Robertino Hanebora, nelayan di Kampung Sima, Distrik Yaur, Nabire, Papua.

Dalam sehari, nelayan tradisional yang umumnya berangkat melaut sore hari dan pulang pagi hari kini bisa memperoleh hingga 2 ton ikan untuk kapal ukuran 5 gros ton. Sebelumnya, perolehan mereka di bawah 2 ton.

Max Binur, pengurus organisasi nelayan Belantara Papua, mengatakan, kebijakan pemberantasan penangkapan ikan ilegal semakin memperbanyak tangkapan nelayan kecil dan tradisional di perairan Sorong hingga Raja Ampat.

Akan tetapi, terkait bahan pokok, pemerintah dinilai kurang dapat mengendalikan harga karena pemerintah tidak mempunyai stok. Selama ini, perdagangan bahan pokok dikuasai pedagang besar sehingga mereka bisa berspekulasi dan mempermainkan harga.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran mengingatkan, harga bahan pokok di pasar tradisional masih rawan bergejolak.

Rupiah

Nilai tukar rupiah juga disoroti responden dalam survei. Rupiah berturut-turut melemah sejak 13 Juli 2015 hingga posisi Rp 13.460 per dollar AS hari Selasa. Posisi rupiah kemarin merupakan yang terlemah pada tahun ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin turun 56,529 poin atau 1,185 persen menjadi 4.714,756. Posisi kemarin lebih rendah dibandingkan dengan posisi penutupan perdagangan saham 2014 di Bursa Efek Indonesia yang mencapai 5.226,94.

Menurut pengajar Unika Indonesia Atma Jaya, Jakarta, A Prasetyantoko, melorotnya IHSG beberapa hari terakhir lebih banyak disebabkan rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Kenaikan suku bunga The Fed berisiko menyedot likuiditas global ke negara itu.

Adapun ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Eric Alexander Sugandi, berpendapat, IHSG turut terseret bursa Tiongkok yang anjlok lebih dari 8 persen pada Senin lalu.

(MED/MAS/CAS/HEN/LKT/LAS/IDR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150729kompas/#/1/

Guru besar IPB ragu surplus beras 5 juta ton tahun ini

Selasa, 28 Juli 2015

Merdeka.com - Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas meragukan data yang menyebut produksi padi, jagung, dan kedelai meningkat bersamaan pada tahun lalu. Sebab, ketiga komoditas itu ditanam dilahan yang sama.

"Badan Pusat Statistik (BPS) sudah merilis bahwa produksi padi, jagung dan kedelai akan meningkat. Kami dari kalangan akademisi justru mendatangkan pertanyaan, kok bisa? Karena ketiganya menggunakan lahan sawah yang sama," ujar Andreas di Jakarta, Selasa (28/7).

Sepanjang mengamati data pertanian selama belasan tahun, kata Andreas, belum pernah produksi tiga komoditas itu meningkat bersamaan. Logikanya, ketika pemerintah tengah menggenjot produksi padi maka akan terjadi penurunan di jagung dan kedelai.

"Begitu juga sebaliknya. Jadi selalu terjadi fenomena anomali itu selama belasan tahun. Dan itu terjadi pada 2014," tuturnya.

Tak hanya itu, Andreas juga meragukan surplus beras sekitar 5 juta ton tahun ini. Pasalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi jika siklus el nino atau musim kemarau akan melanda Indonesia hingga akhir 2016.

"Jadi selalu terjadi fenomena anomali itu selama belasan tahun ini dan tiba-tiba pemerintah mengelurarkan data bahwa produksi padi akan meningkat drastis 6,5 persen dan akan ada kelebihan beras di tahun ini diatas 5 juta ton, sekaligus peningkatan produksi jgung dan kedelai," ungkapnya.

"Padahal pemerintah tahu persis kalau tahun ini kita akan menghadapi el nino."

Atas dasar itu, Andreas meminta BPS hati-hati mengeluarkan data.

"Dengan data resmi seperti itu maka akan diterjemahkan oleh masyarakat 'oh kita aman dari sisi beras' maka masyarakat akan meminta stop impor," katanya. "Kalau pemerintah tetap impor beras maka akan dicaci maki, kredibilitas juga akan diragukan."

[yud]

http://www.merdeka.com/uang/guru-besar-ipb-ragu-surplus-beras-5-juta-ton-tahun-ini.html

Selasa, 28 Juli 2015

Bulog DIY Kejar Target 20.000 Ton Agar Tak Impor Beras

Selasa, 28 Juli 2015

Bisnis.com, JOGJA—Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre DIY tengah mengejar  target serapan beras sebanyak 20.000 ton dalam kurung waktu dua bulan.

Kepala Perum Bulog Divre DIY Langgeng Wisnu Adi Nugroho mengungkapkan, Pemerintah Pusat menetapkan target untuk menyerap beras sebanyak dua juta ton dalam kurun waktu dua bulan mulai dari 16 Juni 2015. Seharusnya, batas akhir serapan 18 Agustus 2015  namun, diundur menjadi awal September 2015.

“DIY mendapatkan target untuk bisa menyerap 20.000 ton. Tujuannya, agar tidak ada lagi impor beras,” ujar dia kepada Harian Jogja di Kantor Perum Bulog Divre DIY, Jogja, Senin (27/7/2015).

Langgeng mengungkapkan, dari target tersebut, Perum Bulog Divre DIY sudah menyerap 9.700 ton atau sekitar 49% dari target keseluruhan. Ia mengaku optimistis target tersebut bisa terpenuhi jika melihat rerata serapan setiap harinya yakni 400 ton. Jika dihitung, dalam 60 hari kerja, serapan beras setiap hari harusnya minimal 334 ton agar pas 20.000 ton sampai dengan deadline.

“Jika kondisi serapan seperti waktu-waktu  kemarin, kami optimistis bisa mencapai target. Ditambah lagi belum semua penyalur kontrak yang menyetorkan berasnya,” ujar dia.

Ia mengatakan, ada sedikit kekhawatiran karena kondisi cuaca kemarau yang sedang terjadi. Menurutnya, jika kemarau berlangsung lama, maka musim tanam padi kedua bisa terganggu. Selain itu, tanpa air, tanaman padi tidak akan bisa tumbuh dengan maksimal.

Langgeng menambahkan, sejauh ini (dari 1 Januari 2015), serapan beras oleh Perum Bulog Divre DIY sudah mencapai 32.689 ton atau 59% dari target. Ia menyebutkan, target serapan beras tahun ini sebesar 55.000 ton. Sedangkan besar kontrak beras tahun ini mencapai 33.986 ton.

Beras-beras tersebut sebagian sudah didistribusikan untuk raskin selama Januari-Juli 2015. Setiap bulannya, Perum Bulog Divre DIY menyalurkan 4.325 ton untuk raskin.

“Saat ini stok beras yang ada di gudang kami sebanyak 24.370 ton. Jumlah tersebut bisa untuk penyaluran raskin hingga 5,6 bulan ke depan,” ujar dia.

Langgeng mengungkapkan, warga tidak perlu khawatir dengan kualitas beras Bulog. Ia menjamin beras yang didistribusikan memiliki kualitas yang baik karena merupakan hasil  panen dari tahun yang sama. Hasil panen pada 2015  juga disalurkan untuk 2015.

http://www.harianjogja.com/read/20150728/8/2257/bulog-diy-kejar-target-20.000-ton-agar-tak-impor-beras

Kekeringan Ancam Pangan dan Listrik

Selasa, 28 Juli 2015


ANTARA/Dedhez Anggara Ikan-ikan mati di sebuah telaga yang mengering di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, kemarin.

KEKERINGAN yang terus melanda Tanah Air mulai mengancam produktivitas pangan dan kelistrikan. Akibat musim kemarau yang terus berlangsung, sejumlah wilayah gagal panen dan pasokan air baku untuk menggerakkan turbin pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) pun terganggu.

Di Jawa Tengah, akibat kekeringan, sebanyak 487 desa di 122 kecamatan di 8 kabupaten dilaporkan dalam kondisi siaga darurat kekeringan. Sejumlah wilayah itu mulai kekurangan air bersih. Gagal panen pun diperkirakan meluas di beberapa sentra pertanian seperti Demak, Kudus, Rembang, Grobogan, Blora, dan Pati.

Kekeringan juga menyebabkan wilayah-wilayah tersebut kesulitan air bersih, sehingga untuk mendapatkan air bersih warga harus antre bantuan dari pemerintah daerah setempat, pemerintah provinsi, maupun swasta.

Kondisi yang sama juga mengancam Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekitar 4.000 hektare lahan persawahan kesulitan air, sehingga produksi padi hanya dihasilkan dari 1.000 hektare lahan. Kekeringan itu meluas di 39 kecamatan dan 351 desa.

"Kalau tidak ada hujan pada September mendatang, produktivitas lahan persawahan di Kabupaten Tasikmalaya diperkirakan akan turun hanya dari 1.000 hektare lahan," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tasikmalaya, Hendri Nugroho, kemarin.

Ancaman kekeringan di sejumlah daerah itu pun diakui Perum Bulog. Akibat kondisi itu, Bulog mengantisipasi rendahnya produktivitas panen.

"Dari Oktober hingga Januari tidak akan ada panen sehingga saya ingin memiliki stok di kisaran 2,5 juta ton untuk menghadapi 5 hingga 6 bulan masa kekurangan tanpa panen," terang Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti di Jakarta, kemarin.

Namun, meskipun kekeringan berlangsung, Djarot yakin masih akan dapat mencapai target angka ramalan produksi beras dari Badan Pusat Statistik.

Hal itu karena ia yakin Kementerian Pertanian akan melakukan upaya apa pun sehingga impor tidak perlu dilakukan.

Hentikan pembangkit

Akibat kekeringan masif, PLN wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dilaporkan mematikan dua dari tiga unit pembangkit PLTA Ir PM Noor.

Di lain sisi, operasi hujan buatan oleh PLN dan BPPT juga dihentikan sementara karena ketiadaan awan.

Di Malang, Jawa Timur, Kepala Bagian Komunikasi Perusahaan dan Good Corporate Governance Perum Jasa Tirta (PJT) 1, Kota Malang, Jatim, Didit Priambodo membenarkan, meskipun belum mengganggu secara operasional, pasokan air baku untuk menggerakkan turbin pada PLTA di Jawa Timur merosot akibat musim kemarau.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman pun mengakui kekeringan di sejumlah wilayah berpotensi menurunkan kapasitas daya listrik dari PLTA. Namun, ia menyatakan hal itu tidak akan terlalu berdampak terhadap pasokan listrik di Jawa-Bali.

"Sebab, kekurangan pasokan listrik oleh PLTA masih bisa dipenuhi dari pembangkit lain."

(Tim Media/X-7)

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/13766/Kekeringan-Ancam-Pangan-dan-Listrik/2015/07/28

Bulog Kebut Serapan Beras hingga September

Selasa,28 Juli 2015

JAKARTA - Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan mengebut serapan beras petani selama dua bulan mendatang, mulai Agustus hingga September saat musim panen. Selama 2015, serapan beras Bulog baru mencapai 1,7 juta ton dengan stok sebesar 1,5 juta ton.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menuturkan, pihaknya telah meminta tim turun ke seluruh daerah untuk menyerap beras ‎petani sebesar 1 juta ton. Sebab, Bulog berkeinginan memiliki stok 2,5 juta ton sebagai penyangga (buffer stock) hingga enam bulan ke depan.

"‎Kenapa 2,5 juta ton. Karena saya ingin punya beras premium. Karena sebagian besar konsumen kita kan konsumen premium," ujarnya di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (27/7/2015).

Djarot mengakui, saat ini pengendali beras nasional terdapat di Pasar Induk Beras Cipinang. Beras yang digelontorkan setiap hari mencapai 2.500 hingga 3.000 ton per hari atau sekitar 75.000 hingga 90.000 ton per bulan.

"Dengan cadangan sebagian, maka saya harus kirim ke daerah untuk menutup kalau ada gejolak. Contohnya, 100 ribu ton per bulan. Artinya, kalau saya harus menahan ketersediaan lima bulan dengan memenuhi pasar Cipinang dan daerah kurang 100 ribu ton per bulan, maka akan butuh 500 ribu ton per bulan. Sebab itu, saya berharap punya beras premium 500 ribu ton," ungka dia.

Pihaknya bersama Menteri Pertanian (Mentan) Amran‎ Sulaiman akan melakukan upaya untuk meminimalisir kemungkinan terjadi musibah gagal panen.

"Kalau bicara masalah kekeringan, saya tidak punya komentar karena saya tidak punya kemampuan teknis. Saya bersama Pak Mentan dengan segala upayanya akan mencoba meminimalisir kemungkinan terjadi musibah gagal panen. Pasti beliau sudah punya (cara)," pungkas Djarot.

(izz)

http://ekbis.sindonews.com/read/1026627/34/bulog-kebut-serapan-beras-hingga-september-1437995569

Bulog Siap Serap Gabah Petani

Selasa,28 Juli 2015

JAKARTA (SK) – Menteri Pertanian Amran Nasution menyatakan, Bulog siap menyerap gabah petani berapa pun banyaknya. Apalagi Presiden baru saja menambah anggaran kepada BUMN pangan tersebut sebesar Rp3 triliun untuk pembelian gabah petani melalui Penyertaan Modal Negara, selain dana yang sudah dimiliki Bulog saat ini Rp30 triliun.

Menurut Amran, Bulog diharapkan mampu menyerap gabah petani sebesar 500.000 ton khusus untuk Jawa Tengah, Jatim 500.000 ton, Jabar 250.000 ton dan Sulsel 500.000 ton.

”Dengan penyerapan itu kita pastikan tahun ini tidak akan ada impor beras,” katanya.

Saat ini pemerintah menetapkan harga pembelian padi dan beras oleh Bulog untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp3.700 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp4.600 per kg, dan beras Rp7.300 per kg.

”Produksi terbesar kedua Oktober-Maret (secara nasional) yaitu Jateng termasuk Klaten. Saya minta petani serahkan hasil panennya ke Bulog, minimal 20 persen,” katanya.

Kadrive Bulog Jawa Tengah Usep Karyana yang juga menghadiri panen perdana tersebut menungkapkan, saat ini pihaknya sudah ada 200 mitra seperti dari gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi unit desa (KUD), Perpadi, Pengusaha/Pedagang beras.

”Kami siap beli gabah petani melalui mitra-mitra kami tersebut. Sangat mudah sekali. Hanya butuh surat rekomendasi dari pemda setempat. Semata-mata untuk ketahanan pangan. Ini untuk mempermudah menambah mitra supaya lebih dekat dengan petani,” katanya.

Sekitar 382 hektar tanaman padi di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang tersebar pada tiga kecamatan mengalami kekeringan akibat musim kemarau.

”Kondisi ini perlu mendapat perhatian khusus untuk mengatasinya agar kekeringan tidak melanda kecamatan lainnya,” kata Kordinator Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman pada Dinas Pertanian Kabupaten Langkat Miswandi di Stabat.

Adapun tiga kecamatan itu adalah Pematang Jaya seluas 256 hektare meliputi Desa Salahaji 124 hektare dan Serang Jaya 132 hektare, dengan umur tanaman 15-21 hari, dari jenis tanaman padi Ciherang. (ags)

http://www.suarakarya.id/2015/07/28/bulog-siap-serap-gabah-petani.html

Mentan Mau Borong Beras, Pengusaha Penggilingan Menolak

Senin, 27 JUli 2015

Sragen -Usai mengunjungi dan berdialog dengan para petani di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman melanjutkan kunjungan ke daerah lainnya.

Dalam perjalanan tiba-tiba rombongan berhenti di sebuah lokasi penggilingan beras milik Pani, yang juga pedagang beras. Dalam dialog dengan pemilik penggilingan, Amran ingin memborong seluruh produksi beras dari penggilangan tersebut, tapi sayang harga yang ditawarkan ditolak pedagang tersebut.

"Berapa harga gabah bu?" kata Amran ke Pani, di penggilingan beras, di Sragen, Jawa Tengah, Senin (27/7/2015).

"Gabah kering basah saya beli dari sawah Rp 4.400-4.600/kg," ujar Pani.

"Saya beli semua (beras) Rp 7.300/kg ya? Bulog yang beli," ungkap Amran.

"Nggak mau kalau Rp 7.300 pak. Saya untung lagi nggak tentu. Antara Rp 1.000-2.000/kg," tolak Pani.

Mendengar tawarannya ditolak, padahal harga Rp 7.300/kg merupakan harga yang tinggi yang ditetapkan dalam Inpres penyerapan beras oleh Bulog. Amran memerintahkan ke Bulog agar tidak kalah dengan pedagang seperti Pani dalam penyerapan gabah dan beras petani.

"Ini besar penggilingannya, masak Masa Bulog kalah sama pedagang. Kalau ambil dari sawah Rp 4.400-4.600/kg lalu untung Rp 1.000-2.000, artinya paling harga (beras) Rp 6.500. Bulog modalnya Rp 30 triliun masa kalah. Pak Bulog Divre Jateng, siap serap? Masa kalah sama yang modalnya hanya ratusan juta," tegas Amran.

"Siap Pak, kami serap semua. Bulog siap kembali kemarin (petani), nggak mau kalah," kata Bulog Drive Jateng, Usep Karyana.

(rrd/hen)

http://finance.detik.com/read/2015/07/27/135158/2976024/4/mentan-mau-borong-beras-pengusaha-penggilingan-menolak

Senin, 27 Juli 2015

Panen Padi di Klaten, Mentan Amran Pakai Mesin Potong Modern

Senin, 27 Juli 2015

Klaten -Hari ini, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman melakukan kunjungan ke beberapa kabupaten, salah satunya di Klaten, Jawa Tengah. Amran melakukan panen padi hingga membagikan pompa air ke petani.

Panen raya dilakukan di Desa Tumpukan, Kecamatan Karang Dowo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (27/7/2015). Amran didampingi Bupati Klaten Sunarna, Direktur Bulog Wahyu Suparyono, Kepala Drive Bulog Jawa Tengah Usep Karyana, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jateng Surya. Dengan menggunakan arit dia memanen padi pertama.

"Ini panen masuk ke Bulog ya, sudah siap bayar ini, truk sudah disiapkan," ujar Amran usai memanen padi.

Tak hanya dengan arit, Amran juga memanen padi dengan menggunakan combine harvester atau mesin pemanen atau pemotong padi modern.

"Baru saja kita lakukan panen perdana, harapannya Bulog serap gabah pertani, total luas panen Jateng 500.000 hektar Agustus-September. Kalau hasilnya rata-rata 6 ton/hektar, ada 3 juta ton. Minimal Bulog serap 500.000 ton. Baru saja presiden tanda tangani dana PMN untuk Bulog serap panen. Dana sudah siap. Produksi padi meningkat hampir 1 juta ton tahun 2015 ini," ungkap Amran.

Ia menambahkan, mengantisipasi kekeringan yang melanda Indonesia, salah satunya Jawa Tengah, akan dibagikan sebanyak 24.000 pompa air kepada para petani. Selain pompa, pihaknya juga memberikan dana bantuan untuk pembuatan embung (tandon air).

"Dibandingkan tahun lalu, ada serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), banjir dan kekeringan kita kehilangan area sawah 130.000 hektar. Tapi, upaya kita tahun ini sudah membuahkan hasil ada tambahan 102.000 hektar. Bila dikalikan 5 ton, maka akan ada tambahan panen 500.000 ton atau senilai Rp 2 triliun," tutup Amran.

http://finance.detik.com/read/2015/07/27/101019/2975700/4/panen-padi-di-klaten-mentan-amran-pakai-mesin-potong-modern

Minggu, 26 Juli 2015

Stabilisasi Pangan Tantangan Pemerintahan Jokowi

Sabtu, 25 Juli 2015

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pergolakan harga barang-barang pokok pra, saat, dan pasca lebaran lalu relatif stabil. Namun, Indonesia kini sedang menghadapi El-Nino yang membawa musim kemarau berkepanjangan, dikhawatirkan kestabilan harga pangan terganggu. Mampukah pemerintah tetap menyetabilkan harga? Apa saja tantangannya?

Pengamat pangan Chudori menyatakan harga pada pra, saat, dan pasca lebaran relatif stabil. Namun hal tersebut semata-mata bukanlah prestasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) saja. Tetapi juga sumbangsih kementerian lain, terutama Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah memberikan pasokan dan info cepat terhadap pangan yang dibutuhkan masyarakat dan Bulog.

"Misal kemarin selalu dipantau mana daerah yang kekurangan dan mana daerah yang sedang panen atau cukup pasokan, lalu di mix and balance," katanya kepada gresnews.com, Jumat (24/7).

Pola mix and balance tersebut efektif mempertemukan daerah-daerah yang kelebihan dan kekurangan pasokan pangan. Terlebih sistem itu ternyata ditangani tanpa melewati jalur distribusi yang panjang. Bulog lah yang memegang peran sentral menjalankan pola tersebut dengan menghubungkan daerah sentra produksi dengan konsumen. Tapi, tantangan prestasi kinerja Bulog yang sesungguhnya baru terlihat awal Agustus mendatang, apakah mampu meredam inflasi dan mengendalikan harga pangan.

EL NINO MENGHADANG - Apalagi, Indonesia saat ini sedang menghadapi El Nino yang menyebabkan kekeringan pada September, Oktober bahkan hingga November 2015 mendatang. Imbasnya, sebagian lahan pertanian kemungkinan akan kering dan gagal panen.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Widodo Sulistyo menjelaskan kekeringan di musim kemarau terasa lebih dari sebelumnya. Penyebabnya tahun ini ada penyimpangan iklim akibat adanya gangguan El Nino.

"Akibat penyimpangan ini, Indonesia dilanda kekeringan yang lebih dibandingkan beberapa tahun terakhir," kata Widodo, Jumat (24/7) malam.

Arti El Nino berarti suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). Penyimpangan ini akhirnya berdampak penyimpangan kondisi laut hingga terjadi penyimpangan iklim.

Ia mengatakan kekeringan ini tak hanya dirasakan di Bogor dan pulau Jawa tapi hampir sebagian wilayah Indonesia terlebih bagian timur. Namun, Bogor menjadi sorotan karena sebagian wilayah yang kerap hujan di musim kemarau, di tahun ini curah hujannya sangat minim.

"Normalnya dalam sebulan masih ada satu atau beberapa kali hujan, namun tahun ini berbeda. Meski sempat terjadi gerimis, tapi itu pengaruhnya tidak signifikan," sambungnya.

Menurutnya, kekeringan adalah kondisi yang paling kering seperti ini akan berlangsung sepanjang musim kemarau atau hingga September bahkan bisa berkepanjangan hingga Oktober dan November. Meski beberapa kali langit terlihat mendung, tetapi beberapa faktor penunjang terjadinya hujan tidak terpenuhi seperti kondisi iklim yang lembab dan angin yang bertiup tenang.
KEBIJAKAN STABILISASI HARGA - Pengamat pangan Chudori pun mengusulkan pemerintah untuk tetap meneruskan cara penyetabilan harga yang dilakukan pada bulan Ramadhan lalu. Ditambah pengecekan ketersediaan sejumlah komoditas, apakah tetap bisa diproduksi atau kurang, jika kurang maka hendaknya segera memutuskan impor agar tidak mendadak.

"Jangka pendek ini bisa memastikan produksi dan konsumsi per bulan," ujarnya.

Jangka panjang tantangan penyetabilan harga ini harus dilakukan kebijakan untuk mningkatkan produktivitas seperti memperluas lahan, dan memastikan petani tak berisiko gagal dalam mengusahakan komoditas tertentu. Hal ini bisa dengan cara mengajarkan petani menerjemahkan iklim dan memastikan ketersediaan sumber air hulu agar saat musim kering tak kekurangan air.

"Perlu juga ada peraturan hukum di bawah UU Perdagangan dan UU Pangan untuk menstabilkan harga, Malaysia sudah punya ini sejak tahun 1950-an," katanya.

Pemerintah juga harus membentuk cadangan pangan pusat dan daerah serta menentukan harga-harganya sebelum November tahun ini. Dengan disokongnya setiap lini pangan jangka panjang ini, pemerintah tak perlu khawatir adanya fluktuasi harga pangan pada hari-hari besar keagamaan.

"Jika semua sudah dilakukan maka tinggal mengendalikan instrumen stabilisasi untuk mengelola cadangan, dan memastikan anggarannya cukup," katanya.

Ia menilai selama ini selain belum adanya Permen yang menetapkan harga pangan, pemerintah juga kurang dalam mengatur anggaran cadangan pangan.
ANDALKAN OPERASI PASAR - Operasi pasar yang dilakukan pemerintah selama dan saat lebaran ternyata juga dianggap efektif menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan oleh DPD RI. Selama ini banyak pihak meragukan efektivitas operasi pasar yang dilakukan Kemendag karena bersifat parsial dan reaktif. Kemendag dinilai seperti pemadam kebakaran, karena menjelang lebaran baru melakukan operasi pasar. Namun, ternyata langkah tersebut efektif, harga-harga stabil dan ketersediaan atau pasokan pangan aman.

"Diharapkan prestasi baik ini tetap dipertahankan sehingga rakyat dapat merasakan betul apa yang dilakukan pemerintah saat ini," kata Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/7).

Ia juga mengapresiasi Kemendag yang mampu memberantas mafia pangan, yang selama ini membuat harga-harga mahal karena menimbun barang kebutuhan pokok. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dianggap bisa mengendalikan harga dan distribusi barang serta memotong rantai mafia pangan, sehingga harga relatif stabil sejak Ramadhan, lebaran dan paska lebaran.

Walaupun memang ada kenaikan harga pada beberapa daerah namun tidak terlalu signifikan. Hal terjadi karena distribusi barang belum merata ke seluruh daerah di Indonesia, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga beberapa komoditas pangan di tingkat lokal.

Sementara, Tulus Abadi Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan walaupun operasi pasar yang dilakukan Kemendag sukses menstabilkan harga-harga, namun ia khawatir operasi pasar tak bisa membuat harga-harga stabil untuk ke depannya.

"Apalagi paska lebaran ini harga pangan malah tinggi, hingga H+6 dinyatakan alasannya akibat gangguan distribusi, para pelaku pasar belum pulang ke daerah masing-masing," katanya kepada gresnews.com, Jumat (24/7).

Dalam jangka panjang, Kemendag juga perlu menfokuskan penyetabilan harga pada persoalan harga pangan hulu. Dimana terdapat banyak mafia dan kartel, pemerintah harus melihat struktur pasar yang tak sehat karena ada dominasi kelompok tertentu sementara selama ini pemerintah kurang mampu mengintervensi harga pasokan.

Harga kebutuhan pokok yang diserahkan kepada pasar secara 100 persen ini membuat persaingan oligopoli dan monopoli di pasar tak diendus pemerintah. Walaupun begitu, ia tetap mengapresiasi langkah Mendag melakukan operasi pemberantasan mafia dan kartel pangan karena masalah pokok harga pangan ada di permainan keduanya.

"Tapi operasi pasar tak bisa menyelesaikan masalah jangka panjang, persaingan tak sehat yang tak bisa diendus pemerintah ini membuat mereka sulit mengambil alih dan mengintervensi pasar," katanya.

Ia mengingatkan, dalam UU Pangan telah diamanatkaan membentuk lembaga pangan yang kuat untuk mengintervensi dari segi pasokan dan harga serta mewujudkan ketahanan pangan. Namun, mulai dari UU tersebut dibentuk, hingga saat ini, lembaga yang diamanatkan belumlah ada.

"Jika belum terbentuk, maka jangka panjangnya, saya yakin konsumen akan terus terombang-abing dalam kenaikan harga saat terjadi gonjang-ganjing apapun," ujarnya.


Daging Sapi di Jakarta Rp 130.000/Kg, Bulog Akan Operasi Pasar Lagi

Sabtu, 25 Juli 2015

Jakarta -Harga daging sapi di pasar tradisional di Jakarta yang juga belum beranjak turun pasca lebaran, Perum Bulog berencana kembali melakukan operasi pasar (OP) di pasar-pasar tradisional di Jakarta, agar harga daging stabil.

"Kita baru terima informasinya (harga daging sapi). Sudah pasti Bulog akan langsung tindak lanjuti dengan menggelar lagi operasi, terpaksa gitu. Tapi sementara baru akan kita laporkan ke direksi Bulog," ujar Wakil Kepala Divisi Regional (Divre) Jakarta-Banten Perum Bulog Fatah Yasin dihubungi detikFinance, Sabtu (25/7/2015).

Perum Bulog, kata Yasin, memiliki kewajiban untuk menstabilkan harga, sehingga tidak akan berhenti melakukan OP hingga harga kebutuhan pokok, termasuk daging sapi kembali normal. Yasin mengatakan, harga normal pada komoditas daging sapi seharusnya berada pada kisaran Rp 90.000/kg.

"Kita terus OP selama daging sapi masih mahal, nggak cuma pas mau lebaran saja, setiap hari kita siap kapanpun kalau ada penugasan, kalau saat ini kan kita baru tahu kalau harga daging masih tinggi," tutur Yasin.

Untuk waktu pelaksanaan OP setelah Lebaran, menurut Yasin, pihaknya masih harus berkoordinasi dengan direksi Bulog. "Pokoknya secepatnya bisa OP, kalau siap, kita sudah siap, kan baru mau dilaporkan ke atas apa langkah selanjutnya dengan harga daging yang masih mahal ini," imbuhnya.

Sementara untuk harga daging sapi untuk OP pasca Lebaran, Bulog tetap memakai harga lama sebesar Rp 88.000/kg. "Harganya masih sama kayak sebelum Lebaran. Kita akan siapkan 8 truk freezer khusus daging buat OP, 5 punya kita sendiri, 3 truk kita sewa, kapasitasnya 400 kg/truk. Kalau titik-titik pasarnya kita juga masih sama, tapi ada beberapa evaluasi," jelas Yasin.

(rrd/rrd)

http://finance.detik.com/read/2015/07/25/185004/2975146/4/daging-sapi-di-jakarta-rp-130000-kg-bulog-akan-operasi-pasar-lagi

Sabtu, 25 Juli 2015

Harga Bahan Pokok Turun

Sabtu, 25 Juli 2015

Pasokan Kembali Normal Seusai Arus Balik

JAKARTA, KOMPAS — Harga sejumlah bahan pokok dan sayuran setelah Lebaran berangsur turun. Di tingkat grosir dan pengecer, harga bawang merah, bawang putih, dan cabai turun Rp 5.000-Rp 30.000 per kilogram. Proses distribusi yang menuju normal mendukung peningkatan pasokan.

Suasana Pasar Induk Cipinang, Jakarta, pada Jumat (24/7) masih sepi. Sebagian besar kios masih tutup, tetapi sudah ada kegiatan bongkar muat beras dari empat truk yang diparkir di pasar itu.

Kepala Pasar Induk Beras Cipinang Eri Muhtarsyid mengatakan, pekan depan aktivitas sudah mulai normal. Pasokan akan bertambah karena permintaan warga Jakarta yang kembali dari mudik juga meningkat.

Menurut dia, permintaan terhadap beras sepekan sebelum dan sesudah Lebaran sangat minim karena para pelanggan ikut mudik.

"Walaupun aktivitasnya belum normal, stok beras aman," ujar Eri. Ia menambahkan, harga beras di tingkat pengecer tidak akan melonjak karena harga beras di pasar induk stabil.

Hingga Kamis lalu, pasokan beras tersedia 39.147 ton. Tambahan pasokan seiring dengan selesainya arus mudik dan arus balik diperkirakan mencapai 5.000 ton per hari. Selama puasa lalu, pasokan beras hanya sekitar 1.000 ton per hari.

Dari pantauan Kompas di Perusahaan Daerah (PD) Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, harga cabai rawit merah turun dari Rp 45.000 per kg sebelum Lebaran menjadi Rp 32.000 per kg. Harga cabai merah keriting turun tajam dari Rp 40.000 per kg menjadi Rp 17.000 per kg.

Turun bertahap

Berdasarkan data PD Pasar Induk Kramatjati, harga turun secara bertahap sejak sehari setelah Lebaran. Harga rata-rata cabai rawit merah turun dari Rp 44.000 per kg sebelum Lebaran menjadi Rp 35.750 per kg saat ini.

Radit Syarifuddin (32), pedagang cabai, mengakui adanya peningkatan pasokan. "Saat puasa sampai sebelum Lebaran, saya hanya punya stok 100 kg paling banyak, sekarang bisa sampai 500 kg," katanya.

Kondisi yang sama terjadi di Pasar Inpres Senen Jaya, Jakarta Pusat. Aktivitas jual beli di lantai dua yang menjual bahan kebutuhan pokok kembali normal.

Meski beberapa los masih tutup, ada puluhan pembeli yang datang untuk berbelanja.

Meski demikian, di daerah terpantau harga komoditas belum stabil. Di Pasar Tradisional Peunayong, Banda Aceh, misalnya, harga cabai merah bahkan naik dalam dua hari ini. Harganya rata-rata dari Rp 28.000 per kg menjadi Rp 35.000 per kg.

(B05/B08/B09/DRI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150725kompas/#/15/

Jumat, 24 Juli 2015

Etos Setelah Lebaran

Jumat, 24 Juli 2015

LOGIKANYA setelah Ramadan ini etika dan etos publik yang menjalankan ibadah puasa akan meningkat. Artinya, jika puasa secara serius dijadikan momentum penggemblengan diri secara total, maka kualitas spiritual, intelektual, emosional dan fisikal kita pun otomatis meningkat. Kita pun akan sampai pada fase kelahiran kembali, menjadi manusia baru yang serba bersih dan fresh.

Namun yang sering terjadi justru sebaliknya. Setelah akhir puasa dan memasuki suka cita Lebaran banyak orang justru terjebak pada kubangan hedonisme, nafsu mengejar kenikmatan baik secara biologis maupun psikologis. Ada semacam dendam yang harus dilampiaskan. Meja makan kita penuh beraneka menu, serba enak dan nikmat. Begitu pula dengan berbagai kesenangan lainnya.

Dalam pertarungan kepentingan antara dunia daging (hawa nafsu memburu kenikmatan) dengan dunia roh (nilai-nilai spiritual, intelektual dan emosional), manusia harus memenangkan dunia roh secara vertikal dan horizontal. Jalan vertikal berorientasi pada nilai-nilai Illahiyah, dimana manusia menyatu dengan Allah SWT melalui berbagai ibadah dan amalan mulia lainnya yang berbuah kesucian batin, jiwa.

Adapun jalan horizontal berorientasi pada nilai-nilai sosial, budaya dan kemanusiaan. Dimana manusia membangun kapasitas dirinya secara intelektual, emosional dan <I>skill<P> (pada dimensi personal) dan secara sosial membangun  solidaritas atas sesama dengan cara berbagi nilai-nilai dan materi yang dimilikinya. Dengan cara itu manusia menemukan makna kehadiran sebagai makhluk sosial yang migunani tumpraping liyan (berguna/bermanfaat untuk orang lain). Manusia pun mempertinggi martabatnya.

Untuk mencapai martabat personal dan sosial yang tinggi manusia dituntut untuk membangun etika dan etos. Etika adalah orientasi kebaikan bagi moralitas manusia yang berkaitan dengan kehidupan personal dan kolektif. Adapun etos adalah nilai-nilai spritual dan kultural yang mendorong daya cipta manusia melahirkan berbagai karya atau kreativitas baik pada tataran idealistik maupun pragmatik. Kreativitas secara idealistik misalnya ide atau gagasan, ilmu, pengetahuan dan estetika. Kreativitas secara pragmatik adalah ciptaan yang memiliki nilai guna secara langsung bagi kehidupan manusia baik secara fisik maupun nonfisik.

Dalam operasionalisasi, etika dan etos selalu beriringan. Lahirlah kebudayaan yang menjadi jalan bagi manusia untuk membangun peradaban. Krisis bangsa kita adalah krisis etik dan etos. Krisis etika antara lain tampak pada dilabraknya nilai-nilai, etika, norma dan hukum. Contoh yang paling menyolok maraknya korupsi.

Adapun krisis etos tampak pada lemahnya inisiasi atau hasrat dan tindakan kreatif, sehingga tidak lahir karya-karya yang bermakna baik secara gagasan maupun nongagasan. Bangsa ini pun jatuh pada tradisi copy-paste, jiplakan mentah-mentah dari model-model yang ada. Bangsa kita gagal menjadi bangsa produsen melainkan bangsa konsumen.

Pada dimensi etik dan etos boleh dikata bangsa kita tidak mengalami peningkatan signifikan. Di bidang politik, yang terjadi hanyalah politik transaksional, sehingga demokrasi ditentukan kelompok elite politik dan ekonomi. Muncullah juragan-juragan politik yang menyuburkan oligarki dimana kekuasaan hanya ditentukan sedikit orang. Kedaulatan tak lagi di tangan rakyat tapi di tangan kaum elite yang menyembah kepentingan kapital dan pasar bebas sesuai doktrin neoliberalisme. Kecenderungan elitis juga terjadi pada bidang ekonomi yang tidak memberi akses pada rakyat tapi lebih memberi peluang kepada penguasa kapital.

Konsep Trisakti (kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan) hanya menjadi pepesan kosong. Padahal jauh sebelumnya, digembar-gemborkan rezim yang kini berkuasa. Begitu pula dengan revolusi mental yang hanya jadi wacana.

Momentum puasa, mestinya menjadi peluang bagi kekuatan hulu (pemerintah, penguasa) untuk lahir kembali menjadi rezim yang visioner, mau bekerja keras, penuh integritas dan produktif, sehingga lahir berbagai kebijakan untuk menyejahterakan rakyat, tidak hanya dalam teks tapi praksis. Rakyat mampu bernapas, tidak lagi didera sulitnya mencari pekerjaan/penghidupan, tingginya harga kebutuhan pokok, jasa transportasi, jasa kesehatan dan pendidikan. Kita berharap para penyelenggara kekuasaan mengalami pencerahan sehingga mereka lahir menjadi negarawan-negarawan sejati.

(Indra Tranggono. Pemerhati kebudayaan)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/4106/etos-setelah-lebaran.kr

Klik! Gara-gara Ini, Beras Petani Sulit di Serap Bulog

Mentan bilang, Bulog masih kesulitan menyerap beras petani

JAKARTA, JITUNEWS.COM- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengakui bahwa hingga saat ini Perum Bulog masih kesulitan dalam upaya menyerap beras petani. Kendala tersebut bukan karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras dan gabah, melainkan masih tingginya kadar air pada beras yang beredar di kalangan para petani.  Jumlah kadar air beras petani sudah melampaui batas yang ditentukan oleh perum Bulog.
" Kadar air yang ditentukan oleh perum Bulog kan kurang dari 25 persen, sementara beras yang beredar diantara para petani kadar airnya masih 30 persen," kata Amran, Kamis (23/7), di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa untuk HPP beras sendiri, hingga saat ini tidak menjadi masalah utama Bulog. Pasalnya, di banyak daerah harga beras petani masih di bawah HPP yaitu Rp 7.200 per kg.
"Saya sudah keliling ke beberapa tempat melakukan pemantauan terkait dengan HPP nggak ada masalah, bahkan yang kami temui di beberapa tempat harga berasnya jauh di bawah HPP yang tetap, jadi nggak ada masalah," tegasnya.
Kendati hingga saat ini Bulog masih cukup kesulitan dalam menyerap beras dari para petani karena kendala kadar air yang hingga 30 persen, tapi menurut Mentan, ketersediaan beras saat ini masih sangat mencukupi. "Ketersediaan beras kita saat ini masih sangat cukup, jadi nggak usah takut dengan musim panas yang terus berkepanjangan saat ini," tukasnya.

http://www.jitunews.com/read/18155/klik-gara-gara-ini-beras-petani-sulit-di-serap-bulog

Bulog dan Gerai Perbatasan Dikaji

Jumat, 24 Juli 2015

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan tengah mengkaji penempatan Bulog dan gerai di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain. Hal itu bertujuan mengurangi disparitas harga dan memenuhi kebutuhan bahan pangan masyarakat setempat.

"Selama ini, bahan pangan masyarakat di wilayah perbatasan banyak yang berasal dari negara lain. Wilayah itu juga susah dijangkau sehingga harga bahan pangan lebih mahal," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Jakarta, Kamis (23/7).

Menurut Rachmat, gerai Bulog direncanakan ditempatkan di pasar-pasar rakyat yang telah direvitalisasi atau dibangun, termasuk di wilayah perbatasan. Bulog akan menyediakan bahan pangan pokok yang akan dijual kepada pedagang kecil, bukan konsumen.

Adapun gerai perbatasan sesuai rencana berupa toko penyedia bahan pokok dan ritel. Toko itu akan menjual bahan pangan, makanan, dan minuman dengan harga yang sama dengan di Jawa. "Jika diperlukan payung hukum akan dibuatkan. Jika membutuhkan subsidi akan diupayakan," ujarnya.

Rachmat menambahkan, perbatasan Entikong, Kalimantan Barat, dengan Sarawak, Malaysia, kemungkinan akan menjadi percontohan. Pemerintah setempat, pengusaha lokal, dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan dilibatkan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina mengatakan, tujuan utama bukan mencari keuntungan ekonomis, melainkan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perbatasan. Saat ini, konsepnya tengah dibahas dan dimatangkan. "Program ini merupakan kelanjutan dari gerai maritim. Melalui gerai maritim, bahan pangan bisa diangkut menggunakan kapal yang disubsidi dan didistribusikan ke perbatasan," katanya.

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengemukakan, untuk merealisasikan gerai perbatasan, perlu ada studi kelayakan terlebih dahulu. Studi itu mencakup demografi atau populasi penduduk yang merupakan pasar utama, jalur transportasi, logistik, dan pusat distribusi. "Kami perlu mengetahui kemungkinan dampak sosial-ekonomi. Jangan sampai keberadaan gerai justru bergesekan dengan perdagangan yang sudah ada," katanya.

Roy menambahkan, bentuk gerai itu lebih pada toko konvensional, ritel waralaba, atau yang lain. Kalau waralaba, investasi diperkirakan Rp 450 juta-Rp 475 juta per toko. Insentif yang utama, ketersediaan infrastruktur dan logistik. Selama ini, hal itu yang menjadi kendala ritel tak berkembang di Indonesia timur dan perbatasan. (HEN)

http://print.kompas.com/baca/2015/07/24/Bulog-dan-Gerai-Perbatasan-Dikaji